Thursday, April 29, 2010

CUACA SENJA DI PERTH DAN SEKITAR

DI TANGGAL 22 MARET 2010

Oleh: Aba

Perth, 25 Mart 2010

Suatu sore di hari Senin, 22 Mart 2010, memasuki musim gugur di tahun ini, kami sekeluarga pergi ke pusat kota Perth, dari Gosnells kami melihat gumpalan awan hitam berarak bagai menyelimuti kota Perth dan sekitar. Kami memutuskan untuk tidak drive, dan kami naik kereta api, sedang mobil kami parkir di stasiun Kereta Api Gosnells. Memasuki pusat kota gerimis mulai turun, suara Gunturpun menderu, kilat nampak pula mencercahkan cahayanya. Tak lama KA sampai, dan kami turun bergegas ber

sama penumpang lainnya. Hujanpun turun dengan derasnya yang diiringi angin kencang. Kami berteduh di perpustakaan. Sebagaimana biasa perpustakaan besar dengan beberapa lantai itu di penuhi banyak pengunjung pecinta ilmu, tak terkecuali student dari berbagai negri dengan menggunakan fasilitas modern yang tersedia di sana. Kami tidak membawa kartu perpustakaan, oleh sebab memang tidak bermaksud mengunjunginya, anak-anak hanya asyik mengamati buku dan fasilitas internet, aku amati pula Syarif dan Alba kadang becanda naik turun tangga, sesekali dari lantai atas mereka memanggil aku, ‘aba, aba’, panggilnya sambil melambai-lambaikan tangannya; aku duduk di salah satu lobi di lantai satu. Sesaat kami sempatkan pula menikmati kehangatan capucino di Café yang terletak di salah-satu sudut lantai yang sama. Gamal bertanya pada aku, ‘apakah aba membawa kartu library?’, saya jawab kita hanya ada waktu sebentar saja, di luar hujan sudah mulai reda, kita akan segera ke luar; dan ia paham. Di perpustakaan itu juga dijual buku-buku dengan harga murah, banyak juga yang seharga limah puluh sen, dari buku-buku ilmiyah hingga buku-buku fiksi, dari edisi biasa hingga edisi lux tersedia, dan yang demikian itu sudah biasa dijumpai di berbagai perpustakaan di sini. Memang, stimulus (rangsangan) untuk tumbuh kembangnya minat baca amatlah tinggi di sini.

Kami ke luar dari perpustakaan, hujan tidak lagi lebat, hanya gerimis saja, kilat masih terlihat bermain di angkasa, gemuruh Guntur masih menderu, matahari sudah mulai condong dengan mendung menghalangnya, kami berjalan cepat-cepat, sesekali berlari kecil mencari tempat berteduh dari percik sang gerimis.

Di jalan genangan air cukup tinggi, juga memasuki toko-toko di deretan kanan-kiri jalan raya, tak terkecuali di beberapa area parkir. Mengamati keadaan sekitar dapatlah ditebak bahwa hujan yang tak berapa lama itu tentu amatlah lebat, namun kami tak tahu akannya oleh sebab mengurung diri di perpustakaan yang berdiri tegar dengan besar dan gagahnya itu. Selanjutnya kami masuk ke sebuah erea yang bernuansakan bangunan Cina, yaitu area ‘pusat makan-minum’ (food court), di situ tertulis ‘Old Sanghai’, tapi tak seperti biasa, pintu gerbangnya tertutup, tentu dimaksudkan untuk menghambat aliran air yang meluap dari jalan raya, hanya pintu samping saja yang terbuka. Pengunjung cukup ramai jua. Senja telah tiba kami pikir sudah masanya pula untuk makan

Pada Foto: Suasana Library Saat Cuaca Cerah

malam sekalian.

Dari food court kami menuju stasiun KA, kami melewati kawasan Pusat Budaya, lalu menyebrang jembatan atas yang menghubungkan Pusat Budaya dengan stasiun. Dari tengah jembatan aku potret suasana jalan raya via HPku. Di ufuk barat nampak sinar surya yang keperakan memecah mendung tipis, tak ada mega di senja itu. Di stasiun kami dapat tahu bahwa KA tidak jalan, lagi ada gangguan, kata sang petugas. Kami melanjutkan perjalanan menuju pusat pertokoan, langsung lewat jembatan yang menghubungkan stasiun ke lantai dua di salah satu mall, dari lantai dua itu kami melihat genangan air di area parkir. Suasana lengang, pertokoan sudah mulai tutup, toko buku ‘Borders’ masih buka, kami masuk toko buku yang terbilang besar itu, di tengah toko buku itu terdapat Café, tapi saat itu Café sudah tutup. Selepas itu kami ke stasiun KA dengan maksud untuk pulang, dan Alhamdulillah KA sudah bisa melayani para penumpang.

Sampai di Gosnells ternyata keadaan lampu mati, gangguan jaringan listrik, di rumah tinggal kami tak terkecuali, maka kami menyalakan lilin, namun aliran listrik di rumah kami menyala lagi lepas tengah malam.
Pada Foto: Suasana Stasiun KA Di Malam Hari Saat Cuaca Cerah

Dini hari aku berangkat menuju ke sebuah titik destinasi dan baru menjadi tahu banyak lampu lalu-lintas yang tidak nyala; ’dangerous’, itu yang ada dalam pikiranku, tapi saat itu arus lalu-lintas masih amat sepi, masih ‘satu-dua’ saja kendaraan yang lalu-lalang, namun demikian aku harus mengendarai dengan amat hati-hati. Alur yang aku lewati adalah alur dengan dengan kecepatan maximum 60 km/jam, kecuali hanya ada satu alur pendek dengan alur kecepatan 70 km/jam, di sini aturan betul-betul jalan, berbagai macam perangkat digunakan untuk menegakkannya. Memasuki area parkir titik destinasiku, tepat di pertigaan (masih dalam area parkir) aku dapati sebuah pohon tumbang hampir menutup akses, namun untuk sebuah kendaraan tak masalah. Tiada lama kemudian Polisi turun tangan mengatur arus lalu-lintas, dan selang beberapa saat kemudian semua gangguan jaringan listrik kembali normal.

Di pagi itu aku 'membolak-balik' Koran, dan barulah aku tahu bahwa ternyata hujan dan angin kencang di senja kemaren lalu telah menyebabkan banyak pohon tumbang, cabang dan ranting pohon patah bagai di cabik-cabik, buruknya cuaca di senja itu telah pula turut menuangkan hujan es di beberapa kawasan yang telah menyebabkan kerusakan berbagai barang, kaca-kaca rumah dan mobil yang tertimpanya menjadi pecah, demikian pula bodi-bodi mobil jadi pesot, genangan air terjadi di mana-mana, termasuk di jalan raya bawah tanah (terowongan), gangguan jaringan listrik telah menyebabkan kerusakan berbagai elektronik. Jutaan dolar kerugian yang dialami. Aku tak menyaksikan sendiri kesemua kejadian dan kerusakan itu, melainkan hanya sebagian kecil saja, aku hanya membaca dan mendengar beritanya lewat Koran, TV dan berbagai sumber yang saheh.

Tak ada keresahan apa-apa, tak ada isu politik, masyarakat berinteraksi dengan baik, semua berjalan sesuai dengan titik sentuhnya, menurut bidangnya masing-masing, sistem telah berjalan dengan baik, pemerintah telah dengan sigap mengatasi berbagai akibat dari buruknya cuaca di senja itu.

Friday, April 23, 2010

ANZAC DAY MEANS TO ME

Digubah Oleh: Alba Fathiya N (Alba Fuad)




Many men stood up to fight, in Australia
For the first time men were fighting under the Australian flag at Gallipoli
Where they earned the name ‘ANZAC’
They showed teamwork, mateship and courage;

The soldiers fought in all types of conditions and weather
Many of them died during the conflict
Others had terrible wounds and many were permanently disfigured
They were proud to help our country and others;

Today, they sell poppies to remind us of their sacrifice
Soldiers still go off to fight for peace, in our world

Will wars never end?!!!

Pada Foto Di Atas: Alba ( duduk paling depan baris ke dua dari kanan).

ALBA DAN GUBAHAN 'ANZAC DAY’

Oleh: Aba


Alba (siswa Gosnells Primary School, year 7), ia telah menggubah makna ANZAC Day, dan gubahannya itu telah terpilih di sekolahnya, maka ditunjuklah ia untuk membacakan gubahannya itu dalam acara kegiatan hari kepahlawanan bangsa Australia dan New Zealand yang disebut dengan ANZAC (Australia New Zealand Army Corps) Day dan selalu diperingati setiap tanggal 25 April serta pula merupakan hari besar nasional.
Di panggung, di hadapan seluruh siswa di sekolahnya, para orang tua/wali siswa, dewan guru, para official dan undangan ia berlaga, bagai sang pahlawan yang terlukis dalam gubahannya.

Congratulation Alba.

Pada Foto Di Atas: Alba (memegang map merah) sedang di atas Panggung, siap membacakan gubahannya.

Monday, April 19, 2010

SANG GENERASI (2)


Oleh: Aba

1. Nama
Nama: Abdillatif Bin H. Muhammad Isa, ia dikenal secara luas di kalangan orang-orang Melayu, Kokos maupun Bawean di Westen Australia. Ia adalah putra ke 7 dari pasangan H. Muhammad Isa Bin Sulaiman-Hj. Sumriyah Binti h. Ismail (baca Sang Generasi 1).

2. Dari Christmas Island, Singapore Dan Awal Di Australia
Abdullatif lahir di Christmas Island pada tahun 1952, yang pada saat itu Christmas Island masih di diletakkan dibawah Singapore. Pada usia 19 tahun ia ke Singapore, tepatnya pada tahun 1971. Oleh sebab ia kelahiran Christmas Island sebelum tahun 1957, maka ia terhitung masuk dalam kewarganegaraan (citizen) Singapore ('azas Iussolli'), namun oleh sebab pada tahun 1957 Christmas Island beralih di bawah pemerintahan Australia, maka ia juga mempunyai hak untuk memilih kewarganegaraan Australia. Sehubungan dengan itu, maka pada tahun 1974 ia balik sebentar ke Christmas Island hanya untuk keperluan mengurus permohonan kewarganegaraan Australia, dan kemudian segera kembali lagi ke Singapore. Pada tahun 1979 ia berangtkat ke Australia, yaitu ke Australia Barat. Dari Singapore langsung ke Perth dan tinggal di sana selama lebih kurang satu bulan, yang
selanjutnya ia ke Geraldton dan di situ ia tinggal dan bekerja selama enam bulan.

3. Menikah
Pada tahun 1980 ia menikah dengan gadis asli Eropa bernama Christina. Christina kelahiran England, dan kedua orang tuanya adalah asli England. Pada waktu ia berusia delapan tahun kedua orang tuanya pindah ke Australia dan Christina ikut bersamanya. Di Australia ia adalah teman sekelas daripada Habibah (adik kandung daripada Abdullatif), dan Abdullatif kenal dengan Christina semenjak ia masih di Singapore, yang kemudian melangsungkan perkawinan setelah setehun kala ia sampai di Australia (1980). Adapun penguhu nikah adalah ayah daripada Abdullatif sendiri, yaitu H. Muhammad Isa Bin Sulaiman yang saat itu juga sebagai Penghulu*). Mereka kawin secara Islam, dan Christina memeluk Islam dengan merubah nama menjadi Nur Lina. Selepas melangsungkan pernikahan Abdullatif bekerja di Port Headland selama kurang lebih delapan tahun (1980-1988), yang selanjutnya pindah ke ‘kawasan Perth’ hingga sekarang.

4. Aktif Di Masjid ‘Ar- Rukun’ Rockingham
Abdullatif dan Nur Lina pernah ikut ambil bagian dalam aktifitas di Masjid Ar-Rukun Rockingham, oleh sebab jarak antara Rockingham dan tempat tinggalnya relatif berjauhan maka sejak tahun 2009 mereka sudah tidak aktif lagi. Abdullatif juga aktif dalam kegiatan hadrah (main hadrah, dan bahkan sebagai pelatihnya).

5. Keturunan
Dari perkawinannya itu mereka telah dikaruniai enam orang anak, yaitu empat laki-laki dan dua perempuan. Dua diantara anaknya telah berumah tangga dan mempunyai anak pula, yang berarti mereka telah dikaruniai cucu.

6. Darah Musik
Abdullatif mempunyai hobbi bermain musik, bersama putranya ia tampil dalam berbagai acara, seperti misalnya acara perkawinan, baik di ‘kawasan Perth’, Geraldton, Bunbury, dan lain-lain. Kini ia sedang mengkader putra bungsunya yang bernama Delson (lihat foto). Delson sedang duduk di bangku Primary School year 6. Saat penulis datang bertandang ke rumahnya Dalson sedang asyik tiduran bermain games hingga penulis hendak pamit dan spontanitas penulis minta izin memotretnya, sedang di sebelahnya terdapat sebagian instrument musik yang selalu digunakan untuk tampil. Sebagaimana biasa senyum yang terkulum selalu mengiringi dari bang Latif, demikian penulis selalu memanggilnya. Selepas memotret itu penulis mohon diri.

----------
*) Setelah masa H. Muhammad Isa, H. Miftah adalah juga sebagai Penghulu, dan ia adalah orang Bawean Asli.

Thursday, April 15, 2010

SANG GENERASI (1)

Oleh: Aba


Bicara tentang orang Bawean, banyak sisinya, ada dari sisi budaya, agama, etnik, dan sebagainya. Kali ini penulis akan melihatnya dari sisi yang lain, yaitu dari sisi percampuran darah, khususnya dengan etnik Caucasoid.

Terdapat tiga ras utama di dunia, yaitu Mongoloid, Nigroid dan Caucasoid (ada pula yang berpendapat, terdapatnya satu ras lagi yaitu Australoid). Oleh karena adanya perbauran, maka terdapatlah berbagai-bagai etnik yang tersebar di dunia.

Di Australia telah tercatat bahwa sepanjang abad ke-17 orang-orang nelayan Bugis datang ke benua Australia dan berbaur dengan penduduk asli, dan dalam perkembangan selanjutnya dominasi penduduk asli sangat kuat, namun bagaimanapun ‘kesulawesian’ masih pula memburat pada keturunan-keturunan mereka. Pada masa kemudiannya, yaitu di tahun 1770 Kapten James Cook (Inggris) mendarat di pantai timur Australia, dan selanjutnya pada tahun 1788 dibangunlah Pelabuhan Jackson oleh Kapten Arthur Phillip di New South Wales, maka masa itu dapatlah dicatat sebagai gerbang menuju Australia modern. Keberhasilan Australia dalam mengembangkan Negara modern telah merangsang kedatangan orang-orang dari berbagai Negara dan bangsa, termasuk orang-orang Bawean di paruh dekade ke tujuh di abad dua puluh. Pergaulan antar mereka tidak mungkin bisa dielakkan, dan dari pergaulan itu terdapat diantara mereka yang saling menaruh simpati, perkenalan yang rapat dan jatuh hati, selanjutnya terajutlah ikatan perkawinan. Adakah diantara mereka itu yang dari keturunan orang Bawean?. Tentu banyak, apakah itu dari ayah dan ibu Bawean, atau juga yang ayah/ibu berdarah Bawean sedang pasangan ayah/ibu dari orang Melayu, dan lain-lain. Dalam kesempatan ini penulis kemukakan diantara mereka itu, yaitu kakak beradik yang bernama Sandora dan Irfan.

Suatu saat, selepas senja penulis bertandang ke rumahnya, kala mereka sedang duduk asik bermain komputer penulis sempatkan memetik gambarnya, mereka sama tersipu-sipu, dari pengambilan gambar yang spontanitas itulah penulis tayangkan di blogs ini.

Ibu mereka bernama Habibah, ia berdarah Bawean-Melayu, dari pasangan H. Muhammad Isa bin Sulaiman (kelahiran Perak Malaysia, ayah bernama Sulaiman dan ibu bernama Kamariyah) dan Hj. Sumriyah binti H. Ismail (kelahiran Christmas Island tahun 1929, ayah bernama H. Ismail dan ibu bernama Hj. Maryam, asal Desa Lebak Sangkapura Bawean. H. Ismail wafat di Arab, adapun Hj. Maryam wafat di Singapore). Sedang ayah mereka (ayah Sandora dan Irfan) berdarah campuran antara Prancis-Italia dan Spanyol, jelasnya ayah daripada ayah Sandora dan Irfan (kakek Sandora dan Irfan) berdarah campuran antara Prancis, Italia dan Spanyol, sedang Ibu daripada ayah Sandora dan Irfan (nenek Sandora dan Irfan) berdarah Prancis dan Spanyol. Irfan kini sedang duduk di bangku Primary School Year 4, sedang Sandora Year 7. Telah terdapat pula diantara mereka yang berdarah campuran (Bawean-kulit putih) yang telah berumah tangga.

MENGGAYUH MEMAHAMI EKSISTENSI TUHAN

Oleh: A. Fuad Usfa Eksistensi Tuhan Berbicara tentang Tuhan berarti berbicara suatu yang gaib, abstrak. Tidak bisa ditangkap dengan penca in...