Saturday, October 19, 2013

SEMALAM DI MALAYSIA

Ingat tidak dengan film Indonesia yang berjudul Semalam Di Malaysia di tahun 1975, dan sebelum itu juga ada lagu dengan judul yang sama yang dipopulerkan melalui suara Sam Dlloyd. Di film itu Victor Abdullah yang diperankan oleh Sam Bimbo diumpamakan sebagai sang penyanyi pop Malaysia. Aduhai..., untuk apa ya hanya semalam di Malaysia, buang-buang waktu aja ya...; dan, ternyata aku pun punyaya pengalaman sendiri semalam di Malaysia.

Pada tahun 2006, aku bersama seorang Notaris Surabaya (-beliau berkantor di JL. Semarang, tak jauh dari Pasar Blauran-), berkelana ke Malaysia hanya untuk semalam saja. Sebelumnya beliau juga telah melawat ke negeri jiran ini, dan, beliau banyak fulus, bukan orang macam ana tentu.

Saat matahari telah naik menerangi bumi kami sampai di Kuala Lumpur, kami langsung ke Bukit Bintang menuju hotel. Aku suka suasana Bukuit Bintang. Setelah kami mandi dan merapikan badan, pergi menelusur trotoar dan masuk restoran. Tak lama kemudian telpon (HP) berdering, seorang Guaman (Lawyer) dari kawasan Slangor hendak bertemu kami, kami katakan bahwa kami sedang makan siang di restoran x (aku lupa namanya). Tak lama kemudian beliau datang, alangkah baik hatinya beliau, hingga khirnya berpisah. Saat selepas waktu Maghrib seorang datuk hendak menjemput kami sebagai tamu di rumah beliau, dan tak lama kemudian beliaupun datang. Dengan mobil mewahnya kami menelusur jalanan mega politan menuju Syah Alam, jalanan paadat dengan kendaraan, lampu-lampu gemerlat mempesona. Sampailah kami di kediaman beliau, di suatu pemukiman elit, kami dipersilahkan masuk dan diterima dengan senag hati. Selepas itu kami diajak keluar menuju sebuah hotel megah, kami dijamu makan malam di sana. Kami berbincang apa yang bisa kami bincang, waktu itu aku minta pada beliau agar aku diberi akses untuk dapat menjalin hubungan kerjasama dengan Kantor Pengacara (Guaman) di Johor Bahru, dan beliau memberi akses untuk menghubungi kepala kantor yang juga masih berada di bawah naungan beliau. Alhamdulillah, demikian bisik kalbuku, yang berarti aku nantinya akan mampu membikin akses dari utara (Kedah) ke Selatan. Untuk kedah kami punya akses melalui ncik Abdul Muis, dan beberapa Peguam (lawyer) juga telah menyanggupi untuk memberi akses pada beberapa instansi hukum di Malaysia, dan juga ada yang menyanggupi untuk akses ke Brunai Darussalam, semua itu sudah aku laporkan ke lembaga kami, termasuk kepada pak Soeparto sebagai Kepala Hubungan Internasional. Kembali pada pembicaraan di atas; selepas makan malam itu kami diantar kembali ke hotel di mana kami menginap.

Hari telah makin larut, namun orang-orang makin ramai, dan makin ramai, kami turut menikmati keramaian itu, kami duduk di area tempat makan-makan, ramai sekali orang, kami pesan teh tarik, dan tergiur juga untuk turut mencicipi makan, maka kami pesan makanan. Malam makin larut, dan..., dem..., dem..., dor..., dor..., dar dir dor dem..., suara itu mengelegar..., percikan api meloncat-loncat..., ke angkasa luas..., kembang api yang beraneka ragam telah menghias Kuala Lumpur saat itu. Saat itu adalah bertepatan pada malam Hari Kemerdekaan Malaysia, di ujung bulan Agustus. Setelah kembang api itu usai, orang-orang mulai surut, dan kami masuk hotel, lalu berbaring dan lelap.

Menjelang subuh kami sudah bangun, sang Notaris kita menyegat taxi untuk menuju KLIA, bandara modern nan mewah, sedang aku meluncur menuju Selatan, untuk memasuki Negara Kota Singapore. Di Negara Kota ini aku mencoba merangkai hubungan penjajagan kerjasama juga, melalui Muhammadiyah Singapore, kami dikenalkan dengan encik Ahmad Khalis (Corporate Adviser), dan beliau telah merangkum rencana kerja yang kiranya mampu untuk kami lakukan, itupun telah aku laporkan ke lembaga kami.

Dari Singapore, lalu kami ke Batam, untuk evaluasi magang mahasiswa kami di PT. Epson, dan kami menyebrang ke Tanjung Pinang, semalam di tanjung Pinang, balik Batam, dan meluncur dari Hang Nadim menuju Juanda Surabaya. Diangkasa nan luaas, kutatap keluar jendela pesawat, gumpalan asap memutih bagai saalju, gumpalan itu berarak, dan, benakku berbisik, bermimmpikah aku...?!.

LARI PAGI

Saat ku mahasiswa dulu, saat ku di kota Malang, kota dingin dan kota pelajar; bila kewajiban subuh telah ku tunaikan, selalu ku mengitar kota, alun-alun bundar dan alun-alun kota tak terlupakan, berlari pagi dengan semangat muda...

JOURNEY HIDUP

Journey hidup adalah keniscayaan
Melangkahlah apapun di hadapan
Kemudahan dan sandungan adalah irama hidup
Tak ada kegagalan, yang ada adalah keberhasilan
Kata kegagalan tak lain hanyalah stigma.

KESAMAAN DERAJAT

Dalam masa yg cukup lama aku pernah terjerat dalam pandangan normatif, ciri utama pandangan ini adalah hanya aku dan pihak kita yang benar, dan yg lebih parah lagi adalah ialah yg berhak untuk hidup, di luar kita adalah salah, lebih parah lagi harus kita lawan dan nyahkan..., kita tak mau menerima pandangan orang lain, namun orang lain itulah yg harus menerima pandangan kita...

Kemuadian aku berpikir, ini adalah suatu sikap kesombongan, kita telah mendaulat diri kita menjadi tuhan ('t' kecil).

Kalau diri kita boleh dan berhak menentukan pandangan kita, termasuk untuk tidak menerima pandangan orang lain, mengapa orang lain tidak boleh dan (bahasa gamblangnya) tidah berhak menentukan pandangan mereka termasuk utk menerima atau tidak menerima pandangan kita (orang lain)...?!.

Aku jadi sedih menyaksikan, betapa banyak mereka yg memaksakan pandangannya, apa lagi dengan segala macam terror2 baik yg nyata maupun terselubung, caci maki dan hujatan, baik dg sesama apalagi mereka yg dianggap musuh.

Di mana kesamaan derajat yg justru menjadi semboyannya juga...?, paradoks bukan...?.

Kita mempunyai derajat yang sama.

DIPERJALANAN

Di suatu senja aku memasuki kota Johor Bahru, aku ingin menikmati malam di kota itu, aku harus bermalam, dan baru masuk Singapore keesokan harinya, aku menyewa sebuah kamar di lantai dua di suatu hotel sederhana, aku tengok dari jendela orang-orang melakukan aktifias tak henti-hentinya, ternyata 24 jam. Di tengah malam aku turun dan makan di rumah makan India, di pojok sana berdiri 'sang bidadari' mencari 'mangsa'.

Friday, October 18, 2013

BLACK BOY

XANTHORRHOAEA
Spises tumbuhan yang terdapat di Australia
Pohon ini indah nian, bisa berumur ratusan tahun, growingnya lambat, dalam foto ini kira2 usianya 75 tahun. Pohon ini populer dengan sebutan 'black boy' oleh sebab batangnya yang sangat hitam, maka kalau orang mula tahu pohon ini dikira baru saja terbakar.

BOS, PELAJARAN YANG AKU TANGKAP

Saya tangkap suatu pelajaran, bahwa orang barat saat menjadi boss tidak menggunakan kekuasaan (power) nya secara penuh..., maka itu mereka mudah menyesuaikan dengan aturan dan rasa kemanusiaan (mau memahami sesama)..., mereka memaknai kekuasaan bukan miliknya, melainkan tak lebih adalah sebagai amanah yang dibebankan kepada mereka yang mana terikat dengan aturan dan tata nilai..., oleh sebab itu tatkala bawahan sekalipun membantahnya dipahami sebagai membantah batas kewenangannya, bukan membantah diri peribadinya, maka itu ukurannya jadi jelas..., bukan hati dan 'diri' (siapa aku?) yg ukurannya tak menentu...

PEMILU DI AUSTRALIA

Tulisan ini dokopi dari status fesbukku...
Pemilu di Australia... Kemaren (Sabtu, 7 September 2013) telah dilakukan pencoblosan..., aktifitas masyarakat berjalan seperti biasa, tak ada riak2 politik apapun yang menggelitik hati masyarakat, mereka hanya melihat program yg ditawarkan..., pertarungan politik dipahami urusan politikus yang tentu saja untuk mengawal masyarakatnya. Tiga kali pemilu telah aku saksikan..., di arena pencoblosan gambar2 figur dan partai yang berlaga terpampang besar2..., hingga penuh... 
Hari Rabu tiga hari sebelumnya aku berjalan (di Thornle), di depan salah satu rumah terpampang gambar figur suatu partai, gambar itu cukup besar, lalu sang penghuni rumah bilang, lihat, lihat itu gambar..., seraya mengarahkan telunjuknya..., aku menoleh dan bilang...'oooo..., yeah...', dia hanya tertawa ceria...
Semoga pola2 yg seperti inilah yang menular ke seantero bumi... Aku suka..., aku setuju..., ku ucapkan 'SELAMAT', semoga menjadi titik embun kesejukan bagi setiap ummat manusia..., amin...

AROMA BUNGA DI MUSIM SEMI

Di hari Rabu kemaren lusa (9 Oktober 2013), aku jalan kaki di suatu kawasan pemukiman penduduk, yaitu di Thornlie, dari jam 11 hingga jam 1 siang (2 jam), walau tengah hari namun udara musim semi sangatlah bersahabat, kawasan itu agak membukit..., langit membiru, angin bertiup sepoi2, ragam bunga bermekaran..., dalam benakku berbisik, betapa bersih, teratur, rapih, indah..., satu hal yg aku rasakan sangat menakjubkan..., aku betul2 memperhatikan sekali, bahwa selalu aku menghirup2 udara dengan sadar, kadang aku rasa2kan, hirup dan hirup (ehf ehf ehf...), aku sangat suka, sungguh sangat menakjubkan..., di setiap langkah udara dipenuhi aroma harum bunga2...

MAMAYSYA ANAKKU

Cerpen
Dalam rangka hari ibu kali ini, dalam sempitnya waktuku (khususnya di hari ini), kusempatkan menulis fiksi dalam bentuk cerpen, yg aku kasih judul 'MAMAYSYA ANAKKU'.
MAMAYSYA ANAKKU
Mamaysya adalah seorang sosok wanita terpelajar yang hadir dari keluarga miskin, nama ayahnya Landuk dan ibunya bernama Siti.  Perjalanan hidup Mamaysya telah menguak misteri, Tuhan telah membuka jalan mengantar Mamaysya menjalani kehidupan yang berbeda dengan kedua orang tuanya, ia wujud sewbagai seorang wanita modern dan terpelajar. Pengalaman hidupnya trlah banyak memberi pelajaran akan nilai-nilai keutamaan.

Ayahnya telah berpulang keharibaanNya kala Mamaysya berusia dua tahun, ibunyalah yang membesarkan Mamaysya seorang diri.

Suratan takdir telah mengantar Mamaysya menjadi seorang wanita karir yang terbilang sukses. Dengan kelembutannya Mamaysya membina beberapa banyak anak buah, ia adalah seorang menejer muda.

Di suatu senja dua hari menjelang hari yang disebut orang sebagai hari ibu Mamaysya duduk seorang diri di teras rumahnya, pikirannya menerawang akan kemulyaan hati ibunya, lalu menjalar pada nasib seorang janda tetangganya sendiri, yang mana ia telah begitu tegar dalam membina anak-anaknya, Mamaysya pun tahu persis bahwa tetangganya itu begitu lurus dalam menjalani hidup, tiada pernah pula melakukan suatu yang merugikan orang lain demi nafkah keluarganya, ia berjalan di atas kejujuran. Berbeda dengan keadaan ibunya yang janda karena kematian ayahnya, tetangganya itu janda karena dicerai suaminya. Terbersit pula kekaguman Mamaysya atasnya, oleh sebab di saat mana suaminya telah rebah dalam pelukan dari wanita satu ke wanita yang lain, ia tak tergoyahkan, hanya anak-anaknya yang selalu dalam benaknya, yang tentu hal seperti itu banyak pula terjadi pada wanita-wanita lain.

Di suatu saat, di bulan Mei, bulan kelahiran Mamaysya, ia mengajukan suatu pertanyaan pada ibunya, 'mak..., bila aku ingat-ingat, emak tidak pernah meminta suatu barang apapun dariku mak..., sedang bila aku memberi sesuatu barang pada emak, sekecil apapun emak selalu menerima dengan sangat senangnya, dan emak selalu mengatakan terimakasih..., ketahuilah mak..., tanpa mengatakan itupun aku telah tahu mak, ya..., tahu dari raut muka emak...; betapa besar penghargaan emak untuk aku..., padahal betapa besar pengorbanan yang telah emak berikan buat aku mak..., dan amatlah tiada terhingga mak...'. Mendengar pa yang diutarakan anaknya itu ibu Siti serta merta menukas, 'anakku Mamaysya..., engkau mesti paham nak..., bahwa aku adalah orang tuamu..., ibumu...; kehadiranmu ke dunia ini bukanlah atas kemauanmu, karena orang tuamulah engkau hadir. Anakku Mamaysya..., engkau mesti paham nak..., bahwa emak mesti bertanggung jawab wahai anakku..., emak mesti mengantarkan engkau sebaik mungkin yang emak mampu...; wahai anakku Mamaysya... janganlah engkau memandang segala kebaikan emak (-manakala memang itu baik-) sebagai hutang budi  wahai anakku..., karena itu semata-mata tanggung jawab emak anakku...; batapa besar rasa terima kasih emak buatmu nak..., di saat emgkau memberikan sesuatu pada emak..., apapun juga bentuknya wahai anakku..., karena itu adalah wujud kemuliaan hatimu... Ketahuilahb wahgai anakku..., emak tak berharap sesuatu barang apapun darimu nak..., oleh sebab segala kiprah baikmu sudah merupakan pemberian yang tiada ternilai bagi emak wahai anakku Mamaysya..., ketahuilah wahai anakku. Pandangan mata Mamaysya terpaku menatap wajah ibunya yang mulai nampak kerutan ketuaan, ibunya yang selama ini ia kagumi semakin dikaguminya, hati Mamaysaya amatlah bahagia sedang air matanya menetes sebagai pertanda keluluhan hatinya, lalu Mamaysya memeluk ibunya dengan erat, erat dan erat sekali. (Perth, 12 Mei 2013).

MENGGAYUH MEMAHAMI EKSISTENSI TUHAN

Oleh: A. Fuad Usfa Eksistensi Tuhan Berbicara tentang Tuhan berarti berbicara suatu yang gaib, abstrak. Tidak bisa ditangkap dengan penca in...