Friday, October 15, 2010

DETAK WAKTU

Oleh: Aba

Western Australia, Penggal Musim Bunga 2010
Aku amati detak jarum jam tanganku, kala aku sedang duduk di sebuah taman (park), yaitu ‘Centennial Pioneer Park’ di kawasan City of Gosnells, di area taman itu terdapat jalan yang disangga tiang-tiang besi, jalan itu dibuat sedemikian rupa sehingga nampak begitu indah, melingkar menurun hingga ke area bermain, di jalan itu aku amati orang berjalan kaki, tiba-tiba ada anak naik sepeda ontel menyelip si pejalan kaki. Aku pikir ada dua kata kunci di situ, yaitu yang cepat dan yang lambat, namun pun demikian semua itu dalam satu, yaitu dalam detak waktu. Adapun yang patut kita pahami bahwa mereka yang lambat dan yang cepat dan bahkan yang tercepat sekalipun tak pernah mampu mengalahkan waktu.

Aku amati jarum kecil pada jam tanganku, tak…, tik…, tak…, tik…, ternyata wakt yang lamapun hanya sedetik ditambah sedetik dan terus ditambah, dan akan diakhiri oleh detik jua. Detik ini kita lahir, lalu pada detik ini pula uban berjuntai di rambut kita dan pada detik ini pula ajal menjemput kita, tak pernah detik kemaren atau detik akan dating, sebab bila kemaren bermakna sudah terjadi pada detik itu, dan bila akan datang bermakna belum terjadi, hany Alah yang Maha Tahu. Maka yang dimaksud dengan masa (saat) adalah detik, masanya (saatnya) adalah detiknya. Tak ada yang mampu mendahului waktu. Bermain di arus waktu adalah suatu keharusan, keberhasilan detik ini belum tentu di detik yang lain, dan kegagalan di detik ini belum tentu di detik yang lain, masa hanya dalam perhitungan detik yang tiada terasa dalam derap langkah kita.

SANG TAMAN

Oleh Aba

Di Australia begitu banyak taman, di mana-mana kita akan menjumpai taman.

Western Australia, Penggal Musim Bunga 2010
Aku amati detak jarum jam tanganku, kala aku sedang duduk di sebuah taman (park), yaitu ‘Centennial Pioneer Park’ di kawasan City of Gosnells. Persis di sisi taman berdiri Perpustakaan, dan tak jauh pula dari itu terdapat shopping centre, di sisi belakang taman terdapat aliran sungai kecil, dan persis di sisi sungai kecil itulah terdapat pagar pembatas. Di balik pagar selangkah sungai kecil itu aku amati beberapa kambing domba sedang makan rumput dan beberapa yang lain lagi sedang tiduran santai dengan damai.

Aku amati pula anak-anak sedang bermain begitu riang di area taman, bermain ragam permainan, ada yang naik ‘kuda-kudaan’, bergelantungan, ‘plorotan’, naik/turun semacam tali yang dirangkai sedemikian rupa, dan lain-lain. Tak jarang di antaranya yang disertai orang tua mereka. Aku lihat seorang anak kecil dengan umur sekitar dua tahun sedang menagis karena tersandung, dan rupanya orang sang tua telah membesarkan hatinya hingga tak lama kemudian ia bermain kembali. Beberapa group orang sedang bergerombol, umumnya duduk melingkar di atas alas di hamparan rumput taman sambil menikmati hidangan, juga duduk di bangku-bangku taman atau kursi lipat yang dibawa mereka, juga ada yang bakar daging dan selainnya yang disini biasa disebut ‘barbeque’. Aku duduk sambil membaca buku yang aku pinjam di perpustakaan, sedang anak-anak kami bermain berbaur yang sekali-kali datang membawa berita kegembiraan.

Posisi taman berada di lembah, jalan dan area parkir berada pada posisi atas, maka untuk ke area bermain terdapat tangga-tangga yang dibuat begitu artistik, dan di samping itu juga terdapat jalan yang disangga tiang-tiang besi, jalan itu dibuat sedemikian rupa sehingga nampak begitu indah, melingkar menurun hingga ke area bermain, maka dengan demikian hak orang-orang cacat untuk menikmati keberadaan taman tidak terhalang.

Taman adalah merupakan salah-satu konsep sorgawi.

Tuesday, October 5, 2010

PERBINCANGAN BERSAMA USTADZ ABDUL JALIL

PERBINCANGAN BERSAMA USTADZ ABDUL JALIL
SALAH SEORANG TOKOH ISLAM

Oleh: Aba

Di hari Sabtu pada minggu kedua di Hari Raya Fitri 1431 H, bertepatan dengan 9 Syawal/18 September 2010 kami berkesempatan menghadiri acara pernikahan yang diadakan di Masjid ar-Rukun Rockingham. Dalam kesempatan itu kami berkesempatan pula berbincang-bincang dengan salah satu tokoh Islam, yaitu Ustadz Abdul Jalil, beliau adalah Imam Masjid Rivervale. Dalam kesempatan itu beliau mengutarakan bahwa perkembangan Islam dalam sepuluh tahun terakhir ini cukup signifikan, dari segi kuantitas komunitas muslim di Perth makin meningkat, diantara mereka banyak yang datang dari Melborne. Kesenjangan kultural antar etnis di kalangan komunitas Muslim dengan sendirinya akan teratasi dalam perkembangan ke depan sejalan dengan pertumbuhan generasi baru. Penerapan diantara hukum Syari’ah mendapat tempat di bidang perkawinan ataupun yang berkait dengan kematian. Adapun bidang hukum kewarisan biasanya menggunakan cara dilakukan pencatatan sebelum pewaris meninggal dunia (testamenter).
Pada komunitas Muslim Turki mempunyai tradisi tersendiri dalam pembinaan keIslaman, para imam mereka diangkat dari Turki berdasar kebijakan suatu lembaga agama yang berkedudukan di Turki, dan tak seperti pada umumnya imam di masjid-masjid lain yang selalu tetap, imam masjid dalam komunitas Muslim Turki sering berganti. Adapun dalam penentuan awal Ramadhan dan Hari Raya ditentukan berdasar pada perhitungan yang telah ditentukan berdasar pada ketentuan yang telah digariskan dalam kebijakan dari Turki.
KETERANGAN GAMBAR: Ustadz Abdul Jalil (baju putih/Imam Masjid Revervale), di sebelah kanan beliau adalah encik Usman (berkacamata hitam/Presiden Masjid Revervale), kala sedang berbincang santai di bawah tenda di area belakang masjid Revervale. Merajut kebersamaan.

Friday, October 1, 2010

CERBUNG 'LATIFAH-ABDULLAH' (2)

LATIFAH – ABDULLAH
ASAM GARAM DI PULAU IMPIAN
Oleh: Aba

(BAGIAN 2)
Sesampainya di dermaga Sangkapura Abdullah mencegat taxi untuk diantar ke Gunung Teguh dan mencari motel tempat menginap. Abdullah bertanya pada pak sopir, ‘di Gunung Teguh dan sekitar terdapat berapa motel pak?’, tanyanya, ‘oh setahu saya lebih dari sepuluh mas’, jawab pak sopir, ‘saya tolong diantar ke sana pak ya…’, lanjut Abdullah, ‘boleh mas, nanti mas boleh milih, di situ ada yang sekalian ada cottagenya mas, kalau mau mas bisa sewa cottage, hanya saja tarifnya lebih mahalan dikit, namanya Motel & Cottage Salsabilah’, ujar pak sopir, ‘bangunannya didesain dalam bentuk tradisional mas, semua motel di situ didesain tradisional memang, oh iya…, ini saya bawa beberapa brosur untuk motel-motel di situ, termasuk Salsabilah mas’, lanjut pak sopir sambil memberikan beberapa brosur. Setelah membolak-balik brosur itu Abdullah tertarik pada cottage, ‘oh ini saja pak, Cottage, nampaknya lebih menarik dan prevasi khan pak…?!!, kata Abdullah pada pak sopir, ‘baik mas…’, ujar pak sopir, ‘berapa lama mas menginap di situ?, tanya pak sopir usil, ‘tergantung sih pak…, maunya sih satu bulan, mau menikmati udara gunung yang asri di pulau ini pak…, itung-itung rekreasi batin sih…, habis di kota jenuh sih…, sumpek pak…’, kata Abdullah sambil nyengar-nyengir. ‘O…, gitu mas ya…, manusia serba susah mas ya…, mas bilang di kota jenuhlah, sumpek…, pingin menikmati desa, padahal saya sih hidup di sini rasanya bosan mas…, saaapiiii…!!’, ujar pak sopir sambil bercanda; mendengar kata sapi, Abdullah jadi bertanya, ‘sapi apa pak?’, ‘maksud saya sepi mas…, maaf saya hanya bercanda’, ‘oh bapak ini suka bercanda juga ya..?, bagus pak, bercanda itu sehat…, itung-itung juga ngilangin stres khan pak…?’, ujar Abdullah. Tak terasa texi telah sampai di depan Cottage. ‘Telah sampai mas…’, kata pak sopir, ‘oh…, tak terasa, habis bapaknya terlalu ramah sih…, okay pak…, dan berapa pak ongkosnya…?’, ujar Abdullah. Setelah membayar ongkos, Abdullah turun dan menuju ke resepsionis.
*
Motel & Cottage Salasabilah dibangun diatas tanah yang tidak seberapa luas, namun penataannya amat bagus, di halaman depan pojok kanan ditanam pohon pandan yang ditata rapih, maksudnya untuk mengenalkan bahwa dari daun pandan itulah tikar Bawean dibuat, persis di halaman tengah terdapat dzurung kuno dan terdapat pula beberapa dzurung kecil ukuran 1,5 X 2 m2, dzurung-dzurung itu tempat tamu-tamu bersantai sambil memesan makan-minum lesehan, sering juga digunakan untuk rapat bapak-ibu kantoran, LSM sampai dengan perkumpulan olahraga dan selainnya. Menariknya lagi, tiap-tiap dzurung itu diberi nama berganti-ganti sesuai tema, misalnya tema Negara, maka masing-masing dzurung punya nama Negara, seperti Malaysia, Argentina dan lain sebagainya beserta beberapa uraian singkat, seperti ibu kotanya, populasinya dan lain sebagainya serta dipasang di sebuah bingkai yang menarik. Tiap minggu tema-tema itu diganti, maka sang pemilik harus kreatif. Juga menariknya di setiap malam bulan purnama semua lampu di luar dimatikan sehingga dapat menikmati cahaya purnama sambil bersantai duduk di dzurung.
*
Motel & Cottage Salsabilah adalah milik mak Bilah, yang nama lengkapnya Salsabilah Shaleh Khafi.
*
Pada hari pertama itu Abdullah memutuskan untuk tidak ke mana-mana, ia pikir biar rehat aja. Sekitar jam 3 sore mak Bilah lagi duduk di dzurung Canada (tema Negara), Abdullah datang menghampiri seraya menyapa dengan salam, ‘assalamualaikum mak…’, sapa Abdullah, ‘wa alaikum salam’, jawab mak Bilah, ‘ai…, nak Abdullah…’, lanjut mak Bilah, ‘lagi santai mak…?’ tanya Abdullah iseng, ‘iya nak Abdullah…’, jawab mak Bilah. Sesungguhnya kehadiran Abdullah telah mengganggu asyik-masyuknya mak Bilah yang sedang melamunkan anaknya, yaitu Latifah si mata wayang yang mungkin baru usai acara bersama rombongan bapak pimpinan di kota Kecamatan Tambak, namun Abdullah tentu tidak tahu itu semua. Walau begitu mak Bilah mesti bersikap seramah mungkin pada tamunya. ‘apa acara nak Abdullah hari ini dan bagaimana kesan nak Abdullah di pulau kami ini?’, tanya mak Bilah sok usil, dan Abdullah menjawab bahwa hari ini ia belum ke mana-mana, dan baru menikmati suasana sekitar ini saja, ia katakan masih ingin rehat dulu, dan menceriterakan tentang senangnya suasana baru di balik gunung Malokok dengan perkampungan yang damai, bentangan sawah dengan padi yang mulai menguning serta juga sempat mengintip luas lautan di arah selatan sana, ‘yah…, belum kemana-mana mak…, hanya mutar-mutar sekitar sini aja…’, ujar Abdullah. Perbincangan berlanjut antara sang tamu dan sang pemilik hingga tak terasa satu jam telah berlalu dan mak Bilah harus mohon diri oleh sebab tamu baru datang. ‘Ada tamu nak Abdullah, mak layan tamu dulu ya…’ kata mak Bilah mohon diri, ‘baik mak…’, timpal Abdullah.
*
Mak Bilah memang asli kampung itu, liku-liku hidupnya telah ia lalui, pernah pula keputus asaan menyapa diri mak Bilah, dikala suatu ketika, di masa remaja dulu, kala panah asmara menikam di jantung hatinya. Memang acap kali dalam hidup, kita tak mampu memilih, tiba-tiba sesuatu menjelma. Cintapun demikian, ia selalu hadir tanpa diundang, demikian pula dengan kisah cinta-kasih mak Bilah, dalam kemalangan justru ia mendapatkan cinta, dan cinta itu pula yang sempat membawanya dalam kemalangan.
*
Suatu masa yang telah berlalu, Salsabilah adalah mahasiswi di sebuah Perguruan tinggi ternama di Yogyakarta, semester I, II, III, dan IV telah dilalui, keadaan ekonomi orang tua Salsabilah yang pas-pasan telah mengantar ia pada posisi sulit, tatkala tiba suatu saat harus membayar uang kontrakan tempat kos, orang tua Salsabilah dengan terpaksa dan dengan diam-diam pinjam uang pada orang kaya di sebrang desa, tiba saat janji akan membayar, orang tua Salsabilah belum juga ada uang, sedang sebidang tanahnya yang hendak dijual belum juga ada orang yang berminat. Saat itu Salsabilah sedang pulang kampung dalam liburan semester. Suatu sore, di kala Salsabilah sedang berbaring di kamarnya terdengar seseorang mengetuk pintu rumahnya, lalu pak Saleh (ayah Salsabilah) membukakan pintu, ‘assalamualaikum pak Saleh..’ sapa sang tamu, ‘wa alaikum salam…’, jawab pak Saleh, ‘ai…, pak Jun…, silahkan masuk pak Jun…’, pinta pak saleh dengan ramah. Namun pak Junnaidi yang biasa dipanggil pak Jun itu tak berkenan masuk, oleh sebab masih ada keperluan lain, katanya, ia hanya berbicara di pintu saja, ‘begini pak Saleh…, bagaimana dengan hutang pak Saleh…, bila tidak mampu membayar pangkalnya, bayar saja bunganya dulu’, demikian perkataan pak Jun yang langsung menohok tanpa basa-basi. Betapa kagetnya pak Saleh, mengapa tidak?, oleh sebab pak Jun bicara bunga, bila pula diperjanjikan?, namun pak Saleh tak mau memperdebatkannya, dipikir lebih baik mengalah saja, lalu ia berujar, ‘kami mohon maaf yang sebesar-besarnya pak Jun…, hari ini kami belum ada uang pak…, kami masih akan jual tanah…, beri saya waktu dan kami akan melunasi bila tanah telah laku…’ pinta pak Saleh, namun tanpa basa-basi pak Jun langsung menimpali, ‘makanya kalau tidak punya uang jangan berani-beraninya nyekolahkan anak, emangnya uang orang mau bikin bayarin…’, sergahnya dan langsung pergi begitu saja. Salsabilah mendengar dengan jelas perbincangan itu, dan ia tak dapat berbuat apa-apa, hanya air maata yang tiba-tiba membasahi bantal yang dalam dekapannya. Semalaman Salsabilah sulit tidur, hanya sekejap saja sempat tertidur lalu terbangun dan langsung shalat tahajjud, malam itu pula Salsabilah memutuskan untuk tidak melanjutkan kuliah, dan ingin bekerja saja untuk membantu kedua orang tuanya, ia menyesali mengapa telah membikin kedua orang tua yang amat dicintainya itu berada pada posisi sulit dan terhinakan di mata seorang rentenir.

Pagi hari sekira jam 8.30 Salsabilah berangkat menuju sebuah toko milik seorang kaya bernama aba Ayyas, saat itu aba Ayyas baru saja membuka tokonya. ‘Assalamualaikum aba…’, sapa Salsabilah dengan salam, ‘wa alaikum salam…’, jawab aba Ayyas, ‘apa kabar nak…, apa perlu sesuatu…?’, tanya aba Ayyas. Dengan terbata-bata Salsabilah mengatakan pada aba Ayyas, bahwa kedatangannya bermaksud minta tolong pada aba Ayyas. Demi mendengar yang demikian itu aba Ayyas mempersilahkan Salsabilah duduk. Di situ kedua makhluk Allah itu berbicara serius yang intinya Salsabilah memohon untuk dapatnya bekerja di toko aba Ayyas, sedang gaji (--sejumlah utang ayahnya kepada pak Jun--) dimohon dapatnya diberikan di muka, Salsabilah hanya bilang ada perlu saja dan tentu tidak bilang kalau hendak bayar utang. Aba Ayyas bilang bahwa kedatangan Salsabilah adalah tepat waktu, sebab aba Ayyas memang memerlukan tenaga untuk membantu di tokonya, serta tidak keberatan dengan apa yang diharapkan Salsabilah. Betapa senang hati Salsabilah, ingin rasanya ia berteriak dan segera berlari menjumpai kedua orang tuanya, tapi tentu tidak mungkin ia melakukan itu. Salsabilah menangis, aba Ayyas tak tahu harus berbuat apa, aba Ayyas tertegun terheran-heran, lalu bertanya, ‘mengapa nak…?!!, ada apa nak…?!!, mengapa engkau menangis nak…?!!’, tanya aba Ayyas bertubi-tubi, dan sambil terisak Salsabilah hanya menjawab ‘terimakasih aba…, terimakasih’, jawabnya.
*
Sampai saat pembayaran gaji tiba, aba Ayyas ketepatan ada di Surabaya, maka anaknya yang bernama Abbas yang mewakilinya, lalu disisihkanlah uang gaji buat Salsabilah, dan Salsabilah bilang kalau uang gaji selama sekian bulan telah diterima di muka, maka itu Abbas tidak jadi menerimakan. Pada sore harinya aba Ayyas menelpon Abbas dan pada saat itu Abbas menceriterakan tentang gaji Salsabilah, aba Ayyas bilang bahwa uang yang diterimakan kepada Salsabilah dimaksud adalah bukan uang gaji, uang itu dari aba Ayyas untuk membantu kesulitan yang dialami keluarga Salsabilah, maka tiap bulan aba Ayyas akan tetap membayar gaji buat Salsabilah. Aba Ayyas memutuskan untuk membantu kesulitan keluarga Salsabilah sebab ia mendengar kabar dari tetangga Salsabilah bahwa pak Jun ada marah-marah pada pak Saleh waktu menagih utang atau bunga, dan tetangga juga sama dengar, demi yang demikian itu aba Ayyas mengira-ngira sendiri bahwa nampaknya uang gaji yang diminta di muka oleh Salsabilah adalah untuk membayar hutang tersebut, tapi aba Ayyas tidak berkata tentang itu pada Abbas, sebab aba Ayyas selalu menghindari dari sifat riya’ dan itu pula yang diajarkan pada segenap keluarganya.

Selepas maghrib Abbas pergi ke rumah Salsabilah, dan waktu itu Salsabilah baru pulang dari langgar, ia memakai baju kurung warna hijau lumut bermotif kembang-kembang. Sungguh saat itu Abbas begitu tertegun nampak penampilan Salsabilah yang begitu anggun, bibirnya yang merah bagai permata rubi dalam imajinasi Syaikh Nizami, dengan kulitnya yang putih bagai salju terpercik di sela dedaunan dalam sorot cahaya lampu mobil Abbas. Abbas turun dan menyapanya, namun Abbas teragak canggung, dengan salam yang agak kecanggungan itu Abbas menyapa Salsabilah, ‘assalamualaikum Bilah…’, sapanya, ‘wa alaikum salam…’, jawabnya, ‘ai…bang Abbas…’, lanjutnya penuh heran. Salsabilah sungguh merasa terheran-heran mengapa Abbas tiba-tiba datang bertandang ke rumahnya, lalu dengan bingung karena tak tahu apa yang harus dikatakan Salsabilah serta merta mempersilahkan Abbas untuk masuk, ‘silahkan masuk bang Abbas…, silahkan masuk bang…’ pintanya dengan penuh hormat, ‘terimakasih Bilah’, jawab Abbas. Dengan senag hati Abbas masuk ke ruang tamu rumah Salsabilah yang diterangi listrik 60 wat. Sesuatu yang lain tiba-tiba dirasakan Abbas, Abbas merasakan adanya suasana romantis di ruang itu, terasa kedatangannya seperti suasana apel wakuncar, entah makhluk apa gerangan yang telah melintas sehingga suasana di ruang itu betut-betul terasa romantis. Memang kala itu Salsabilah amatlah anggun, diliriknya jemari Salasabilah yang putih dan indah dengan seuntai cincin bermata merah delima melingkar di jari manisnya. Sejenak pula terjadi kebisuan di antara mereka. Sebetulnya Salsabilah telah lama terpikat akan ketampanan Abbas yang masih berdarah arab Hadramout itu, namun perasaan itu dikuburnya oleh sebab ia pikir jauh panggang daripada api, tapi kali ini terasa sulit untuk mengelak, hatinya berdegup, dalam hati Salsabilah bertanya-tanya pula mengapa Abbas tiba-tiba datang…, ada apa gerangan…, ataukah apel…?, ah…, tidak…, tidak mungkin…!!, pertanyaan itu dibuatnya sendiri serta dijawaabnya sendiri pula. Dengan gugup suara Salsabilah memecah keheningan, ‘maaf bang…, bang Abbas minum apa…?, teh atau kopi…?’, tanya Salsabilah; Abbas yang punya selera humor itu tercetus pula candanya, ia pikir sekali gus untuk mencoba menutupi kecanggungannya, dengan senyum simpul dan dengan mata mencuri pandang pada beberapa helai rambut yang menjuntai dari balik kerudung tepat bagai membelah pipi Salsabilah, Abbas berujar ‘teh…, kopi…, apa tak ada yang lainnya lagi Bilah…?!’, Salsabilah jadi merasa bingung dengan jawaban Abbas, ‘Oh…, maklumlah kami hidup pas-pasan bang…’, jawabnya, tapi aduh…!!, dengan jawaban itu Salsabilah malah makin salah tingkah, mengapa ia menjawab sekasar itu?, ia menyesal sekali dengan jawabannya itu, mengapa begitu gugup hingga tak disadarinya ia berkata kasar justru pada orang yang amat dikaguminya?, di tengah kegalauan itu dengan kalem Abbas berujar ‘misalnya air putih Bilah…, sebab aku lebih suka air putih lho…’ ujarnya; Salsabilah benar-benar jadi serba canggung, ‘baik bang…’ jawabnya. Waduh…, 1:0 buat bang Abbas, pikir Salsabilah. Untuk menutupi perasaannya serta merta Salsabilah pergi ke dapur dan kembali dengan segelas air mineral, di suguhinya pula dodol, wajik serta gegerit buatan ibunya. Suasana sudah mulai terasa mencair, kekakuan sudah beringsut lentur, dua remaja sudah mulai bisa menguasai diri. ‘Silahkan bang…’, pinta Salsabilah, semua kue itu makku yang bikin’ lanjutnya. ‘Oh…, mak pandai bikin kue ya…?’ tanya Abbas, ‘iya dong…, makku pandai bikin kue, lagi pula hobbi sih…’ jawab Salsabilah, ‘tapi air putihnya mana…?!, Abbas sudah mulai mengeluarkan candanya, ‘itu khan bang…’ jawab Salsabilah; ‘bukan…, bukan…, itu bukan air putih…, itu khan air bening…’ sergah Abbas, Salsabilah jadi canggung lagi, tapi lagi-lagi Abbas segera mencairkan suasana, ia berujar ‘aku hanya bercanda Bilah…’ ujarnya sambil tertawa, dan Salsabilah pun ikut tertawa, ya…, tertawa riang…, dan dua remaja yang bagai lopak-lopak kalaben todungnga itu tenggelam dalam suasana ceria.

Dalam kesempatan itu pula Abbas menyampaikan uang gaji Salsabilah, yang dengan berat hati uang gaji itu diterima Salsabilah setelah Abbas berupaya meyakinkan bahwa abanya akan amat suka hati bila Salsabilah mau menerimanya, dan sebaliknya akan kecewa hati bilamana Salsabilah enggan menerimanya.

Kebaikan hati hadir dalam diri insan, tiada memandang akan suku, bangsa, ras, ataupun keyakinannya, tiada memandang kecantikan ataupun ketampanan, demikian pula dengan keburukan hati. Acap kita dapati betapa orang jauh yang tiada kita kenal sekalipun telah menberi manfaat bagi kita, sementara orang yang dekat, baik satu keyakinan, satu ras, satu suku, satu negri, satu desa, satu kampung, bahkan sedarah sekalipun justru dapat menaburkan duka. Hati bersemayam dalam dada, tersembunyi, tiada cahaya dapat menembusnya, hitam dan pekat kemerahan warna padanya, namun bila ia baik maka ia dapat menyinari kegelapan yang tergelap sekalipun, lebih kuat daripada cahaya matahari di musim kemarau, ia pun akan mampu menghamparkan permadani putih berkilauan, lebih putih dari hamparan salju, namun bila ia jahat semua cahaya kan tertutupi, bagai malam kelam menutupi segala cahaya, ia pun akan mampu menghamparkan lumpur yang penuh onak dan duri.

Salsabilah telah beruntung mendapat kenal dengan Abbas dan keluarganya yang mulya hati itu, orang bijak tentu akan bilang kebaikan tak dapat diukur dengan tampakan kasap mata, tak selalu yang indah di mata itu baik, pun tak selalu yang buruk di mata itu buruk, ada kala yang indah di mata itu justu menyimpan keburukan di baliknya, bagai pesona gunung yang nampak menawan, namun bersemayam didalamnya segala binatang buas dan berbisa, di selain dari itu, tiada jarang yang indah di kasap mata, dan padanya pula menyimpan keindahan di baliknya, bagai sebuah istana yang memikat di luar dan memikat pula di dalamnya. Tersebut terakhir itulah perumpamaan Salsabilah dan pula Abbas.
*
(Bersambung)

CERBUNG 'LATIFAH-ABDULLAH' (1)

LATIFAH-ABDULLAH
ASAM GARAM DI PULAU IMPI

Oleh: Aba

Kisah ini hanyalah khayalan penulis,
bilamana terdapat perkenaan ataupun persinggungan
dengan apa dan/atau sesiapapun sungguh di luar
kesengajaan, maka dengan yang demikian itu penulis mohon maaf dan maklum adanya.
Kemudian daripada itu perlu penulis sampaikan bahwa tulisan ini telah pernah dimuat di Media Bawean.

(BAGIAN 1)
Dari kejauhan nampak ombak memutih menghempas karang dam, semilir angin pegunungan sayup-sayup sampai, udara cerah, sinar sang surya yang mula beranjak naik telah menambah kesegaran di pagi itu, betapa agungnya Tuhan yang telah menciptakan alam semesta ini. Latifah duduk termenung, matanya yang indah dengan kelopaknya yang merekah menatap jauh hingga ke laut lepas, sesekali ia melirik kearah Pulau Selayar yang sebagian pesisirnya telah dirancang bagai bayang-bayang Pulau Sentosa di Negara kota Singapore. Entah mengapa Latifah tiada tertarik akan keindahan alam tetumbuhan yang subur menghijau, garis jalan raya yang melingkar di berbagai sudut kota kecamatan Sangkapura dengan tatanan paving yang ala Dataran Merdeka Kuala Lumpur, dengan alun-alun yang bagaikan tailalat menghias di wajah perawan. Tak biasanya si dara jelita itu berlaku seperti itu, ia dikenal sebagai gadis yang periang dan peramah, tapi kali ini, di teras bagunan ‘Ongguna Ye’ nan indah rupawan yang berdiri tegar di puncak Gunung Malokok, di tengah ramainya anak-anak balita bermain bersama orang tua merekapun tiada mengusik perhatiannya.

Kehadiran Latifah si bidadari sorgawi di gedung ‘Ongguna Ye’ itu untuk memenuhi undangan pihak Kecamatan dalam rangka menyambut kehadiran rombongan bapak Pimpinan dari pusat Kota Gresik. Latifah yang gadis aktifis di sekolahnya memang mempunyai keunggulan sebagai pembawa acara (MC), ia pernah menjuarai lomba MC se Kabupaten, suaranya yang merdu bag bulu perindu, dengan penampilan yang simpatik serta akhlak budi pekerti dalam tingkah pola dan tutur katanya telah membikin banyak orang terkesima, belum lagi ayu parasnya yang bagaikan bulan purnama tersumbul di atas awan.
*
Sementara Latifah tengah termenung di teras gedung ‘Ongguna Ye’, di Pelabuhan Gresik hiruk pikuk orang yang hendak menuju Pulau Bawean. Kala itu kapal telah bersandar, dan di tengah kumpulan orang-orang itu terdapat seorang anak muda asal Surabaya, wajahnya tampan, keteduhan terpancar di raut wajah serta dalam sikapnya, ia sendirian, tiada berkawan; pemuda itu bernama Abdullah.

Di sebelah kanan Abdullah terdapat beberapa orang asik berbincang tentang Pulau Bawean, tentang keindahannya, tentang keramahan penduduknya, dan berbagai hal yang menarik. Abdullah hanya mendengar saja akan perbincangan itu, ia pikir lumayan untuk tambahan informasi oleh sebab ia baru pertama kali ini hendak menginjakkan kaki di pulau sang Axis Kuhlii. Diantara pembicaraannya ia berujar: ‘Pulau Bawean itu amat menarik lho…, ia merupakan kawasan wisata andalan Kabupaten Gresik, coba bayangkan, di situ ada gunung berderet dan bahkan berjubel, ada pantai, taman-taman laut, sungai, air terjun, danau, bukit dan curah sangat kondusif untuk bumi perkemahan yang menawan, juga menjadi bumi petualangan sang pecinta alam, semua pulau-pulau kecil di sekitarnya dikemas dengan kemasan menarik semisal wisata arung, selam, pancing…(--tiba-tiba seseorang di sebelahnya menyelai: ‘cari kepiting…’, yang disertai gelak tawa yang lain--). Kemudian orang tadi melanjutkan percakapannya dengan penuh antusias lagi: ‘coba kalau kita bandingkan dengan kawasan wisata di Jawa Daratan, tidak ada kawasan wisata yang memiliki sedemikian komplit obyek, paling gunung saja atau pantai saja, iya khan…?!!, iya khan…?!!. Kalau di Jakarta orang-orang telah menjadikan Pulau Seribu sebagai kawasan wisata setelah ‘jenuh’ dengan alam pegunungan di Puncak, kini saatnya orang-orang Surabaya dan sekitarnya –-khususnya lho…!!’-- berpaling ke Pulau Bawean!!’. Lalu seseorang lagi diantaranya tak mau kalah antusiasnya, ia menimpali: ‘ Bahkan saya sudah mulai mencoba menanamkan modal kecil-kecilan di sektor kerajinan tangan, yaitu anyaman tikar, ya…, saya desain macam-macam barang seperti tas, sajadah, berbagai model kopiah dan lain-lain dengan anyaman yang halus, lebih halus dari yang tradisional lho…, batu onix, garmen untuk baju kurung dan teluk belanga, serta tenunan songket yang saya rancang bermotifkan anyaman tikar Bawean serta ‘odeng’ untuk acara-acara seremonial seperti resepsi perkawinan, pencak silat dan lain-lain. Untuk itu saya sudah mempelajari adat tradisi orang Bawean masa-masa lalu yang kemudian dikemas dengan kolaborasi kontemporer dan tentu saya mesti bekerjasama dengan orang-orang Bawean yang peduli terhadap budayanya. Oh iya, di kawasan wisata Batu Malang saya membuka showroom yang saya kasih nama “Bawean Art”. Perbincangan itu terus berkembang hingga ada pengumuman bahwa para penumpang kapal dipersilahkan untuk naik ke atas kapal.

Bapak Pimpinan beserta rombongan naik kapal dengan antri bersama penumpang lainnya serta tidak menampakkan jati dirinya. Bapak Pimpinan memang sengaja tidak memberitahukan kunjungannya ke khalayak ramai melainkan hanya pada orang-orang tertentu saja yang terkait dengan kehadirannya. Waktu mengadakan rapat bersama stafnya, salah seorang staf yang sedang duduk disebelahnya berbisik pada bapak Pimpinan: ‘apa tidak diberitahukan ke khalayak ramai bapak?, sehingga nantinya kita dijemput oleh rakyat beramai-ramai di dermaga termasuk anak-anak sekolah bapak?’ ujarnya; dengan nada tidak senang bapak Pimpinan balik berbisik dengan nada meninggi: ‘kita ini Pimpinan tahu…!!, bukan artis..!!, apalagi mengapa rakyat mesti harus selalu melayani kita, direpotkan kita, sementara kita belum bisa melayani mereka dengan baik…??!!’. Namun sang staf yang sok terhormat itu masih ngotot juga: ‘mereka senang kok bapak…’; bapak Pimpinan hanya melirik sinis saja dan tak memperdulikan si staf.
*
Di gedung ‘Ongguna Ye’ Latifah telah menyiapkan apa yang mesti ia lakukan, Panitia sudah memberitahukan tentang agenda acara yang telah final setelah terdapat perubahan berkali-kali, maka itu gladi resik sudah bisa dimulai.

Sebagaimana biasa, rombongan akan singgah di Pendopo Kawedanan yang terletak di sebelah Alun-alun Kota Kecamatan Sangkapura, di situ akan diadakan sambutan Selamat Datang, yang tentu tiada kan lupa suguhan Pencak Silat ‘Selamat Datang’ (yang dirancang oleh para pendekar se Pulau Bawean setelah terlebih dahulu mengadakan Sarasehan dan Lokakarya. Pencak Silat ‘Selamat Datang’ tersebut untuk menyambut kehadiran orang-orang penting). Selepas itu rombongan akan bertolak menuju ‘Ongguna Ye’, dan acara pertama diadakan di Aula ‘Ongguna Ye’, dilanjutkan dengan acara rapat Pimpinan khusus di Ruang Pertemuan Terbatas ‘Ongguna Ye’. Setelah acara resmi telah rampung mereka akan mencoba melihat bentangan alam sekitar melalui teropong pembesar yang dibuat bagai di Menara Kuala Lumpur (KL Tower). Setelah acara di ‘Ongguna Ye’ semua rampung rombongan akan menuju Gedung ‘ La Tao Ye’ di puncak Gunung Totogi dengan naik Kereta Gantung (cable car) dari Stasiun Kereta Gantung ‘Ongguna Ye’ ke Stasiun Kereta Gantung ‘La Tao Ye’, di situ rombongan akan melakukan peninjauan Musium Sejarah ‘la Tao Ye’ yang terletak di Gedung ‘La Tao Ye I’ di bagian puncak, serta Gedung Kesenian ‘La Tao Ye’ yang terletak di Gedung ‘La Tao Ye II’ pada bagian lereng sebelah timur yang dilengkapi pula dengan panggung-panggung alam terbuka, sedang akses jalan dibangun dari berbagai penjuru.

Lingkungan dijaga sedemikian rupa untuk menghindari kelongsoran, dan untuk itu tentu ditangani akhli, sehingga alam lingkungan sekitar Gunung Malokok dan Gunung Totogi sedari puncak hingga ke lereng serta sungai menjadi kawasan hutan lindung dan taman yang menarik. Pemakaman rapih dan bersih, sehingga peziarahpun jadi senang.

Seharian bapak Pimpinan beserta rombongan di Pulau Bawean, termasuk meresmikan jalan lingkar Kota Kecamatan Tambak yang dikerjakan beberapa tahap, dan saat ini peresmian tahap akhir serta yang juga dipaving ala Dataran Merdeka Kuala Lumpur seperti halnya jalan lingkar Kota Kecamatan Sangkapura. Setelah semua agenda acara telah rampung, dengan senyuman nan indah bapak Pimpinan yang piawai menggaet investor itu beserta rombongan kembali dengan menumpang pesawat udara dari Bandar udara Bawean. Sayonara. Selamat jalan bapak, sampai jumpa lagi, kami selalu merindukanmu.
*
(Bersambung)

SESOSOK ORANG BAWEAN

SESOSOK ORANG BAWEAN
SANG PENGABDI DI SUATU MASJID
DI WESTERN AUSTRALIA

Oleh: Aba

Bilamana kita dapat menyempatkan diri singgah shalat di sebuah masjid besar yang bernama ‘Masjid Al-Majid’, yang terletak di kawasan Hepburn Western Australia kita akan selalu berjumpa dengan sosok orang Bawean yang usianya sudah berkepala delapan, beliau adalah H. Zuhdi, yang hari-hari biasa dipanggil bapak H. Guppan.Beliau berasal dari Desa Lebak Kecamatan Sangkapura. Penampilannya selalu ramah, kerap kali kami bertemu beliau, kadang berbincang panjang lebar, isi bicaranya selalu positif, itulah yang kami tangkap dari beliau. Putra/putri beliau sebanyak lima orang, serta cucu beliau sebanyak tiga belas orang, mereka berdomisili di Western Australia. Salah seorang putra beliau adalah Sarjana Agama Islam lulusan Institut Agama Islam Negeri Surabaya, yang sebelumnya mondok di Pondok Pesantren Darul Hadis Malang Jawa Timur serta sebelum itu juga sempat mondok di Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta, beliau adalah Zuhnan Zuhdi, S.Ag.

H. Zuhdi memasuki daratan Australia pada 1977 setelah sebelumnya bermukim di Christmas Island sejak 1952 dan sebelumnya dari Bawean ke Singapore 1951.

Di Masjid itu selalu merayakan hari-hari besar Islam, seperti acara Isra’ Mi’raj, Maulid Nabi dan lain-lain yang dirayakan sebagaimana laiknya dalam budaya Nusantara, adapun pembicaranya acap kali dari Malaysia, Singapura serta Indonesia.

Sebagai masjid besar jamaahnya terdiri dari berbagai suku/etnik maupun ras. Memanglah sesungguhnya merangkai persaudaraan, kebersamaan dan perdamaian adalah merupakan rohul Islam. (Q:S:49:10; S:2:256; S:49:13; S:21:107)
Keterangan Foto: 1. H. Zuhdi beserta Istri (atas), 2. Zuhnan Zuhdi, S.Ag (bawah).

Thursday, September 30, 2010

UPACARA PENGGUNTINGAN RAMBUT BAYI

Oleh: Aba

Perth Western Austraia, Medio Awal Musim Bunga 2010
Pada hari Minggu, hari kedua di Hari Raya Fitri 1431 Hbertepatan dengan tanggal 12 September 2010 kami menghadiri undangan dalam rangka pengguntingan rambut bayi dari keluarga orang Kokos. Dalam acara tersebut didahului dengan pembukaan yang berupa sambutan dengan harapan-harapan akan kebaikan, keutamaan dan kemulyaan sang bayi hingga kelak di hari hadapan. Selepas itu dilanjutkan dengan pembacaan kitab ‘Iqd al-Jawhar Fi Maulid al-Nabiy al-Azhar’ yang ditulis oleh Sayid Ja’far bin Husain bin Abdul Karim al-Barzanj(http://ahmadsumargono.net/konten.php nama=kolom&op=detail_kolom&id=33) yang kemudian popular dengan nama kitab Barzanji. Pembacaan kitab Barzanji ini sebagaimana lazimnya dalam masyarakat kita, yaitu dengan berkelompok, dibaca secara bergiliran. Para undangan duduk bersila berjejer kesamping mengikut bentuk ruangan. Beberapa bubur khas yang ditaruh dalam mangkok di satu dulang dihidangkan, namun hanya beberapa mangkok saja, tidak banyak, hanya sebagai syarat saja. Sampai pada pembacaan ‘marhaban’ para undangan semua berdiri dan membacanya dengan jahar secara mersama-sama, dan pada saat itulah sang bayi digendong ke tengah-tengah acara, seseorang membawa baki yang berisi semangkok air serta gunting, lalu beberapa orang dituju dan dipersilahkan untuk menggunting beberapa helai rambut sang bayi adapun potongan rambut dicelup dalam air dalam mangkok, dan setelah dianggap cukup maka sang bayi beserta para pengantar masuk kembali, sedang acara pembacaan kitab Barzanji dilanjutkan hingga akhir dan ditutup dengan doa. Selepas itu acara ‘ramah tamah’ menikmati hidangan.

Acara semacam itu kita kenal pula dalam komunitas Bawean dan Melayu yang telah lazim diadakan di sini. Yang nyata, setiap orang adalah pasti mengharap kebaiikan, keutamaan serta kemulyaan putra/putrinya. Semoga Allah SWT selalu memberi bimbingan dan petunjukNya, amin,amin, amin ya Rabbal ‘alamin.

Saturday, September 25, 2010

PETUTUR DALAM BERSILATURRAHIM

PETUTUR DALAM BERSILATURRAHIM
DI HARI RAYA FITRI

Oleh: Aba

Perth, Awal Musim Bunga20010/Syawal 1431

Dalam setiap celebrate apapun selalu terdapat petutur baku yang digunakan, seperti misaalnya pada ulang tahun selalu dituturkan ‘Selamat Ulang Tahun, Semoga Panjang Umur…’ dan sebagainya. Demikian pula dalam celebrate Idul Fitri, yang lazim kita kenal adalah ‘Selamat Hari Raya, Mohon Maaf Lahir dan Batin, Minal A’idzin wal Faizin…’ dan beberapa petutur lainnya dari yang paling lazim hingga yang jarang digunakan. Di sini terdapat suatu petutur yang tidak kita kenal (berbeda) dalam tradisi masyarakat Bawean, Jawa ataupun Indonesia pada umumnya, yaitu petutur ‘Selamat Hari Raya ya…., Makan-minum dihalalkan…’ dan seterusnya. Petutur ‘Makan-minum Dihalalkan’ itulah nuansa berbedanya, suatu kekayaan dalam budaya kita.

SILATURRAHIM DI HARI RAYA FITRI

Oleh: Aba
Perth, Awal Musim Bunga 2010/Syawal 1431 H

Sebagaimana lazimnya di masyarakat muslim Nusantara setiap Hari Raya fitri selalu melakukan silaturrahim, salingt mengucapkan ‘Selamat Hari Raya’ dan saling memohon kemaafan. Demikian pula di kalangan Muslim Nusantara di Western Australia khususnya dalam komunitas Bawean, Kokos dan Melayu atau dalam komunitas muslim yang berpangkal dari komunitas muslim Christmas Island sebagai sebuah komunitas muslim yang pertautannya sangat kuat antara satu dan lainnya.
Bilamana dalam tradisi masyarakat Bawean di pulau Bawean hari raya dirayakan (celebrate) dalam tiga hari, di Western Australia terbentuk tradisi serentang bulan Syawal sebagaimana kita jumpai di masyarakat muslim Singapore ataupun Malaysia. Oleh sebab berbagai kesibukan dalam aktifitas kerja, maka di sini biasanya silaturrahim intent dilakukan di hari Sabtu dan Minggu (weekend) sedang hari-hari biasa (weekdays) hanya mungkin dilakukan pada kerabat dekat saja yang kita tahu persis akan situasi dan kondisinya (dalam kaitan dengan kesibukan aktifitas kerja).

Di hari Sabtu dan Minggu pertama serta di hari Sabtu di minggu ke dua kami berkesempatan bersilaturrahim ke suatu kawasan yang orang kita di sini menyebutnya sebagai kawasan atas, yaitu di kawasan Mirrabooka, Hepburn, Kinross dan seputarnya. Di kawasan itu kami berkesempatan mengunjungi rumah kediaman beberapa sesepuh orang Bawean, Melayu maupun Kokos, serta kawan kerabat dan handai taolan. Suatu destinasi yang mungkin cukup melelahkan secara fisik, namun sangat melegakan, sangat rileks dan amat fresh dari segi rohani yang dapat membikin kelelahan fisik sirna seketika dan tak punya makna apa-apa.

Friday, September 10, 2010

SELAMAT HARI RAYA FITRI 1431 H

DI MOMENT HARI RAYA FITRI 1431 H INI PERKENANKAN KAMI SEKELUARGA MENYAMPAIKAN SELAMAT HARI RAYA FITRI 1431 H SERTA TAK LUPA KAMI MOHON BERIBU KEMAAFAN ATAS SEGALA SALAH HILAF KAMI.

HARI RAYA DI PERTH

HARI RAYA DI PERTH
WESTERN AUSTRALIA

(Kebersamaan Pada Komunitas Bawean)
Oleh: Aba


Bilamana komunitas Bawean di Australia dalam memasuki awal bulan Ramadhan terdapat jua yang berbeda, maka memasuki awal bulan Syawal dilalui secara bersamaan, bermakna mereka berhari raya secara bersamaan, yaitu jatuh pada tanggal 10 September 2010.

NUANSA KERINDUAN II

‘KERINDUAN’ DI BULAN RAMADHAN
Oleh: Aba

Penghujung Musim Dingin 2010/Ramadhan 1431H
Demikian pula dari kejauhan sana (--sekitar satu jam perjalanan mobil dengan kecepatan maksimum 100Km/h, melintas di high way, atau sekitar perjalanan Malang-Sidoarjo Jawa Timur) ustadz Jamal Siraj telah mengundang kami sekeluarga pula untuk berbuka bersama, aduhai indahnya menikmati perjalanan dengan suasana di bulan Ramadhan. Kendatipun kami saling berjauhan domisili namun hati kami tetaplah dekat. Demikian itulah salah satu seni hidup di alam rantau.

NUANSA KERINDUAN I

‘KERINDUAN’ DI BULAN RAMADHAN
Oleh: Aba

Gosnells, Penghujung Musim Dingin 2010/Ramdhan 1431H

Rindu merupakan salah satu tabiat hati, rindu telah menebar inspirasi pada ekspresi seni, tepercik dalam puisi, syair, roman, dan sebagainya. Kala rindu telah hadir dalam hati, maka mesti dipenuhi apa yang ia hendak agar tunai gejolaknya. Di bulan Ramadhan hidup di perantauan, tiada tidak rindu ‘kan kampung halaman, handai tolan, sanak-famili, dan masa-masa lalupun menjelma bag baru lalu kemaren lusa.

Di alam rantau keberadaan insan seperantauan menebar makna yang tiada tara, berbincang, bercanda dan tawa bersama merupakan obat rindu kami.

Tiada terkecuali tentunya, di Australia. Beruntunglah kami sekeluarga bisa hadir dalam kebersamaan malam-malam taraweh dan bahkan juga undangan buka bersama di rumah ustadz Badrun Akhwan sekeluarga, berbincang berbagai topik-topik ringan hingga humor dan anekdot. Kedekatan rumah kami (--tak tan lebih dari tiga menit naik mobil dengan kecepatan maksimal 60Km/h--) telah menambah kedekatan hati kami.

Wednesday, August 11, 2010

2 little Australians

By: Alba Fatiya Natasha
(Alba Fuad)
In the country side, there live a brother and sister, their name was Thomas and Stefani. They’re always polite, kind and generous. They lived with their father and mother. One day their father was sick and they helped their mother to take care of their father. Every week Stefani help her mother making sure her father have been taking care of properly and have been taking his medicines and Thomas help his mother by making sure his father had enough water in the morning, afternoon, evening till night.
"Will father be alright?" asked Stefani, her mother sigh and looked at both Thomas and Stefani,
'Well........., just as long as we take care of him properly he might be alright." their mother answered, Thomas and Stefani looked down on their feet and their mother gave them a huge hug.
"I'll make sure he'll be alright, ok."
The next morning Thomas took his father water bottle and filled it up with water and Stefani waited patiently until her brother come back with a water bottle filled with water and until her father finish his breakfast so that he can take his medicine. Their father smiled at his two children and his wife then drank the medicine.
In the afternoon they all went to father's bedroom and found that he was asleep,
"Father, I’m sorry to have to wake you up but it's time for you to take your medicine," Stefani said but her father won't wake up.
"Mum..." stammered Stefani, her mother hugged her and Thomas called the ambulance. WIUW WIUW, the siren of the ambulance went, they were on the way to the hospital.
In the hospital they all waited patiently for the doctor. About fifteen minute later the doctor came,
"Is he alright doctor?" asked Thomas
"How is he doing?" asked their mother
"Is he okay?" asked Stefani, apparently the doctor shook his head and said,
"I'm very sorry but we just can't do anything about it. It isn't your fault though, you guys took care of him very kindly and you called us as soon as you knew he wouldn't wake up and didn't brief."
Their mother had a watery eyes and one tear fell on Stefani's hair,
"Oh mother, it's alright, we did try our best," said Stefani, even though that she said that she was also crying.
"Oh, thank you dear, I love you guys, and you know that right," sobbed their mother.
A few weeks later they continued having their happy life but they were also a little sad by the reminder of their father. The bedroom was their treasured, they loved it very much and some of father's clothes were given to the donation but some were kept as their treasured. They still laughed together, cry together and always make sure they were always staying together.

Tuesday, August 10, 2010

RAMADHAN DI WESTERN AUSTRALIA

Oleh: Aba

Sebagaimana dalam masyarakat Islam pada umumnya penentuan awal puasa Ramadhan di Western Australia ada yang mengunakan metode Hisab maupun Ru’yat. Umumnya hal tersebut tergantung pada kebijakan masing-masing masjid, sebab masjid di sini mempunyai pengaruh yang sangat signifikan. Kalau di Indone

sia orang bisa bertanya bagaimana menurut pemerintah, Muhammadiyah, NU, Hisbuttahrir, dan sebagainya, maka di sini menurut masjid mana?, Thornlie, Town, Rivervale, Rockingham, Hepburn, Mirrabooka, Washpool, dan sebagainya. Demikian juga jumlah rakaat dalam shalat taraweh, serta bacaan surah al-Qur’an dalam taraweh apakah akan menghabiskan tiga puluh juz dalam sebulan?. Biasanya kalau menghabiskan tiga puluh juz dengan cara membaca mushaf. Ceramah ataupun hutbah di sini tidak ada sensor, oleh sebab itu ada juga yang tanpa teks.Puasa tahun ini bertepatan dengan penghjung musim dingin, maka waktu malam lebih panjang daripada waktu siang, dan waktu malam akan lebih panjang lagi manakala bertepatan dengan pangkal musim dingin, sebaliknya manakala bertepatan dengan musim panas maka waktu siang akan lebih panjang daripada waktu malam.
Perbauran komunitas Bawean adalah dengan komunitas Melayu maupun Kokos, hal tersebut dapat dimaklumi oleh sebab mereka datang ke Australia Daratan setelah terlebih dahulu settle di Christmas Island sebagai komunitas muslim di pulau itu, sehingga mainstreamnya sebagaimana yang telah terbentuk di sana. Pada setiap weekend biasa diadakan jualan beragam makanan untuk berbuka, dan weekend menjelang Idul Fitri juga dijual beragam kue-kue Hari Raya, biasanya diadakan di area luar Masjid serta di hall. Rumah-rumah makan halal akan dipenuhi pembeli di waktu hendak berbuka. Pengusaha rumah makan halal berasal dari berbagai negara seperti Indonesia, Malaysia, Singapore, Turki, Libanon, Afganistan, dan sebagainya.
Masyarakat muslim di sini mayoritas adalah penganut Suni. Mereka berasal dari Libanon, Turki, Indonesia, Malaysia, Singapore, Afganistan, Mesir, dan sebagainya, disamping terdapat pula penganut Syi’ah yang umumnya berasal dari Iran.Sebagai Negara sekuler pemerintah tidak turut campur dalam hal yang berkaitan dengan pandangan keagamaan dan kebebasan beragama. Untuk menjalankan tata ajaran agama diserahkan sepenuhnya kepada setiap warga.

Keterangan Foto (dari kiri atas): 'Masjid Perth', 'Masjid al-Majid, 'Masjid Rivervale' , 'Salah-stu kegiatan santri madrasah Masjid Rivervale', ' Salah-satu kegiatan di Masjid al-Majid', 'Salah-satu kegiatan santri Madrasah Masjid rivervale', 'Kegiatan berjualan untuk berbuka (pada weekend di bulan Ramadhan) dalam rangka merajut kebersamaan di bulan Ramadhan'.

Monday, August 9, 2010

MARHABAN YA RAMADHAN



Dalam memasuki bulan Ramadhan tahun ini (1431H), perkenankanlah kami sekeluarga menyampaikan ‘SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH DI BULAN SUCI RAMADHAN’, serta tak lupa pula ‘MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN ATAS SEGALA SALAH HILAF KAMI, BAIK YANG DISADARI MAUPUN YANG TIADA DISADARI’.
Keterangan Foto: Masjid Ar-Rukun Rockingham

'PASAR TRADISIONAL’ (MARKET)

PASAR ‘TRADISIONAL’ (MARKET)
DI WESTERN AUSTRALIA
Oleh: Aba

Pasar adalah tempat orang bertransaksi, di situ penjual dan pembeli berpadu. Sebelum dikenalnya mata uang transaksi berupa saling tukar barang, yang demikian itu diistilahkan dengan barter. Setelah uang dikenalkan maka tansaksi jual beli berubah menjadi pertukaran antara nilai uang dan barang, atau antar nilai harga. Masa lalu orang selalu bertansaksi langsung secara fisik, cash, dan biasa
nya saling tawar menawar, namun kini transaksi perdagangan telah begitu maju hingga tanpa yang demikian itu dapat dilakukan, bisa jadi penjualnya di USA sedang pembelinya di Indonesia, pesan makan via telpon bukanlah hal yang aneh termasuk di Indonesia, waktu penulis masih kerja di Indonesia makan siang sering hanya dengan angkat telpon, tentu bukan hanya penulis saja banyak teman yang demikian itu. Walau terdapat berbagai kemudahan semacam itu namun tidak menyebabkan pasar menjadi sepi, sebab pasar juga mempunyai fungsi tak kentara yaitu fungsi rekreatif. Di pasar kita bias duduk santai, berjumpa dengan kawan, tawar menawar sambil bercanda, ngrumpi tak kentara, di pasar modern manakala musim panas kita bisa menikmati AC gratis, di musin dingin bisa menikmati heater gratis, kata lagu jawa kita bisa pula sambil ngumba moto, ya.., banyak ragam bentuk dari fungsi rekreatif ini.

Manakala di masa lalu area pasar tidak seberapa luas, bahkan ada yang hanya sederet penjual saja di pinggir jalan, kini terdapat pasar yang mega luas, bisa satu kampong hanya untuk area pasar, fasilitasnya pun serba canggih, dari tekelnya yang anti gores kendatipun dengan besi berat sekalipun, lift, escalator, alat pantau keamanan, semua serba komputerisasi, dan lain-lain bahasa yang wah-wah. Walaupun pasar-pasar modern tumbuh di mana-mana, pasar tradisional tetap eksis dengan nuansanya tersendiri. Berbagai bentuk kemasan pasar tradisional pun dikenalkan para pengusaaha, dari yang tetap hingga yang berpindah-pindah, dari yang tujuh hari buka dalam satu minggu hingga yang hanya sebulan sekali saja, ada pula pasar yang hanya buka menurut perhitungan hari di jawa, yaitu pasar kliwon, paing legi misalnya, ada pula pasar malam yang hanya musiman saja. Di Western Australia ‘Pasar Tradisional’ atau Mareket tidak selalu buka dalam tiap harinya, ada yang buka Kamis, Jum’at, Sabtu dan minggu saja, ada yang Sabtu minggu saja misalnya, atau bahkan ada yang hanya sebulan sekali saja, di ambil waktu di hari Sabtu minggu pertama awal bulan. Beraneka ragam yang dijual, beraneka ragam yang dijual, aeranya cukup luas. Sebetulnya apa yang dijual dalam dan atau di ‘Pasar Tradisional’ juga terdapat di pasar modern, namun nuansanya amatlah berbeda, sehingga alam kejiwaan kita menangkap sebagai keasyikan, keindahan, kesyahduan, dan atau bahasa apa lagi yang menggambarkan kebersahajaan, terdapat juga yang digelar di area terbuka. Tak tahulah bagaimana penulis harus menggambarkan suasana alam kejiwaan kita kala memasuki area pasar tradisional ini, hanya bisa kita rasakan manakala kita mengunjunginya sendiri. Bisakah dicontoh di negeri kita demi menambah percepatan perputaran uang, khususnya di kalangan pengusaha kecil dan menengah?. Dulu di Bawean ada yang namanya pasar malam, di Malaysia hingga kini ada pasar malam, yang aku tahu di Rawang Slangor.

Yah…, namanya aja mimpi…, dari orang yang mencoba membanding-banding, kalu-kalau mungkin dapat memberi inspirasi.

Friday, August 6, 2010

KETURUNAN ORANG BAWEAN PERTAMA DI OZZI DARATAN

KETURUNAN ORANG BAWEAN
YANG PERTAMA BERDOMISILI DI AUSTRALIA DARATAN
Oleh: Aba

Manakala kita menoleh pada lintasan sejarah, ternyatalah betapa keberadaan kita adalah merupakan bagian dari matarantai dalam rangkaian yang telah dirangkai

Keterangan Foto: Sabaruddin bin H. Muhammad Isa. Pembawaan beliau tenang.

oleh orang-orang terdahulu. Demukian pula dengan dengan keberadaan berbagai corak-ragam generasi demi generasi yang mendiami bumi Australia. Telah tercatat oleh tangan pengamat sejarah bahwa benua Australia telah dihuni oleh orang-orang Aboriginal sekitar 60.000 tahun yang lalu, diantara mereka mencatatnya sebagai rentangan ras Negroid disamping terdapat pula yang mengatakan sebagai ras Australoid.

Keterangan Foto: Abdul Samad bin H. Muhammad Isa. Beliau pandai bermain pencak.

Kedatangan orang-orang dari Sulawesi Selatan (ras Mongoloid) yang kemudian berbaur dengan penduduk asli baru pada abad ke tujuh belas, yang kemudian kedatangan orang kulit putih (ras Caucasoid) bermula pada memasuki akhir abad ke delapan belas (1770), yangmana kedatangan Kapten James Cook telah dikategorikan sebagai peletak dasar settlenya orang kulit putih di Australia hingga pada pembentukan Negara modern Australia.

Adapun kedatangan orang-orang Bawean ke Daratan Benua Australia bermula pada paruh decade tujuh puluhan di abad dua puluh, yang sepanjang pengamatan penulis dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu yang berasal dari ayah dan ibunya berasal dari Bawean serta yang berasal dari ibu orang Bawean sedang ayahnya adalah orang Melayu. Pada kategori pertama, dalam pengamatan penulis adalah Abdul Ghani bin H. Abdul Majid bersama saudara kandungnya yang bernama Puat bin H. Abdul Majid. Mereka memasuki Australia Daratan pada tahun 1975. Sedang pada kategori kedua adalah Abdul Samad bin H. Muhammad Isa bersama saudara kandungnya yang bernama Sabaruddin bin H. Muhammad Isa yang mula memasuki Australia Daratan pada bulan Juli 1974. mereka semua beranjak ke Australia Daratan setelah sebelumnya settle di Christmas Island, dan kini mereka semua berdomisili di Western Australia.

Thursday, August 5, 2010

PERPUSTAKAAN GOSNELLS WA

Oleh: Aba

Perpustakaan adalah merupakan pusat pengetahuan. Dikatakan pusat pengetahuan oleh sebab di sanalah berbagai pengetahuan dapat kita akses. Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa via perpustakaan dalam masyarakat kita sering masih dalam konteks wacana.
Oh iya…, di sini banyak terdapat perpustakaan, semua dengan fasilitas yang modern dan dengan mudah kita dapat menjadi anggota di berbagai (di banyak) perpustakaan, termasuk di perpustakaan Nasional di Pusat Kota (Capital). Perpustakaan yang paling dekat dengan domisiliku adalah perpustakaan Gosnells (Gosnells Knowledge Centre). Di perpustakaan inilah selalunya tempat kami banyak belajar pengetahuan selama di Australia, berbagai bacaan tersedia, termasuk buku-buku yang berbahasa Indonesia, Melayu dan berbagai bahasa di dunia. Tersedia fasilitas untuk segala usia, dari usia pra sekolah hingga manula, tersedia komputer dengan akses internet, CD baik lagu-lagu maupun felm, semua free, kecuali e-mail, mungkin oleh sebab e-mail itu sifatnya yang pribadi dan tidak bersifat pengembangan pengetahuan. Full AC untuk musim panas dan heater untuk musim dingin, serta pelayanan dari para karyawannya yang amat bagus dan manusiawi (aku tidak melebih-lebihkan), dan memang pelayanan publik semacam ini sudah lumrah di sini, yang masih menjadi 'barang mahal’ dan langka di negri kita. Sebagaimana perpustakaan pada umumnya di sini, bahwa di perpustakaan Gosnells ini sering pula dijual buku-buku murah hingga seharga lima puluh sen saja.

ORANG BAWEAN DI MANDURAH WA

SULAIMAN BIN ABDURRAKHIM
KETURUNAN ORANG BAWEAN DI KOTA SATELIT
MANDURAH WESTERN AUSTRALIA

Oleh: Aba

Pada acara kenduri tiga harinya almarhum H. Muhammad Isa bin Sulaiman tatkala kami bersama duduk hendak shalat berjamaah, aku hendak bergeser tempat
Keterangan Foto: Sulaiman Bin Abdurrakhim (posisi duduk berselonjor santai) seusai acara kenduri. Sedang foto-foto selanjutnya adalah di Kota Satelit Mandurah.
duduk, dan orang di sebelahku hendak bergeser tempat duduk pula, aduh.., kopiah ku beradu dengan orang di sebelahku, sepontan aku bilang, ‘sorry, maaf’, lalu kami saling menatap, dan orang sebelahku itu bilang, ‘eee…, apa kabberna…?!’, ternyata orang di sebelahku itu adalah Sulaiman Bin Abdurrakhim yang kami sudah saling mengenal. Selepas shalat dan acara kenduri kami dengan leluasa berbincang dalam bahasa Bawean, bahasa Bawean beliau ternyata amat fasih. Beliau adalah keturunan Bawean dari garis ibu, lahir di Singapore, kakek dan nenek beliau adalah orang Bawean asli, nenek asal Langgundi sedang datuk asal Carabeka. Datuk beliau bernama H. Masykur Kepala (Lora) Pondok Carabeka di Jl. Kelapa, kawasan Kampung Arab semasa di Singapore masih ada Pondok. Maka itu wajarlah bilamana H. Masykur telah dikenal secara popular. Sedang dari garis ayah adalah keturunan Ambon.

Sulaiman bin Abdurrakhim sebelum masuk ke Australia Daratana berdomisili di Christmas Island, dan sebelumnya lagi di Singapore. Beliau masuk Christmas Island pada tahun 1958 dan masuk Australia Daratan pada tahun 1976. Kini beliau berdomisili di Mandurah. Mandurah adalah sebuah Kota Satlit yang indah, ia merupakan kawasan wisata yang menarik, di sinilah antara lain festifal kepiting (crab festival) di adakan dalam setiap tahunnya. Bila hendak ke Mandurah menyenagkan bila naik Kereta api, ambil tiket one day, sampai di Stasiun Kereta Api Mandurah pindah naik Bis (free), kita akan dapat menikmati indahnya kawasan itu dengan berbagai fasilitas dan obyek-obyek yang menarik, sungai dan pantainya begitu teduh, tempat-tempat makan minum yang bernuansakan keindahan alamiyah berpaadukan dengan alam modernitas.

Beberapa kali Sulaiman Bin Abdurrakhim telah berkunjung ke Bawean, beliau masih keluarga juga dengan K.H. Buang Langgundi, beliau banyak berbincang tentang KH. Buang. Bila terbaca blog ini tak lupa salam buat KH. Buang yang dikaguminya, demikian pula beserta segenap keluarganya.

Wednesday, August 4, 2010

KENDURI KEMATIAN

KENDURI KEMATIAN PADA KOMUNITAS ‘KITA’
DI WESTERN AUSTRALIA

Oleh: Aba
Pada komunitas Melayu, Kokos dan Bawean pada khususnya atau bagi mereka yang berbasis Christmas Island pada umumnya setiap terjadi kematian dalam keluarga selalu diadakan pembacaan Surah Yasin, Tahlil dan Do’a Arwah, yang biasanya hari pertama hingga ketujuh diadakan setiap hari, kemudian nantinya pada hari keempat puluh, dan seterusnya sebagaimana yang kita kenal pula di antara kalangan masyarakat Islam di Indonesia.
Demikian pula atas wafatnya bapak H. Muhammad Isa bin Sulaiman, pembacaan Surah Yasin, Tahlil dan Do’a Arwah diadakan hari pertama hingga hari ketujuh. Nampak dalam foto, yang hadir dari berbagai kawasan seperti Mandurah (lk. 55 menit bila dengan perjalanan mobil lewat high way yang berkecepatan 100km/jam), Rockingham (lk. 45 menit bila dengan perjalanan mobil lewat high way yang berkecepatan 100km/jam), Fremantle (lk. 55 menit bila dengan perjalanan mobil lewat high way yang berkecepatan 100km/jam), Hepburn (lk. 50 menit bila dengan perjalanan mobil lewat high way yang berkecepatan 100km/jam), Mirrabooka (lk. 35 menit bila dengan perjalanan mobil lewat high way yang berkecepatan 100km/jam), serta kawasan sekitar dengan jarak yang lebih pendek lagi. Di antara mereka Nampak Imam Masjid Rivervale (yang memimpin acara), yaitu Al-Ustadz H. Abdul Jalil, Presiden Masjid Rivervale, yaitu encik H. Usman, serta Presiden Masjid Al-Majid, yaitu encik H. Syamsuddin. Berhubung domisili yang saling berjauhan itu maka biasanya diadakan shalat berjamaah, dan Nampak jama’ah hingga ke halaman rumah. Nampak pula orang Bawean dan keturunan orang Bawean kelahiran Singapore, Christmas Island maupun kelahiran Australia Daratan (Benua).

NUANSA KEGELAPAN

Oleh: Aba
Kegelapan dapat mencipta ketakutan,
oleh sebab takut itu maka manusia mencari perlindungan,
maka bermohonlah mereka pada yang ditakutinya itu agar ketakutan dapat teratasi, sehingga dengan demikian harapan rasa tentran akan didapati,
dengan demikian lalu patuh dan sujudlah mereka padanya;
perhatikan sikap mereka terhadap tempat-tempat angker, keramat, pepohonan besar nan menyeramkan, sungai besar, goa, dan sebagainya.
Mengapa?!!, karena itu diantara yang ditakuti.
Maka sesajen-sesajen dan persembahanpun diciptakan dalam berbagai rupa bentuk dan sifatnya.

MENGGAYUH MEMAHAMI EKSISTENSI TUHAN

Oleh: A. Fuad Usfa Eksistensi Tuhan Berbicara tentang Tuhan berarti berbicara suatu yang gaib, abstrak. Tidak bisa ditangkap dengan penca in...