Saturday, December 31, 2016

WASPADA UNTUK KOTA

Oleh: A. Fuad Usfa
#fersi...
Kita perlu menjaga kota dari penguasaan kelompok pemutlakan, mereka bisa melakukan segala macam teror, baik yg terselubung maupun yg terang2an hingga pemaksaan fisik dan pembunuhan, baik oleh dan terhadap individu maupun oleh dan terhadap kelompok... Itu yg terjadi di negeri nun jauh di sana... Mereka bisa menyandra bukan hanya individu di tempat yg sempit, melainkan bisa menyandra penduduk kota  dalam kota yg dikuasainya... Tak menutup kemungkinan jika kita lalai maka kita bisa mengalami hal yg sama... Semoga Allah menjauhkan dari malapetaka seperti itu..., amin ya Rabbal alamin... #diperlukan kewaspadaan kita yg sesungguh2nya...
(FB)

MANIS ADALAH ASUMSI

Oleh: A. Fuad Usa
Sipenjual jeruk bilang 'jeruk ini manis', sepembeli membelinya sebab ia membayangkan untk pengganti gula yg saat itu sedang habis di rumahnya..., ia membeli satu kilo. Setelah sampai di rumah diirislah jeruk itu dan dimasukkan kedalam air kopi yg sedang dibuatnya, dan yg sepotong langsung dimasukkan dalam mulutnya, namun tiba2 ia mengumpat, berteriak sejadi2nya, mengumpat si penjual, hingga tetangga berdatangan, para tetangga itu diberinya jeruk yg kononnya manis itu, dan ternyata mereka bilang yg sama dg si penjual jeruk, mereka bilang, jeruknya memang manis... #yg gila itu siapa...???!!!, :)
(FB)

BAHASA DAN PEMBUKTIAN

Oleh: A. Fuad Usfa
Untaian bahasa bukanlah pembuktian..., pembuktian itu ranahnya harus jelas... Bahasa bisa menjelaskan bukti, namun ia itu sendiri tidak akan pernah jadi bukti... Bukti bahasa bukan berarti bahasa itu bukti. Bukti itu berdiri sendiri. Bahasa ansich hanyalah bayang2, dan bisa dijadikan bukti yg sama sekali bukan bukti.
(Perth, 27 Desember 2016)
(FB)

KEMATIAN DAN KEHIDUPAN

(Sebuah Paradigma)
Oleh: A. Fuad Usfa
Kalau kematian memang dicari, diagungkan, untuk memperoleh ridha Tuhan, mana mungkin mereka akan mampu memelihara kehidupan..?, maka tak hayal manakala kebencian, konflik dan peperangan selalu dikobarkan. Memelihara kehidupan hanya bisa diemban oleh mereka yg memahami bahwa kehidupan adalah amanat untuk memeliharanya kehidupan itu sendiri, baik dalam pengertian kehidupan di alam jagat ini maupun kehidupan setelah kematian.
(FB)

BELANJA

(Njelimetnya Tetek Tengek)
#fiksi
Oleh: A. Fuad Usfa
Seorang laki2 setengah baya belanja di toko sebelah, ia bermaksud membeli pasta gigi. Seorang ibu pemilik toko melayani. Laki2 itu bertanya, 'ada pasta gigi bu...?', dan serta merta si ibu menjawab, 'ada, ada pak..., yg merk apa pak?, ini ada merk Colgate, Macleans, Oral-B pak...', jawab ibu itu dg ramah... Kemudian daripada itu laki2 itu bertanya, 'ibu beli (kulakan) di mana bu...?', dan ibu itu menjawab, 'saya beli di kota pak...', dan laki2 itu masih ngajukan pertanyaan, 'tepatnya di mana sih bu...', dan juga bilang pada ibu itu, 'mestinya ibu harus tahu persis to bu, itu penting lo bu..., jangan sampai ibu membeli pada orang lain, harus membeli pada sesama kita. Oh, iya bu, yg membikin pasta giginya itu siapa bu...?', dan ibu itu makin pusing dibuatnya, tapi masih tetap menjawab dg lembut, 'maaf pak, sy juga tidak tahu pak...', jawab ibu itu..., dan laki2 itu menguliahi lagi..., alasannya saling ingat mengingatkan, demi kebaikan... Dan si ibu itu tak tahu harus berbuat apa, hanya berpikir, 'duuuuuuch, sulitnya jualan saat ini...', sambil menyembunyikan HP yg sedang digenggaman tangannya. Demi melihat ibu itu menyembunyikan HPnya laki2 itu bertanya mengapa HP ibu kok disembunyikan?, yg di jawab oleh ibu itu, 'sebab aku tak tahu siapa yg membikin HP, dan di mana dibuat dan dijualnya, kasihan sich pada bapak entar habis waktunya untuk ngurusi urusan saya... #Duuuuuuuch Gusti...#jaman telah begitu cepat berbalik2, semua telah latah ngurusi hak2 individu orang lain..., kalangan terpelajarpun dan bahkan akademisi pun sudah tertular gak karuan..., mungkinkah atas nama Tuhan...?!, itu sih kononnya...
(FB)

AIR LAUT DAN EGO EGO KITA

AIR LAUT DAN EGO2 KITA
Oleh: A. Fuad Usfa
Air laut kononnya asin, kata orang Indonesia yg menggunakan bahasa Indonesia, yg tidak pernah menyicipipun bilang asin..., tapi orang lain bilang 'ah, tidak asin', mungkin ada yg bilang manis, atau kecut, atau lainnya, mungkin saja, tapi apa salahnya dg mungkin?!, hari2 kita bicara hanya yg mungkin2 saja kok, tapi digantinyalah mungkin itu dg pasti, padahal sesungguhnya hal itu tidak pasti, hanya dipastikan saja untuk memastikan yg tidak pasti, demi memastikan bahwa dirinya pastilah pasti. Mereka yg bilang air laut itu asin, pun tak dapat menjelaskan secara pasti kepastian akan asinnya air laut itu, dan yg menjelaskan hanya membayangkan bahwa yg menerima penjelasan telah jelas menerima penjelasannya yg justru sangat tidak jelas bagi si penerima penjelasan. Jangankan orang Irlandia yg baru mendengar kata asin itu, sedang orang Indonesia saja yg hidupnya di tepi pantai kebingungan kok, apa lagi walau sama2 Indonesia sekalipun tapi hidupnya di pedalaman Papua, mungkin dipikirnya asinnya air laut sama dg asinnya keringatnya, atau malah membayangkan yg sama sekali tidak terbayangkan oleh yg memberi informasi.
Walau semua itu membingunkan, bahkan bagi mereka yg merasa tidak bingung dan membingunkan sekalipun, APAKAH air laut itu tunduk pada riuh rendah, hingar bingar, dan gelegar perbincangan mereka atau kita itu?!!!, air laut tetap air laut yg seperti itu, air laut Jawa, air laut Laut Merah, air laut Samudra Indonesia, air laut di Sendang Biru, atau sebutlah yg lain lagi... Ia adalah ia adanya, tiada lain, tiada pengaruh apakah kita akan membayangkan dan menyebut seperti apa... Kita berdebat hingga gila sekalipun, air laut tak kan berpihak dan berubah sesuai kehendak kita... Semua yg melingkupi kita manusia hanyalah ego2 kita... Air laut tetaplah seperti itu, seperti adanya dalam adanya...
(FB)

KEHADIRAN TUHAN DAN SIKAP KEBENCIAN

Oleh: A. Fuad Usfa
Sy melihat gejala yg luar biasa di negeri kita, gejala yg ada dalam masyarakat luas, bahwa untuk mengukur ketaatan kepada Tuhan adalah sejauh mana tingkat kebenciannya terhadap pihak lain... Ujaran dan tindak nyata kebencian digelar di mana2, beragam dalih yg disuguhkan, bermain kata dianggap sebagai kewajaran dan bahkan suci..., kata yg paling ampuh digunakan adalah kata 'penghinaan...', kata 'penghinaan' adalah kata yg sangat abstrak, tak ada ukurannya, bahkan tak bisa dipadankan dg bahasa yg disebut dalam istilah hukum dg"'kata' karet" (hatzai artikelen). Kata penghinaan bukan hanya sekedar karet, melainkan kata yg abstrak, ini sangat berbahaya, dan justru kata itulah yg diumbar di mana2, sehingga menjadi halal sesuatu yg dalim dan keji sekalipun. Kata bunuh sudah menjadi bagian dari santapan sehari2, bahkan bunuh dalam pengertian yg luas, bunuh eksistensinya, bunuh karakternya, bunuh usahanya, dan sebut lagi... Anehnya di balik semua kehendak untuk membunuh itu, malah melakukan perampasan untuk membangun keberadaanya agar menjadi jaya, dan sedikitpun tak merasa malu, bahkan bangga sebangga2nya...

Dg kondisi yg seperti itu, maka bermakna kehadiran Tuhan di hati kita malah menjadikan kita suatu sosok individu dan ummat yg hanya ingin gagah sendiri dg menghalalkan segala cara. Kehadiran Tuhan di hati kita telah dimanfaatkan untuk menciptakan ketidak tentraman, pemusnahan dg siapa saja di luar kita, permusuhan, kebrutalan, hingga pada pembunuhan2 sadis yg telah kita saksikan di mana2.

Siapa yg dimaksudkan pihak luar?. Pihak luar adalah siapa saja yg di luar kelompok sepahamnya. Apakah sebatas di luar  yg seagama dg kita?, tidak!!!, melainkan siapa saja. Ukurannya adalah kepentingan sempit sepihak. Kehadiran agama (Tuhan) telah menyempitkan makna keberadaan insan dan ranah kehidupan semesta. Sikap sempit dan kebencian telah melumat semua keberkan dalam kehidupan.

Jadi pihak luar itu tidak sebatas yg di luar agama kita, karena justru fakta yg terjadi saat ini adalah sesama kita telah saling membantai. Caranya bagaimana?, yaitu dg cara mengeluarkan di antara kita dg fitnah kafir, munafik, dan lain2nya... Cara yg sama sekali tidak bisa dibuktikan kecuali hanya dg mengumbar permainan kata, dg bungkus kesucian firman Tuhan.
(BERSAMBUNG)
(FB)

Monday, October 17, 2016

NAMA DIRI

NAMA DIRI
Oleh: A. Fuad Usfa
Nama diri adalah nama yg tiba2 kita sandang..., kita tidak tahu menahu..., banyak orang yg tak pernah menghiraukan keberadaannya..., apapun nama diri yg disandangnya... Ada pula yg berbangga hati, ada pula yg mengkultuskannya..., ada yg membela2..., ada yg merubah sebagiannya..., ada pula yg menggantinya... Lalu hak siapa sih nama itu...?. Banyak orang lain yg usil dg nama seseorang..., apa pula hak mereka itu...?!. Nama diri adalah sebagai identitas untuk menunjukkan keberadaan dan keautentikan diri pemiliknya..., nama diri adalah tetap nama diri, ia itu netral, bebas nilai..., hanya kitalah yg memberi nilai..., bahkan kadang secara sepihak dan serampangan... Sesungguhnya orang yg empunyalah yg mempunyai hak atasnya untuk tetap menggunakan atau merubahnya, sebagai identitas keberadaan dan keautentikan dirinya... #baik buruk seseorang tidak tergantung pada nama... #nama diri pun tidak identik dg simbol...
(FB)

GENDERANG PERANG

GENDERANG PERANG
(Paradoks)
Oleh: A. Fuad Usfa

Dong..., dong..., dong...
Dong..., dong..., dong...
Dong..., dong..., dong...

Sayup-sayup terdengar suara
Tiada terputus
Terus menerus
Tiba-tiba bisa berubah meninggi dan menyepat
Dong dong dong
Dong dong dong
Dong dong dong
Suara genderang perang

Kudengar kasih haanya kumandang di mimbar-mimbar
Bersama dengan itu
Intimidasi
Darahpun bisa bersimbah
Rumahsakit kan penuh dengan korban
Mayat-mayat kan bergelimpangan

Dong..., dong..., dong...
Dong..., dong..., dong...
Dong..., dong..., dong...
Suara itu menurun dan melambat kembali
Namun intimidasi terus berlanjut
Bersama dengan kumandang kasih
Kasih yang semu.

(AFOF, Perth, Di Malam Hari, Tanggal 17 Oktober 2012)
(FB)

Thursday, October 13, 2016

SURAT BUAT SAHABAT


SURAT BUAT SAHABAT
Oleh: A. Fuad Usfa

Jarum jam telah menunjuk pukul 12 tengah hari, kendaraan begitu padat, panas mentari menyengat, asap kendaraan mengepul dan lalu menyatu memenuhi atmosfir kota Surabaya.
Di lantai 5, di pojok food court Mega Mall Tunjungan Plaza seorang anak muda dengan umurnya 23 tahun, Adiv namanya, ia tengah asyik memainkan jari-jemarinya di atas deretan huruf pada sebuah laptop, ia baru saja menutup kata dalam risalah yang hendak dikirim buat sahabatnya. Dalam risalah itu ia menulis:
Arman sahabatku, pada akhir-akhir ini aku amati engkau selalu bermenung bermuram durja, seakan tanganmu hendak menggapai masa yang telah meninggalkanmu. Begitu dalamkah engkau meratapi kepergian kekasihmu itu?.
Arman sahabatku, Qays telah menjadi catatan sejarah; ketahuilah sahabatku, bahwa meratapi cinta adalah suatu kesia-siaan. Cinta adalah suatu yang abstrak, yang menari-nari di ufuk alam kahyangan..., berpijaklah di bumi wahai sahabatku.
Arman sahabatku, engkau adalah seorang terpelajar yang mafhum akan sekalian makna perkembangan peradaban, ketahuilah, hanya mereka yang berpijak di bumilah yang mampu membinanya.
Wahai sahabatku, aku adalah sahabat sejatimu, aku ingin engkau seperti dulu lagi, selalu tyersenyum ceria, menatap masa depan dengan penuh optimis.
Wahai sahabat sejatiku, maafkan sahabatmu ini, manakala telah mengusik pilihan hidupmu, tak lain hanya karena aku ingin agar engkau terlepas dari alam hayal tanpa ujung.
Demikian dulu kiranya, dari sahabatmu yang penuh harap,
Adiv.
Tulisan ini sudah pernah dimuat dalam blog ini juga pada Juli 2012

Saturday, October 8, 2016

Tafsir Tekstual: SI DUNG DAN TUANNYA

Tafsir Tekstual
SI DUNG DAN TUANNYA
Oleh: A. Fuad Usfa
Aku teringat apa yg dikatakan Ali Harb (Libanon), ia bilang, “perkataan” adalah tipu daya dan “teks” adalah bentuk penipuan yang selalu memberi batasan di antara dimensi yang berbeda. Ali Harb tidak mengecualikan terhadap teks apa saja..., tidak ada kecualinya..., berlaku untuk semua teks.

Makna2 teks akan tertinggal, bahkan sebelum menjelma dalam bentuk teks itu sendiri. Sy mencoba membuat suatu perumpamaan di sini. Si Dung dan Tuannya... Singkat saja...: Suatu ketika si Dung diminta oleh tuannya mengambilkan sebutir telur di meja..., (--di meja itu terdapat beberapa dadu warna-warni dan beberapa butir telur--), ternyata si Dung mengambil dadu warna biru..., setelah diserahkan pada tuannya tuannya jadi kaget, dan berujar..., 'Dung..., ini namanya dadu..., bukan telur..., kalau telur itu yg bentuknya bulat sedikit lonjong..., kalau dadu tak bisa dimakan..., kalau telur dimakan sedap..., paham kan Djng...?', ujar tuannya..., lalu si Dung balik mengambil sebutir telur, seusai telur itu diserahkan pada tuannya, si Dung mencatat kata2 tuannya tadi dan lalu menghafalkannya...

Suatu ketika si Dung jalan2 ke area pengembalaan kambing..., begitu melihat banyak kotoran kambing si Dung bukan main riangnya..., ia hafal betul apa yg dikatakan tuannya, lalu diambilnya goni plastik, dipilihnya kotorang kambing itu yg berbentuk bulat sedikit lonjong..., karena itu adalah telur, itulah dalam pandangannya... Setelah goni itu penuh dipikulnyalah menuju rumah tuannya..., di perjalanan ia begitu girangnya, sebab merasa mendapat telur sebegitu banyaknya..., tapi beberapa orang menegur bahwa itu bukan telur, melainkan kotoran kambing..., setiap kali orang menegurnya ia tidak terima, bahkan marah dan bahkan ada pula yg dibunuh krn ia merasa pendapatnya disalahkan..., bahkan merasa dihina..., padahal ia ingat persis apa yg dikatakan tuannya, sebab ia telah mencatat dan menghafalkannya..., 'bulat sedikit agak lonjong'...

Begitu sampai di depan rumah tuannya ia berteriak2 kegirangan..., tatkala tuannya bertanya, mana telurnya Dung..., kontan si Dung menuangkan isi goninya dan berkata..., 'ini tuan, ini tuan...', maka tuannya jadi kaget dan bilang bahwa itu kotoran kambing, bukan telur..., tentu saja si Dung jadi bingung dan berujar..., 'bukankah tuan yg telah bilang pada sy, bahwa telur itu bulat sedikit lonjong..., sy telah mencatat dan menghafalkannya tuan..., ini catatan saya tuan...!'.

Beginilah manakala yg digunakan adalah tafsir tekstual... Si Dung hanya bisa mencatat dan menghafal teks, namun tak pernah paham terhadap konteksnya...

Semasa sy masih kecil sering didongengi.., dongeng rakyat di Bawean..., yaitu dongen yg berjudul 'Si Dhukseng'..., dongeng ini juga mengisahkan bahayanya orang yg hanya berpijak pada teks saja... Keadaan seperti itulah yg banyak kita saksikan dalam realitas sosial kita.
(AFOF, Cannington WA, 9 Oktober 2015).

PAHAM KEBENARAN KORELASINYA DENGAN LUAS KEHIDUPAN

(Menyimak Kembali)
PAHAM KEBENARAN
KORELASINYA DENGAN KEBERAGAMAN
Oleh:A. Fuad Usfa

1. Paham Kebenaran Dan Bentukan
Beragam bahasan tentang kebenaran oleh sebab keberagaman obyek itu sendiri, dari yang fiskal hingga yang metafisikal, dari yang nampak hingga yang gaib. Bila ingin membangun rumah dengan gambar dari arsitek seperti ini, campuran semen, koral, dan sebagainya seperti ini, maka bilamana si tukang telah bekerja membangun dan hasilnya sesuai dengan gambar dan seterusnya tadi, maka bermakna benarlah kerja si tukang, oleh sebab keadaan tersebut bisa diukur dengan pasti, obyeknya nampak dengan jelas, maka bisa diukur tingkat kesesuaiannya dengan obyek. Sebaliknya bila berkaitan dengan yang metafisikal, abstrak, gaib, sebab hal tersebut akan melibatkan penafsiran atau intuisi.

Bila seseorang menyalahkan pandangan si fulan, lalu si fulan bertanya mengapa begitu, si yang menyalahkan tadi akan menjawab, 'bila bla bla...', yang kesimpulannya, 'menurut pendapat saya', 'kata orang tua saya', 'kata guru saya', 'kata bla bla bla....', dan seterusnya --dengan merujuk pada sumber-- yang tentu didukung atau tidak dengan argumen. Bila pendapat tersebut berkenaan dengan hal yang fiskal, bolehlah sedapat mungkin dicocokkan dengan obyeknya, namun bila hal tersebut berkaitan dengan obyek yang non fisikal atau abstrak atau gaib, bagaimna mungkin?. Katakan suatu misal di goa itu ada gendoruwo; bagaimana uji kebenaran yang demikian itu?; hanya saja oleh sebab sedari lahir kita hidup di alam term gendoruwo maka terbentuklah alam pikir dan rasa kita tentang konsep alam gendoruwo, sehingga kita dapat paham genderowo seperti orang-orang terdahulu dan sekitar kita memahami alam gendoruwo, bukan berarti mengetahui tentang kebenaran genderuwo dan alam genderuwo, demikian pula misalnya tentang jin mata merah, dan sebagainya.

Terdapat dua alam yang melingkupi manusia, yaitu alam fitrah dan alam bentukan. Keberadaan kita tidak terlepas daripadanya, alam bentukan tidak terlepas dari pengetahuan kita, yang kemudian membentuk pemahaman, lalu aksi, lalu kebiasaan, dan menjelma menjadi sifat dan keperibadian, yang dari situlah terbentuknya kebudayaan hingga peradaban. Pengetahuan itu terdapat sumber-sumbernya, makin terdapat keberagaman sumber makin membentuk keberagaman pengetahuan, lalu keberagaman pemahaman, dan seterusnya. Persoalannya hanya pada aspek signifikansinya.

Disadari atau tidak akan adanya realitas itu, maka sering muncullah gagasan sensor untuk memotong aliran sumber, misalnya buku-buku karya X tidak boleh beredar di Indonesia, di Pondok Pesantren tertentu, dan sebagainya, atau jangan engkau bergaul dengan si fulan, sebab ia beragama (...............) nanti engkau terpengaruh, dan sebagainya. Di kala yang demikian itu terjadi, maka beralihlah medan, bukan medan kebenaran yang bicara, melainkan otoritaslah yang berlaku, bisa jadi sumber yang benar itulah yang dipotong. Dengan demikian medan kebenaran dipertanyakan, sebab persoalannya seakan si pemilik otoritas itulah si pemilik kebenaran. Suatu contoh yang ekstrim, perhatikan dengan cermat di tengah masyarakat kita, betapa banyak orang yang marah dengan mengancam (teror), melakukan pengrusakan dan bahkan pembunuhan (seperti pengeboman, dan sebagainya), menghalalkan darah sesama, dan klaim yang dikumandangkan adalah demi kebenaran. Alangkah naifnya melakukan gerakan semacam itu dengan mengatas namakan kebenaran, padahal pihak yang diserang itu berpendapat bahwa yang melakukan penyerangan itu yang tidak benar. Taruhlah misalnya kasus seputar Ahmadiyah di Indonesia yang selalu menjadi bulan-bulanan kelompok yang kononnya sepaham dengan kelompok mayoritas. (Coba cermati di sini, ada para pihak yang sebetulnya mempunyai posisi atau kedudukan yang sama, tapi dipahami tidak sama, ditinggikanlah dirinya dan direndahkanlah pihak yang lainnya). Bahkan orang-orang yang tidak tahu menahu atau yang biasa diistilahkan 'orang yang tak berdosa' sekalipun menjadi korban, menderita karena ulahnya. Kalau memang yang melakukan gerakan penyerangan tersebut benar, maka berarti kebenaran itu nista, oleh sebab ia dengan mudah bertindak nista. Bagaimana yang demikian itu bisa terjadi?!, maka sesungguhnya dalam konteks tolok ukur kebenaran yang positif gerakan tersebut menunjuk pada keadaan (pembuktian) ketidak benaran.

Bisalah dipahami bila muncul kontra gagasan, apakah engkau pemilik kebenaran?!. Di sini otoritas justru menjadi batu penghalang, atau belenggu, bahkan penindas atau tiran, baik itu otoritas pada struktur atas maupun struktur bawah atau akar rumput yang selalu begitu mudah digerakkan oleh struktur atas atau mereka yang dengan gampang bertindak gegabah oleh sebab dorongan hawa nafsunya, lalu diteriakkanlah jargon atau kualifikasi, bukan soal kebenaran, melainkan seakan kebenaran, semisal jargon atau kualifikasi 'sesat', tidak cukup itu, lalu ditambahkannya lagi, 'dan menyesatkan'. Muncul pertanyaan, siapa yang sesungguhnya sesat dan menyesatkan, apakah bukan yang meneriakkan itu?!. Misal lain, meresahkan masyarakat, padahal senyatanya sering kali tidak ada keresahan itu, yang ada adalah diresahkan oleh otoritas dengan bertindak kononnya atas nama tokoh masyarakat, dan sebagainya. Bahasa tersebut seakan kebenaran, padahal senyatanya tipu daya otoritas. Sebagaimana kita telah sama mafhum, di medan inilah arogansi, penindasan, tirani selalu menjelma. Tak hayallah mana kala muncul tuntutan, berilah kami kebebasan akses, oleh sebab kami sederajat dengan engkau, hanya bedanya kami tak punya otoritas, atau setidaknya karena kami lemah.

Alam bentukan mesti melalui pengajaran, pengajaran berlaku sejak kelahiran, bahkan sejak masih di alam kandungan. Pengajaran berlaku hingga akhir hayat. Pengajaran adalah transfer pengetahuan dan nilai dengan melalui berbagai sumber, termasuk pengalaman. Berdasar arus datangnya pengetahuan itu dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu yang disadari dan yang tidak disadari. Pengajaran bisa bermakna pula proses pembentukan, setiap hasil ajaran adalah bersifat bentukan, setiap bentukan tergantung pada siapa dan/atau di alam mana dibentuk hingga terbentuknya. Sebagaimana telah disebutkan di atas, maka persoalannya tergantunglah pada aspek signifikansinya. Bila seseorang di tanya, misalnya, 'mengapa engkau muslim, mungkin jawabnya, 'mengapa tidak, kedua orang tuaku muslim kok...', kemudian pertanyaan itu dilanjutkan lagi, 'apakah engkau paham tentang Islam?, mungkin jawabnya, 'iya..., tentu saja, sebab aku disekolahkan di Pondok Pesantren oleh orang tuaku...' (-di sini terdapatnya 'pemaksaan' bentuk), lalu pertanyaan itu dilanjutkan lagi, 'di mana engkau mondok?', bisa saja dijawabnya, 'di Pondok Pesantren X...', namun bisa jadi jawaban pertanyaan yang terakhir tadi ditanggapi dengan negatif, yaitu bisa saja dijawab dengan, 'wah..., engkau bakal masuk neraka...', apa pasal?!, ternyata jawabnya disebabkan Pondok Pesantren itu penganut paham Syiah misalnya. Perlu dipahami bahwa dalam Syiah itu terdapat berbagai sekte, madzhab ataupun pandangan, sebagaimana juga dalam Suni. Coba cermati padahal itu belum masuk pada ajaran lain, masih dalam lingkup Islam itu sendiri, bagaimana lagi terhadap agama dan kepercayaan lain...?!. Dari gambaran di atas dapatlah diambil mafhum, bahwa antara paham kebenaran dan bentukan terdapat korelasi positif.

2. Kebenaran dan Korelasinya dengan Luas Kehidupan
Sebagai ilustrasi dapatlah penulis kemukakan beberapa pengalaman penulis sebagai berikut: Suatu ketika, di awal penulis di Australia (2007) penulis menelepon kawan yang satu profesi dengan penulis semasa di Indonesia, lalu ia bertanya pada penulis, apakah ada orang Aboriginal yang beragama Islam?, dan penulis jawab, belum tahu, masalahnya adalah adakah yang mengislamkan mereka?, maksud penulis adalah --dengan kata lain-- adakah yang bisa membentuk mereka menjadi pemeluk Islam?, kalau dikembangkan berbunyi demikian, salahkah mereka karena tidak memeluk Islam oleh sebab tidak ada yang bisa membentuk mereka untuk itu?, mungkinkah akan menjadi pemeluk Islam dengan sendirinya?, apa lagi tiba-tiba menjadi fasih berdoa dalam bahasa Arab sebagai mana kita yang telah dibentuk sejak mengenal dunia, yang diajari mengaji, bermadrasah, membaca berbagai kitab agama Islam, hidup dalam komunitas Islam yang begitu erat mengikat kita sehingga kita tidak bisa dan tidak berani --begitu takutnya-- untuk berbuat lain,arena begitu kuatnya pengikat itu, dan yang tidak ada namanya kamus kebebasan untuk memilih dan menutukan akan makna kebenaran. Pengalaman lain lagi yaitu tatkala penulis mengikuti acara yasinan dan tahlilan, sebelum acara dimulai seseorang yang duduk di sebelah kiri penulis bertanya, 'di Indonesia kamu mengikut organisasi apa?', kemudian penulis bertanya, 'maksud bapak apa?', kemudian ia menjawab, 'maksud saya kamu mengikut madzhab apa?', tentu di sini mengandung maksud telah di/terbentuk menjadi pengikut madzhab apa?, sebab tidak mungkin akan dengan sendirinya menjadi pengikut madzhab tertentu kalau tidak ada yang membentuk ke arah itu, apa lagi bila kenal pun tidak, tentu hal yang mustahil, dan tentu akan lebih mudah membentuknya bilamana seseorang itu awam agama dan ia begitu berminat belajar agama lalu datang pengikut suatu madzhab serta mengajarkan tentang ajaran madzhabnya. Pengalaman lain lagi penulis berbincang dengan tokoh agama --non Islam-- diantara perbincangan itu ada mengutarakan kata tanya, 'apakah kita sudah siap untuk menghadapNya?', dan jujur saja bahwa pertanyaan yang sama juga kerap kita dengar dari penganut agama lain, termasuk yang seagama dengan kita, yaitu Islam.

Coba kita simak sejarah --ke belakang--, coba bergaul dengan manusia yang bergam ras, suku, kepercayaan, adat/tradisi dan sebagainya, berjalanlah dengan elegan, bukan hanya dengan menggunakan pendekatan normatif, coba jelajahi jengkal demi jengkal bumi dari mega polutan hingga hutan belantara pada masyarakat yang masih primitif, bukan hanya terpaku pada satu corak saja, sebab bila hanya satu corak, maka hanya satu corak itulah yang dikenal, maka hanya itulah miliknya, atau yang sering kita jumpai adalah tutup mata. Bila kebenaran itu hanya satu corak saja maka betapa kita telah mengingkari akan realitas keberagaman dan keluasan kehidupan.
(Telah dimuat dlm 'Dinamika' 18 Oktober 2015)

ANARKIS VS DEMOKRASI

ANARKIS VS DEMOKRASI
Oleh: A. Fuad Usfa
Sikap tindak anarkis terus dikembangkan, bahasa2 penuh ancaman diumbarkan, yg tentu kita sudah sama paham bahwa itu adalah bermakna teror..., pelakunya adalah teroris..., bila itu dikembangkan sebagai paham disebut dengan terorisme...
Sikap anarkis yg terjadi dalam perhelatan demokrasi sama dengan pencederaan demokrasi, menerima sistem  demokrasi namun dalam kubangan anarkisme (terorisme). Sikap anarkis tentu bukannya muncul dg sendirinya, melainkan digerakkan oleh suatu kekuatan komando..., itu teroris namanya, walau mereka tidak akan terima bila disebut teroris... #katanya bukan teroris..., loch..., kok teroris...!!!
(FB)

MARWAH DAUD DAN MUKJIZAT

MARWAH DAUD DAN 'MUKJIZAT'
(Kekuatan Bahasa)
Oleh: A. Fuad Usfa
Mungkin Marwah Daud lagi sulit menemukan bahasa dan langkah apa yg mesti diambil untuk menunjukkan temuan 'mukjizat' yg ia alami. Loh, kok 'mukjizat'...?!. Tak tahulah apa nama pesisnya, coba tanya saja pada Marwah Daud... Adapun yg jelas Marwah Daut sedang diterpa badai dari dalam dan luar dirinya... Marwah Telah masuk dalam kubangan tahayul dan klenik...?!, mungkin saja..., sebagaimana Marwah yg dulu juga, dan sebagaimana kita pun juga..., yg membatasi hanyalah bahasa... #bahasa itu lebih kuat dari telusur angin dan suara yg menelusur telinga2 kita, bahkan bisa lebih gaib dari segala yg gaib...
(FB)A

KERIS

KERIS
Oleh: A. Fuad Usfa
Kalau orang Nusantara (Jawa khususnya) percaya 'kesaktian' keris, yo ra popo to...!, kecuali kalau mereka maksa2 orang harus percaya 'kesaktian' keris, siapa yg tidak percaya 'kesaktian' keris harus diperangi, tidak boleh jadi pemimpin..., atau melakukan tindakan2 anarki terhadap orang yg tidak percaya kesaktian keris..., atau tindakan2 anti toleransi terhadap golongan lain misalnya... Wong mereka gak bikin masalah apa2 kok..., syirik atau tidak yo urusan mereka, hanya Tuhanlah yg tahu... Wong yg ngotot tidak percaya kesaktian keris yg kononnya syirik, syirik, syirik ternyata percaya akan kesaktian pedang atau senjata api dan bom kok..., maaan man... #sy malah berpendapat bahwa mereka adalah orang2 yg punya keperibadian sebagai anak negeri yg tulen..., tak perlulah dijajah terlalu jauh..., untuk dipreteli...
(FB)

ISASI

ISASI
Oleh: A. Fuad Usfa
Isasi adalah sebuah istilah yg netral, akan indah manakala dilakukan secara fair, duduk sama rendah berdiri sama tinggi, namun akan menjadi persoalan manakala semangat penindasan yg dijadikan watak dari pada pengISASI, tentu dari pihak manapun juga. Dari itulah munculnya arogansi2 yg bahkan mengkoptasi kekuasaan Tuhan. Ancaman, fitnah, hoax, dan semacamnya..., pendek kata, segala jurus2 semanat penindasan itu dari yg berbentuk kata hingga tindakan2 bom2an dilakukannya dg beringas dan bangga hati (garis bawahi kata 'bangga hati')

Apa sich maksud dari pada rangkaian kalimat di atas?. Nah..., coba sebelum kata ISASI itu anda tambahi Hindu, atau Budha, atau Islam, atau Kristen, atau Konghucu, dst..., maka akan tersambunglah menjadi kalimat sempurna.
(FB)

DOA (4)

DOA (4)
Oleh: A. Fuad Usfa
Doa sudah tak mampu lagi, mungkin Tuhan sudah jenuh terhadap perilaku mereka, lalu mereka meneriakkan teror seruan perang dengan menyandarkan ucapan2nya pada Tuhan, ia meneriakkan teror seruan perang, karena Tuhan tak mengabulkan doanya..., mereka meneriakkan teror2 perang dengan semangat barbar... #Tuhan Maha Pengasih Maha Penyayang.
(FB)

WA LANTARDHA

WA LANTARDHA
Oleh: A. Fuad Usfa
Wa lantardha..., siap sih sebetulnya yg wa lantardha itu...?!
Kita mesti menjawabnya secara jujur..., renungkan dalam dalam..., bicaralah dg nurani kita...
(FB)

TERCENUNG

TERCENUNGNG
Oleh: A. Fuad Usfa
Kadang aku berpikir, tercenung..., masak iya Tuhan suka adu domba hambanya..., diciptakanNya berbeda2, namun bukan diakurkannya melainkan dibenturkannya, padahal Ia Maha Bijaksana... Hambanya malah dibikin pusing, bagai diberinya teka-teki tak berujung, bagai permainan perjudian di area tak bertepi, tanpa diberiNya solusi yg jelas, melainkan hanya dari katanya dan katanya..., benturan terjadi di mana2, semua mengklaim karena dititahkan Tuhan..., namun tanpa kehadiran Tuhan... #suatu hal yg mustahil...
(FB)

REFLEKSI AROGANSI SANG NAFSU

REFLEKSI AROGANSI SANG NAFSU
A. Fuad Usfa
Injil kitab yg telah dipalsukan..., masak Tuhan punya anak..., masak Tuhan bisa mati... #ini mah bukan penghinaan, bukan penistaan, bukan fitnah..., melainkan menyampaikan yg benar..., beginilah hebatnya kita, bebas sebebas2nya..., tinggal bermain kata saja... Patung kok disembah..., pohon kok disembah, gunung kok disembah..., dll..., selagi yg bicara itu kita..., lancar2 saja... Coba kalau kita yg diperlakukan seperti itu, dislenting sedikit saja kita jadi ribut..., apakah ini disebabkan karena kita merasa Tuhan kita itu lemah...?, maka butuh campur tangan kita dengan cara2 yg tidak fair..., Allah Maha Perkasa...
Sy katakan, bahwa tak ada yg benar dari perkataan2 yg ditujukan kepada orang Kristen maupun Hindu/Budha seperti tersebut di atas..., atau yg ditujukan pada agama2 lain adalah tidak benar adanya..., karena manisnya gula hanya bisa dirasa pada gula..., bukan yg lain...
(FB)

DOA (5)

DOA (5)
Oleh: A. Fuad Usfa
Pak Sintho di negri sakura merasa doanya diterima, lalu berujar pada istrinya..., 'syukurlah Tuhan kita Maha Bijaksana dan Maha Perkasa, sehingga tidak membutuhkan bantuan hambanya yg lemah..., sedang kita lihat di berbagai pojok dunia manusia tercabik2 saling menyerang dan menindas hingga bersimbah darah dg bangga membantai sesama karena merasa membela Tuhannya..., kita wajib bersykyur ma...', katanya.
(FB)

Tuesday, October 4, 2016

KAMPUNGKU

Album Kenangan:
KAMPUNGKU
Oleh: A. Fuad Usfa
Suasana kawasan Blandongan Gresik seperti biasanya, tidak ramai, kendaraan pun tidak padat, tak jauh dari jalan raya terdapat pantai. Di pantai inilah (-dulu-) aku (-pernah-) naik sampan, lalu berpindah ke perahu kayu, perahu ini didominasi oleh bahan kayu, pakunyapun terbuat dari kayu, dempulnyapun juga terdapat campuran serat-serat kayu. Perahu itu tidak besar, aku dan beberapa yang lain naik dengan tangkasnya, awak perahu menyambutnya dengan segala senang hati. Dalam perahu itu terdapat beragam barang dagangan. Atap perahu terbuat dari bambu yang dianyam kasar-kasar dan sebagai pengikatnya adalah batangan kayu berukuran kira-kira 5x10cm x panjang atap, dan panjang atap itu saya kira tidak sampai 7m. Di atas atap itulah aku dan beberapa orang yang lain mengambil posisi tempat tidur, atau yang lebih tepat kita sebut posisi sandar untuk tidur. Kala itu bulan Ramadhan sudah menjelang akhir, tak ada kapal, aku pikir yang penting ada tumpangan menuju tanah kelahiranku. Hari sudah menjelang maghrib, menjelang berbuka puasa.

Perahu telah beranjak dari tempat berlabuh, sampai waktu maghrib kami berbuka, dan dilanjutkan dengan shalat Maghrib dengan duduk di tempat yang sangat sempit. Kami wudlu' dengan air laut, cukup dengan memegang tangkai timba dan langsung dicelupkan ke dalam air, tak perlu tali atau alat apapun, dekat sekali jarak air itu dengan pinggir atap perahu. Saya hanya berdoa' semoga Allah melancarkan perjalanan kami, dalam alunan gelombang yang damai serta hadirnya arus buritan. Di Laut Jawa inilah tak terbilang berapa banyak orang Bawean yang telah ditelan gelombang sebagai suhadha'.

Perahu trerus beranjak, tak ada tanda-tanda angin kencang dan gelombang yang menakutkan, awak perahu bilang, 'malam ini cuaca bagus'. Bulan yang tinggal 'menyabit' belum juga menampakkan dirinya, bintang gemintang gemerlap diangkasa nan luas, betapa agungNya Sang Pencipta. Aku mengambil tepe kecilku, kubuat untuk menemani perjalanan.

Kala itu aku masih mahasiswa, masih muda, badanku masih tegar bergumul dengan terpaan angin laut sekalipun. Cuaca masih tetap bersahabat, gelombang dan aruspun demikian. Hingga tiba makan sahur, lalu shalat subuh, namun Pulau Bawean belum juga menyambut kami. Tak lama kemudian aku tertidur, dan, aku bangun saat perahu telah masuk pelabuhan yang menjadi tempatku berenang saat ku kecil dulu seakan menantang kawanan hiu..., akh..., mengerikaan bila ku pikir saat ini...

Matahari telah beranjak tinggi, tak ada orang yang menjemput kami, sebab ini bukan kapal yang memuat banyak penumpang, melainkan ini perahu pengangkut barang, dan satu dua diantara kami hanyalah karena keterpaksaan saja. Aku melangkah ke luar pelabuhan, dan naik dokar; kampungku yang dulu terasa luas kini terasa menyempit, dengan jalan-jalan yang menciut. Entah berapa menit saja aku telah sampai di jalan seberang rumahku, rumahku kosong, tak ada orang, lagi berangkat menimba rizki, untuk biaya studi putra-putrinya, termasuk aku. Aku masuk taman pekarangan rumahku, beragam bunga seakan menyapaku, aku kangen, aku pulalah yang selalu menyirami di saat pagi dan petang kala aku balik kampung. Dipojok taman kuperhatikan bunga bogenfil kesayanganku pun tengah bermekaran dengan indahnya, namun semuanya membisu dan hanya mampu menampakkan senyum keindaahannya.
(FB)

Saturday, October 1, 2016

SEMALAM DI MALAYSIA

SEMALAM DI MALAYSIA
Oleh: A. Fuad Usfa
Ingatkah dengan film Indonesia yang berjudul Semalam Di Malaysia?, di tahun 1975..., dan sebelum itu juga ada lagu dengan judul yang sama, lagu dari Said Kelana (Said Efendi) yang dipopulerkan melalui suara Sam Dlloyd. Di film itu Victor Abdullah yang diperankan oleh Sam Bimbo diumpamakan sebagai sang penyanyi pop Malaysia. Aduhai..., untuk apa ya hanya semalam di Malaysia yaaa..., buang-buang waktu aja ya...; dan, ternyata aku pun punyaya pengalaman sendiri semalam di Malaysia.
*
Pada tahun 2006, aku bersama seorang Notaris Surabaya (-beliau berkantor di JL. Semarang, tak jauh dari Pasar Blauran-), berkelana ke Malaysia hanya untuk semalam saja (tepatnya sehari semalam, hehe). Sebelumnya beliau juga telah melawat ke negeri jiran ini, dan, beliau banyak fulus, bukan orang macam aku tentu.
*
Saat matahari telah naik menerangi bumi kami sampai di Kuala Lumpur, kami langsung ke Bukit Bintang menuju hotel. Aku suka suasana Bukuit Bintang. Setelah kami mandi dan merapikan badan, pergi menelusur trotoar dan masuk restoran. Tak lama kemudian telpon (HP) berdering, seorang Guaman (Lawyer) dari kawasan Slangor hendak bertemu kami, kami katakan bahwa kami sedang makan siang di restoran x (aku lupa namanya). Tak lama kemudian beliau datang, alangkah baik hati beliau, hingga khirnya berpisah. Saat selepas waktu Maghrib seorang datuk hendak menjemput kami sebagai tamu di rumah beliau, dan tak lama kemudian beliaupun datang. Dengan mobil mewahnya kami menelusur jalanan mega politan menuju Syah Alam, jalanan paadat dengan kendaraan, lampu-lampu gemerlat mempesona. Sampailah kami di kediaman beliau, di suatu pemukiman elit, kami dipersilahkan masuk dan diterima dengan senag hati. Selepas itu kami diajak keluar menuju sebuah hotel megah, kami dijamu makan malam di sana. Kami berbincang apa yang bisa kami bincang, waktu itu aku minta pada beliau agar aku diberi akses untuk dapat menjalin hubungan kerjasama dengan Kantor Pengacara (Guaman) di Johor Bahru, dan beliau memberi akses untuk menghubungi kepala kantor yang juga masih berada di bawah naungan beliau. Alhamdulillah, demikian bisik kalbuku, yang berarti aku nantinya akan mampu membikin akses dari utara (Kedah) ke Selatan. Untuk kedah kami punya akses melalui ncik Abdul Muis, dan beberapa Peguam (lawyer) juga telah menyanggupi untuk memberi akses pada beberapa instansi hukum di Malaysia, dan juga ada yang menyanggupi untuk akses ke Brunai Darussalam, semua itu sudah aku laporkan ke lembaga kami, termasuk kepada pak Soeparto sebagai Kepala Hubungan Internasional. Kembali pada pembicaraan di atas; selepas makan malam itu kami diantar kembali ke hotel di mana kami menginap.

Hari telah makin larut, namun orang-orang makin ramai, dan makin ramai, kami turut menikmati keramaian itu, kami duduk di area tempat makan-makan, ramai sekali orang, kami pesan teh tarik, dan tergiur juga untuk turut mencicipi makan, maka kami pesan makanan. Malam makin larut, dan..., dem..., dem..., dor..., dor..., dar dir dor dem..., suara itu mengelegar..., percikan api meloncat-loncat..., ke angkasa luas..., kembang api yang beraneka ragam telah menghias Kuala Lumpur saat itu. Saat itu adalah bertepatan pada malam Hari Kemerdekaan Malaysia, di ujung bulan Agustus. Setelah kembang api itu usai, orang-orang mulai surut, dan kami masuk hotel, lalu berbaring dan lelap.

Menjelang subuh kami sudah bangun, sang Notaris kita menyegat taxi untuk menuju KLIA, bandara modern nan mewah, sedang aku meluncur menuju Selatan, untuk memasuki Negara Kota Singapore. Di Negara Kota ini aku mencoba merangkai hubungan penjajagan kerjasama juga, melalui Muhammadiyah Singapore, kami dikenalkan dengan encik Ahmad Khalis (Corporate Adviser), dan beliau telah merangkum rencana kerja yang kiranya mampu untuk kami lakukan, itupun telah aku laporkan ke lembaga kami.

Dari Singapore, lalu kami ke Batam, untuk evaluasi magang mahasiswa kami di PT. Epson, dan kami menyebrang ke Tanjung Pinang, semalam di tanjung Pinang, balik Batam, dan meluncur dari Hang Nadim menuju Juanda Surabaya. Diangkasa nan luaas, kutatap keluar jendela pesawat, gumpalan asap memutih bagai saalju, gumpalan itu berarak, dan, benakku berbisik, bermimmpikah aku...?!.
(FB)

SEMALAM DI MALAYSIA

SEMALAM DI MALAYSIA
Oleh: A. Fuad Usfa
Ingatkah dengan film Indonesia yang berjudul Semalam Di Malaysia?, di tahun 1975..., dan sebelum itu juga ada lagu dengan judul yang sama yang dipopulerkan melalui suara Sam Dlloyd. Di film itu Victor Abdullah yang diperankan oleh Sam Bimbo diumpamakan sebagai sang penyanyi pop Malaysia. Aduhai..., untuk apa ya hanya semalam di Malaysia yaaa..., buang-buang waktu aja ya...; dan, ternyata aku pun punyaya pengalaman sendiri semalam di Malaysia.
*
Pada tahun 2006, aku bersama seorang Notaris Surabaya (-beliau berkantor di JL. Semarang, tak jauh dari Pasar Blauran-), berkelana ke Malaysia hanya untuk semalam saja (tepatnya sehari semalam, hehe). Sebelumnya beliau juga telah melawat ke negeri jiran ini, dan, beliau banyak fulus, bukan orang macam aku tentu.
*
Saat matahari telah naik menerangi bumi kami sampai di Kuala Lumpur, kami langsung ke Bukit Bintang menuju hotel. Aku suka suasana Bukuit Bintang. Setelah kami mandi dan merapikan badan, pergi menelusur trotoar dan masuk restoran. Tak lama kemudian telpon (HP) berdering, seorang Guaman (Lawyer) dari kawasan Slangor hendak bertemu kami, kami katakan bahwa kami sedang makan siang di restoran x (aku lupa namanya). Tak lama kemudian beliau datang, alangkah baik hati beliau, hingga khirnya berpisah. Saat selepas waktu Maghrib seorang datuk hendak menjemput kami sebagai tamu di rumah beliau, dan tak lama kemudian beliaupun datang. Dengan mobil mewahnya kami menelusur jalanan mega politan menuju Syah Alam, jalanan paadat dengan kendaraan, lampu-lampu gemerlat mempesona. Sampailah kami di kediaman beliau, di suatu pemukiman elit, kami dipersilahkan masuk dan diterima dengan senag hati. Selepas itu kami diajak keluar menuju sebuah hotel megah, kami dijamu makan malam di sana. Kami berbincang apa yang bisa kami bincang, waktu itu aku minta pada beliau agar aku diberi akses untuk dapat menjalin hubungan kerjasama dengan Kantor Pengacara (Guaman) di Johor Bahru, dan beliau memberi akses untuk menghubungi kepala kantor yang juga masih berada di bawah naungan beliau. Alhamdulillah, demikian bisik kalbuku, yang berarti aku nantinya akan mampu membikin akses dari utara (Kedah) ke Selatan. Untuk kedah kami punya akses melalui ncik Abdul Muis, dan beberapa Peguam (lawyer) juga telah menyanggupi untuk memberi akses pada beberapa instansi hukum di Malaysia, dan juga ada yang menyanggupi untuk akses ke Brunai Darussalam, semua itu sudah aku laporkan ke lembaga kami, termasuk kepada pak Soeparto sebagai Kepala Hubungan Internasional. Kembali pada pembicaraan di atas; selepas makan malam itu kami diantar kembali ke hotel di mana kami menginap.

Hari telah makin larut, namun orang-orang makin ramai, dan makin ramai, kami turut menikmati keramaian itu, kami duduk di area tempat makan-makan, ramai sekali orang, kami pesan teh tarik, dan tergiur juga untuk turut mencicipi makan, maka kami pesan makanan. Malam makin larut, dan..., dem..., dem..., dor..., dor..., dar dir dor dem..., suara itu mengelegar..., percikan api meloncat-loncat..., ke angkasa luas..., kembang api yang beraneka ragam telah menghias Kuala Lumpur saat itu. Saat itu adalah bertepatan pada malam Hari Kemerdekaan Malaysia, di ujung bulan Agustus. Setelah kembang api itu usai, orang-orang mulai surut, dan kami masuk hotel, lalu berbaring dan lelap.

Menjelang subuh kami sudah bangun, sang Notaris kita menyegat taxi untuk menuju KLIA, bandara modern nan mewah, sedang aku meluncur menuju Selatan, untuk memasuki Negara Kota Singapore. Di Negara Kota ini aku mencoba merangkai hubungan penjajagan kerjasama juga, melalui Muhammadiyah Singapore, kami dikenalkan dengan encik Ahmad Khalis (Corporate Adviser), dan beliau telah merangkum rencana kerja yang kiranya mampu untuk kami lakukan, itupun telah aku laporkan ke lembaga kami.

Dari Singapore, lalu kami ke Batam, untuk evaluasi magang mahasiswa kami di PT. Epson, dan kami menyebrang ke Tanjung Pinang, semalam di tanjung Pinang, balik Batam, dan meluncur dari Hang Nadim menuju Juanda Surabaya. Diangkasa nan luaas, kutatap keluar jendela pesawat, gumpalan asap memutih bagai saalju, gumpalan itu berarak, dan, benakku berbisik, bermimmpikah aku...?!.
(FB)

PERJALANAN YANG MELELAHKAN

PERJALANAN YANG MELELAHKAN
(Pada Pertengahan Dekade 80an)
Oleh: A. Fuad Usfa
Tercatat dalam sejarah hidupkum, kaki menginjak bumi Borneo bagian selatan, Banjarmasin, bumi dalam genangan air. Langkah kulanjutkan ke Palangkaraya dengan naik Bis Air, menyusuri sungai besar. Sehari semalam di Palangkaraya, aku ingat satu diantara kawan baikku masa kuliah di FH Univ. Brawijaya Malang, namanya Ferry F. Ranka, kawanku itu dari keluarga Dayak, suku yg lemah lembut, sopan-santun, itu yang aku tahu. Aku datang ke rumahnya, aku memang diberi alamatnya dan dimintaa datang bila ke palangkaraya, tapi ia sedang di Jakarta. Aku harus ke Kota Waringin Timur, tepatnya Kota Sampit, tapi..., aduhai tak ada jalan, harus naik ojek melewati hutan Borneo, atau naik kapal/klotok menyusur sungai dan laut, atau naik pesawat DAS. Aku naik DAS, pesawat berbaing-baling dengan kapasitas 8 orang penumpang. Ah..., sulitnya..., sulitnya..., ya, sulitnya..., karena aku membandingkan dengan Jawa.
Tiada terasa, telah melampaui 30 tahun sudah..., pada saat ini tentu sudah tidak seperti itu lagi...
(FB)

DASAR ELO

DASAR ELO...
Oleh: A. Fuad Usfa
Suatu ketika aku bersama anakku putri ke SJIO, kira2 berjarak 15 Km dari kediaman kami. Anakku putri yg myetir kendaraan. Sepulang dari SJIO kami menggunakan jasa layanan petunjuk jalan via HP, sehingga dengan demikian perjalanan kami bisa lancar, mengingat begitu banyaknya jalan dengan berbagai pesimpangan dan rambu2nya. Di samping petunjuk dg peta juga menggunakan petunjuk dengan suara. Kami menyusur jalanan pusat kota Perth, suara tak pernah putus manakala kami harus mengambil arah yang semestinya, 'sekian meter lagi belok kanan, sekian meter lagi belok kiri, dst'. Di suatu persimpangan rupanya anakku putri terlupa dengan peringatan yg telah diberikan, anakku mengambil POSISI kiri yg berarti akan mengikut arah lurus, padahal semestinya mengambil posisi kanan, maka apa yang terjadi?, yaitu terdengar suara teguran yg memerintahkan untuk mengambil arah belok kanan.

Tentu alat itu akan memberi petunjuk pada siapa saja dengan yang seharusnya, tanpa memandang siapa, ras apa, pun apa pula agamanya, dst. Lalu aku jadi ingat yang mana dari suara mulut2 saudara kita keluar ungkapan kopar-kapir kopar-kapir...

Kami muslim niiiich..., kenapa diarahkan oleh si kapir pembuat alat itu...?!!!, #elo kapir kenape nunjuk2in gue yg muslim siiiiiich....?!!!. Ape iye elo lebih adil dari Tuhan kami yg masih ribut dg kopar-kapir kopar-kapir siiiiiiiich...?!!!.  #tentu bukan Tuhan, melainkan ketidak adilan di otak dan hati hambaNya yg dipenuhi dengan sifat kebencian, sesungguhnya merekalah yang mengajarkan sikap kebencian yg dinisbatkan pada Tuhan.
(FB)

SEANDAINYA

SEANDAINYA
Oleh: A. Fuad Usfa
Seandainya orang Jepang hidup di negeriku, kita tak kan pernah naik mobil, sepeda motor, dst... Emangnya kenapa?; mereka kan  kapir toh...?!!!, haram dooong...!!!. Tapi tak apa, kan masih ada Eropa, juga ada Amerika..., bahkan juga ada Cina... Oh iya yaaa..., mereka kan juga kapir siiiich...!!!. #gelap2an pakai lampu sumbu lebih asyik kok, gitu kale'... Ihik ihik..., :(:(:(
(FB)

Namaku

NAMAKU
Oleh: A. Fuad Usfa
Suatu ketika aku komen status kawan..., banyak juga yg komen di situ, aku juga ikut nimbrung lagi, rupanya komenku dipandang aneh oleh seseorang, lalu ia komen (aku lupa isinya secara persis, namun intinya ia mempersoalkan kenapa aku makai nama sebagai nama yg aku sandang?), lalu dia bilang, 'ganti saja'. Hahahaha..., mungkin dia lupa kalau orang baru lahir itu belum bisa bilang apa2 kecuali menangis... Lagi pula apa yg aneh dg namaku?, justru yg terasa aneh kalau namaku Jokowi atau Ahok maaaan... Duuuuch Gusti...
(FB)

Friday, September 23, 2016

PANDAI BERSYUKUR

PANDAI BERSYUKUR
Oleh: A. Fuad Usfa
Bersykur adalah berterimakasih, menerima atas segala apa yang menimpa kita. Rasa lapang akan bisa kita rasakan manakala kita bisa menerima, bila tidak, tentu kita akan merasakan sebaliknya; jangankan atas hal yang besar, sedang hal yang kecil sekalipun akan dirasakan begitu amat menyempitkan dan teramat berat dipikulnya.

Pandai bersyukur acap dikaitkan pula dengan Tuhan, artinya pandai berterimakasih atas segala pemberianNya. Pada ranah ini termasuk pada ranah konteks, kiranya pada ranah inilah bermulanya kalimat pandai bersyukur.

Bersyukur adalah buah dari segala perilaku, yang aktif maupun pasif. Bersyukur an sich tidak terkait dengan nilai, nilai itu ranah tersendiri, maknanya bersyukur itu bebas nilai. Siapa pun juga yang mampu menyikapi realita dengan menerimanya, ia itu berarti pandai bersyukur. Kita ambil suatu misal yang ekstrim untuk perbuatan yang tidak baik, katakanlah seorang koruptor yang dipinana berat, namun ia seakan tak ada beban, seakan tenang-tenang saja, ia menerima apa pun yang menimpa dirinya, maka ia itu termasuk orang yang pandai bersyukur.

Pandai bersyukur adalah pandai menyikapi (menerima), sedang korupsi adalah perbuatan tercela, bersyukur adalah melekat pada sifat, sikap jiwa, sedang korupsi adalah pada perbuatan. Perbuatan korupsi adalah tercela, tercela adalah nilai, sebagaimana juga baik, buruk, indah, terpuji dan seterusnya.

Sering pula kalimat pandai bersyukur dikaitkan dengan kebenaran. Sesunggunhnya kebenaran itu adalah ranah lain pula daripada pandai bersyukur. Pandai bersyukur bersifat universal, sedang kebenaran bersifat parsial (subyektif), dua rangkaian kata yang berbeda wilayahnya, suatu misal seorang pemuka agama Kristen berceramah dengan berkata, 'Puji Tuhan, kita semua wajib bersyukur, kita telah diberi hidayah yang luar biasa dan tak ternilai harganya oleh Allah, yaitu iman. Kita wajib pelihara dan tingkatkan iman kita, kita tidak susah payah menceri kebenaran Ilahi, kita telah dilahirkan dalam iman. Kita wajib bersyukur oleh sebab kedua orang tua kita telah terlebih dahulu menganut iman yang benar, sehingga karenanyalah sebagian besar yang hadir di sini dalam keadaan iman, suatu hidayah yang luar biasa bagi kita yang harus kita semua syukuri'.
Coba perhatikan narasi di atas; pandai bersyukur adalah bersifat universal, berlaku untuk siapa pun juga, namun uraian dari ceramah tersebut bersifat parsial (subyektif), yang dalam faktanya tidak semua orang menyetujuinya. Pada pandai bersyukur bisa dipakai oleh siapa pun juga sedang uraiaannya tidak, bahkan bisa ditentang oleh yang lain.
(AFOF, Cannington, 15 September 2015)
(FB)

KAPALKU

'KAPALKU'
(Kenangan)
Oleh: A. Fuad Usfa
Tanaganku menarik koper, demikian pula kedua anakku..., suara roda koper tak terdengar, kalah dengan hiruk pikuk suara apa saja yang memenuhi lobi Pelabuhan Tanjung Perak. Kami bertiga menerobos kerumunan orang, menyelinap, hingga pada pemeriksaan tiket. Di ruang tunggu kami duduk dan berjalan sambil mengamati apa yang mungkjin diamati. Suara orang terdengar, itu kapal yang kita tunggu, itu..., telah datang. Aku maju mendekat kaca transparan, orang menunjuk pada sebuah bayang hitam nun jauh disana. Orang itu berkata, ya..., itu..., saya tahu..., biasa dari arah sana... BayAng itu makin jelas, dan ujud kapal menjelma..., kapal besar, kapal pesiar. Taklama kemudian kapal yang gagah itu bersandar, penumpang turun dari tangga, dan lalu berhamburan. Lama juga kami menunggu..., biasa..., tak perlu heran..., sudah pakem..., waktu molor...

Terdengar suara dari pengeras suara, kami dipersilahkan naik ke kapal, para calopun datang menghampiri, calo tempat, calo kasur, atau apa-apa lagi..., calo..., itulah di antara kiat untuk menyambung hidup..., suatu simbol betapa kerasnya hidup... Dari calo hingga penjaja berbagai barang dagangan, pedagang asongan.

Kami suka berkumpul bersama orang-orang, berkenalan, berbincang, saling berbagi, saling menolong, suatu simbol kehidupan bermasyarakat, alangkah harmonisnya saat itu, walau kami tak saling mengenal sebelumnya.

Tut..., tut..., tut..., kapal mengangkat sauh, kapal bergerak, dan melaju... Betapa gagahnya kapal ini, aku hitung ada tujuh tingkat, ada kantin, ada gedung bioskop, ada mushalla yang reopresentatif, ada yang lain lagi dan lagi..., menyenangkan..., atau mungkin juga ada kecoak, aku tak tahu..., aku kira kapal ini sebesar GKB kampus III UMM. Kapal menelusur hingga memasuki kawasan Jakkarta.
Jakarta Ibu Kota Negeriku..., kami tengah berada di gerbangnya, hiruk pikuk para calo dan pedagang asonganpun terdengar lagi..., berbagai dagangan yang menarik hati, dari kacang goreng yang dibungkus kantong plastik keci, hingga berbagai barang bermerek (berjenama) walau tiruan, tapi tetap menarik hati..., sekali lagi kiat menyambung hidup..., simbol kerasnya hidup di negeriku...
Di pelabuhan ini adalah pelabuhan terlama yang disinggahi, lalu kapal melanjutkan perjalannya lagi..., hingga sampailah kami di pelabuhan Montok, selalunya singgah di pelabuhan ini lepas tengah malam..., kapal berlabuh, tidak sandar; kapal tongkang merapat, tongkang itu dipenuhi banyak orang, termasuk, sekali lagi kiat menyambung hidup dan simbol kerasnya hidup..., tak lama kapal singgah di sini, dan beranjak menuju destinasi berikutnya...
Kapal besar ini telah mengangkut kami..., anak-anakku sangat suka, kappal besar, serasa tiada ombak di bawah kami...

Sampailah kami di pelabuhan Kijang, pulau Bintan Kepulauan Riau, kapal menelusup masuk ke sebuah celah, lampu dihidupkan semua, tak terkecuali lampu merkuri, kami bergegas turun..., entah keberapa kalinya kami menginjakkan kaki di bumi Bintan ini..., kami melangkah ke luar pelabuhan..., dan melihat kapal itu sendirian..., bagaikan gedung menjulang dengn gagah perkasa..., dan aku yakin..., ini Indonesiaku, walau aku tak tahu adakah pula korupsi di balik ini...?!.
(FB)

DIAM

DIAM
Banyak orang mengira bahwa diam itu berlawanan dengan gerak, dalam arti yang diam berarti tidak bergerak, demikian pula sebaliknya, yang bergerak itu berarti tidak diam, padahal sesungguhnya gerak itu adalah rangkaiaan daripada diam. Hakekatnya tak ada gerak, yang ada hanyalah diam. Makin banyak rangkaian diam akan makin cepatlah apa yang diistilahkan dengan gerak, sedang makin sedikit rangkaian diam akan makin lambatlah apa yang diistilahkan dengan gerak. Diam dalam pengertian jiwa dan raga sebagai suatu kesatuan yang tak terpisahkan, sebab orang yang raganya banyak rankaian diam mungkin jiwanya tidak, atau sebaliknya atau berimbang.

Banyak rangkaian diam adalah merupakan sumber kegelisahan dalam hidup, sedang makin sedikit rangkaian diam akan makin memberi ketenangan dalam hidup. Makin dinamik maka akan makin tinggi tingkat kegelisahan, politik dan ekonomi adalah suatu contoh kongkritnya, yaitu sebagai suatu perujudan daripada banyak rangkaian diam itu. Seorang pertapa sejati sedikit rangkaian diam, maka akan lebih mendapatkan kebahagiaan daripada orang yang bergumul dalam kehidupan kebanyakan orang, demikian pula dengan seoarang sufi sejati, pendeta sejati, dan seterusnya, itulah perujudan daripada sedikit rangkaian diam. Hidup di negeri yang makmur dan memberi perhatian terhadap kesejahteraan rakyatnya juga banyak mempengaruhi terhadap sedikitnya rangkaian diam.

Orang yang menerima akan lebih bahagia daripada orang yang menentang, maka itulah muncullah ajaran tentang pandai bersyukur, keikhlasan maupun berserah diri dan lalu dikembangkan. Pandai bersyukur, keikhlasan maupun berserah diri merupakan perujudan daripada sedikit rangkaian diam. Makin sedikit rangkaian diam maka makin akan mendapat kan kebahagiaan. (AFOF, Cannington, 10 September 2015)
(FB)

KONSEP

KONSEP
Konsep itu penting, realita dalam kehidupan kita adalah suatu jelmaan konsep, namun memang tak semua konsep bisa kita jelmakan, namun yang nyata semua jelmaan dalam hidup dan kehidupan kita adalah merupakan buah daripada konsep. Konsep selalunya adalah ragam, tidak tunggal, yang tunggal pun akan ragam pula oleh sebab keragaman konteks dan subyek. Dapatlah kita ambil suatu missal, tatkala kita menyikapi bahan makan beras, manakala apa yang telah terbentuk di alam pikir dan rasa kita bahwa beras bisa kita konsumsi kapan pun juga, maknanya hingga telah berbubuk sekali pun, maka manakala konsep sedemikian itu dimiliki oleh Mentri Pangan misalnya maka jangan heran manakala banyak beras bubuk beredar di pasaran, namun manakala ia memiliki konsep bahwa setiap bahan pangan akan terpengaruh dengan beredarnya masa, dari yang semula segar hingga pada titik rusaknya (termasuk di dalamnya adalah beras), maka ia akan mengupayakan memetakan jangka masa segar, peralihan dan rusak. Dari situ pulalah ia akan memetakan skala kelayakan untuk dikonsumsi masyarakatnya. Hanya dalam keadaan yang sangat terpeksa sajalah yaitu setelah tidak ditemukan jalan lain ia akan mengambil kebijakan lain, sebagai langkah darurat.

Konsep yang telah menjelma dalam realita keseharian kita bisa membikin kesimpulan-kesimpulan yang bersifat permanen membentuk bangunan kesan yang seakan memanglah sebagai suatu keharusan. Acap orang tak lagi mampu membedakan antara bangunan kesan dan apa yang berada dibaliknya, yang justru itulah esensinya. Suatu misal pada masa lalu kita berpikir bahwa dapur itu selalu kotor, penuh jelaga, bukan hanya pada alat masaknya saja melainkan juga pada dinding-dinding dan atap dapur. Demikian pula tempat buang air besar dan kecil akan dikesankan kotor, berbau tidak sedap, penuh kuman, dan sebagainya, oleh sebab itu ruang dapur perlu dipisahkan dengan ruang tamu, tempatnya pun di bagian belakang. Demikian pula tempat WC, dan WC ini harus dipisahkan jauh-jauh dari aktifitas-aktifitas kita. Hal tersebut telah membentuk konsep tentang bangunan rumah dan benda-benda tadi.

Bangunan kesan oleh sebab dari perjalanan pengalaman, sedang esensi tak terpengaruh sedikitpun, maka itu orang yang cerdas dapat membentuk bangunan kesan baru. Pada jaman sekarang dapur bisa berhadapan dengan ruang tamu, bukan hanya berhadapan, melainkan boleh dikata sebagai satu kesatuan dengan ruang tamu; WC bisa ada dimana-mana, seperti di ruang cuci pakaian (laundry), di ruang sebelah tempat tidur kita, dengan pintu yang bisa saja selalu terbuka; juga WC bisa ada di kamar mandi yang juga menjadi bagian dari kamar tidur kita. Bahkan kamar-kamar mandi itu pun begitu luas serta seakan merangkpa fungsi sebagai kamar rias dengan desain yang begitu bagus dan rapih, tak ada air menggenang; suatu hal yang mungkin aneh dan tak masuk di akal manakala kita menggunakan konsep lama.

Sebagai contoh kongkrit, saat ini kami tinggal di sebuah apartemen, mana muka mana belakang saya tak tahu, yang nyata begitu masuk dari pintu utama rumah langsung ruang tamu, persis berhadapan dengan ruang tamu adalah dapur, tanpa dinding penyekat yang menutup diantaranya, ada dua kamar mandi yang seakan merangkap fungsi sebagai kamar rias, tak ada air menggenang di situ, tiga WC yang semua pintu-pintunya (termasuk pintu kamar mandi) sengaja tidak pernah kami tutup, kecuali saat dipakai tentu; ah..., apakah tidak bau kencing atau bau-bau yang lain...?; itulah konsep, tentu pertanyaan itu muncul oleh sebab konsep.

Memahami perilaku/sikap tindak sosial pun diperlukan pemahaman konsep.
(AFOF, Cannington, 12 September 2015)
(FB)

Wednesday, September 21, 2016

ANGSA DI LAKE MONGAR DAN BURUNG NURI DI BARRACK STREET

ANGSA DI LAKE MONGAR DAN BURUNG NURI DI BARRACK STREET
Oleh: A. Fuad Usfa
Persis satu minggu yang lalu, tepatnya 14 November 2016, saya ngobrol2 bersama teman via telpon, beragam hal yang diobrolkan, tentang penyembelihan hewan kurban di Indonesia, dll. Diantara isi obroral itu ada dua kisah yang saya shared di sini, yaitu kisah tentang angsa serta burung nuri (perot).

1. Angsa di Lake Mongar
Kawan saya itu pernah bekerja wira-wiri ke Lake Mongar Perth, dia cerita bahwa pada musim panas di situ banyak sekali angsa, hingga ribuan katanya, tapi bila lepas musim panas angsa2 itu entah pergi ke mana. pernah dia bertanya pada orang sekitar, menurutnya angsa2 itu pindah ke tempat lain yang jauh, baik di Australia sendiri maupun ke Eropa serta Kanada (-sambil bercanda sy tanya, pakai paspor mana?, hehe...). Suatu ketika ia lagi duduk santai di taman, sambil menikmati keindahan sekitar, tiba-tiba penglihatannya tertuju pada pada angsa bersama anak-anaknya di tepi jalan, mereka hendak menyebrang jalan, adapun yang menjadi perhatiannya yaitu ternyata sebelum menyebrang jalan induk angsa itu menoleh ke kanan dan ke kiri, dia bilang bahwa dia tersenyum simpul terasa lucu sekali gus ternyata cerdas juga, namun, begitu angsa bersama anak-anaknya itu sedang menyebrang datanglah mobil, mobil itu berhenti memberi kesempatan pada angsa-angsa itu untuk menyebrang, yang tentu relatif lambat, maka datanglah mobil yang lain dan yang lain lagi, sehingga banyak mobil yang terpaksa berhenti baik dari arah kanan dan kiri, termasuk mobil polisi. Kemudian polisi turun sekalian membantu menyebrangkan sambil memberi aba-aba menyetop kendaraan, untuk memastikan keamanan angsa-angsa itu.

2. Burung Perot di Barrack Street
Juga dia cerita perihal dua perot (saya katakan pada dia burung nuri, sebab di sini banyak sekali burung nuri). Al kisah, suatu saat dia jalan di Barrak Street, di situ dia melihat dua burung perot hendak menyebrang jalan, burung-burung itu rupanya bermasalah pada sayapnya (-saya sering melihat burung-burung kadang bertarung, mungkin itu sebabnya, wallahu a'lam-). Demi melihat dua burung itu sedang menyebrang jalan, kendaraan-kendaraan sama berhenti, karena Barrack Street kawasan ramai maka jalan jadi padat sekali, seseorang ke luar dari mobil memberi aba-aba menyetop mobil, mungkin dikhawatirkan ada yang tidak melihat keberadaan burung itu, sebab mereka kecil sekali tentu. Saat burung itu telah berhasil menyebrang jalan, maka barulah kendaraan-kendaraan itu sama berjalan.

Tentu hal seperti ini bukan pemandangan yang aneh di sini. Beberapa tahun yang lalu sayapun telah menulis status perihal satwa yang sejiwa dengan ini, dan insya Allah akan saya unggah kembali besok atau lusa.
Ada lagi cerita kawanku itu yang akan saya unggah dalam status saya, yaitu cerita dia tentang anjing di rumah sakit hewan, insya Allah di lain waktu. #Semoga kawan saya tersebut membaca status saya ini.
(AFOF, Perth WA, 21 September 2016).

Sunday, September 18, 2016

PENJAJAH DAN YANG TERJAJAH

PENJAJAH DAN YANG TERJAJAH
(Suatu Keanehan Namun Nyata)
Oleh: A. Fuad Usfa
Siapa sih sebetulnya penjajah itu?, dan siapa yang terjajah itu?, betulkah bangsa Indonesia beratus tahun telah dijajah oleh bangsa Belanda (khususnya)?. Kalau itu yang diutarakan dalam pelajaran sejarah kita, bagaimana dengan bangsa yang lain?, yang justru lebih lama bercokol menggerogoti nilai2 kebangsaan kita?, bahkan hingga kini telah menggerogoti dari ubun2 hingga tapak kaki kita?, dengan cara2 pemaksaan tanpa peri keadilan?, menyeret nadi2 kita pada satu titik negeri mereka, bangsa kita telah diseret secara batin dan lahir?, bius2 itu telah begitu tertanam, ditelan dan dimuntahkan oleh agen2 dan para demang2 mereka?, dan segelintir saja perwakilan jazadnya telah menjadi dewa2 di negeri kita; lalu tidak perlu disebut penjajahkah?. Kalau begitu pemahamannya, sungguh bukan hanya pembelajaran dalam teks2 sekolah yang timpang, melainkan dalam realita2 sosial kita.

Rasio kita telah digerogoti, lalu kita menjadi latah oleh sebab bius bius itu telah merasuk dalam nadi kita, hingga merengkuh jantung dan otak kita.
Suatu keanehan, namun nyata.

#ternyata tak lebih dari suatu permainan kata.
#saya yakin, banyak diantara kita yang tak terbaca sejarah uatu upaya pencerahan peradaban di baliknya.
(FB)

DOA (3)

DOA (3)
Oleh: A. Fuad Usfa
Mereka yang percaya doa, ternyata hanya bermunafik ria saja. Di saat 'doaku' dikabulkan, mereka malah berbondong2 menebar fitnah dan hoax, menebar kebencian dan permusuhan, turun ke jalan2 memprovokasi rakyat, mimbar2 pun telah terkotori sehingga susah dicari yang steril lagi, noda2 telah berlepotan di atas dan sekujur mimbar2 kita. Inti persoalannya adalah oleh sebab doa2 mereka tidak diterima Tuhan, tapi mereka tidak berani memprotes langsung pada Tuhan mengapa doanya tidak diterima.
(FB)

SIMBOL

SIMBOL
Oleh: A. Fuad Usfa
Contoh nyata kemunafikan...
Kesalehan yang ditampakkan dalam beribadah, SIMBOL
Bangunan2 tempat ibadah, SIMBOL
Pakaian2 yang kita pakai yg kononnya wajib2, sampai detail diatur2, SIMBOL
Sebut lagi yang lain, ah, SIMBOL
Apakah Tuhan telah begitu sibuknya dengan SIMBOL2?!
SIMBOL2 telah memabukkan manusia, dan kita jadi tertipu dengan SIMBOL2, sehingga segala macam cara dilakukannya, termasuk kesadisan2 membantai mereka2 yang tak berdosa, itulah terorisme sebagai SIMBOL pengabdian pada Tuhan?!, hari2 menghujat, memfitnah, menyerang, serta berbagai tindakan2 brutal lainnya, sebagai SIMBOL pengabdian pada Tuhan?!. Mengerikan..., semua itu demi SIMBOL...
(FB)

Keterangan: Tulisan ini sebagai respon terhadap kasus Bupati Banyu Asin yang terkena razia Operasi Tangkap Tangan oleh KPK saat usai melaksanakan doa keberangkatan naik haji (besoknya hendak berangkat naik haji), bahkan disinyalir terdapat bukti bahwa uang naik haji dibayarkan oleh pihak yang menyogok, jadi uang yang digunakan naik haji adalah uang korupsi.

Dan beberapa kasus seputar naik haji.

ISU AHOK DAN PENGKOPTASIAN TERHADAP TUHAN

ISU AHOK DAN PENGKOOPTASIAN TERHADAP TUHAN
Oleh: A. Fuad Usfa
Ada yang mengeshare berita, konon Yang Dukung Ahok Bakal Masuk Neraka...'. Seperti biasanya, dengan beragam caci maki dan yg sebangsanya, tentu tak lupa fonisnyapun dijatuhkanlah: "Yang tidak berani melawan Ahok akan masuk neraka. Salatnya, ibadahnya tidak akan diterima Tuhan. Hati-hati saudara.‎ Lawan Ahok sampai darah penghabisan, tidak usah takut," ujar dia. (Kutipan).

Sy hanya ingin komen: Sejak kapan diserahi kewenangan menjadi penguasa surga dan neraka...?. Oh..., betapa lemahnya Tuhan dalam pandangannya... Tuhan telah mengajarkan keberingasankah oleh sebab kelemahanNya?!, mengapa perilaku orang beragama begitu beringas dan mengerikan?!. Sekeji itukah Tuhan, apakah Tuhan itu dipahami sama dengan tuhan?!. Tuhan telah dikooptasi sedemikian rupa, hanya berdasar tafsir2 yang berazas pada azas2 kejahiliyahan. Ternyata Tuhan telah menjadi permainan kata, Tuhan sebabagai tuhan.

Kalau dibilang Islam adalah agama paksaan, diantara kita akan kebakaran jenggot bukan kepalang, dan itu akan dijadikan peluang pembenaran terhadap tindakan2 pemaksaan kita, dan bahkan keberingasan kita, kita tidak akan mengakui realias bahwa seperti itulah yang mendominasi pada kita, walau kita tidak pernah capek berkata Tuhan Maha Perkasa..., yang ternyata kita memaknai, tuhan maha perkasa..., Tuhan Tempat Bergantung..., yang ternyata kita memaknai, tuhan tempat bergantung, kalimat tuhan tempat bergantung punya makna yang sama dengan tuhan bergantung pada hambanya..., tuhan bergantung pada manusia..., suatu hal yang mustahil tentu...
(FB)

tUHAN

tUHAN
Oleh: A. Fuad Usfa
Setiap agama itu adalah agama lokal dan temporal, tidak ada agama universal, sebagaimanana juga tidak ada agama rasional maupun agama firah..., oleh sebab itu ajaran asli setiap agama hanya berkutat pada keadaan di seputar kelokalan saja, tidak lebih dari itu, baik Islam, Kristen, Hindu, Budha, Kong Hu Chu, Shinto, Kejawen, dst, seakan pengetahuan Tuhan hanya sangat terbatas. Bermunculanlah tafsir dari para penganutnya yg mencoba melengkapi keterbatasan pengetahuan Tuhan. Sesungguhnya Tuhan yang dimaksudkan adalah tuhan.
(FB)

MUJAMO

MUJAMO
Oleh: A. Fuad Usfa
Mujamo mengalahkan mukjizat para Nabi...?. Mukjizat telah diturunkan untuk mengukuhkan eksistensi keNabian dalam keyakinan garis darah Abrahimik..., baik dari garis Ishak (lebih khusus lagi Ya'kub) maupun Ismail, untuk kalangan sekeyakinan, tiada menyentuh pihak lain, sifatnya individual, tiada yg bisa masuk di dalamnya selain yang bersangkutan. Abrahamik ini kemudian merambah pada wilayah luar garis darah Ibrahim. Pada masa kemudiannya dari garis Ismail telah memunculkan istilah kafir sebagai pembatas.

Mujamo mengatasi semua garis darah, siapapun bisa memperolehnya dan untuk (telah) ditularkan demi dinikmati langsung, real dan faktual oleh semua manusia dan mahluk selain manusia, tiada yang terkecuali.Terkait dg istilah 'pembatas' ternyata dalam faktanya mujamo telah diturunkan pada kalangan kafir, dan telah dinikmati oleh semua manusia (-kita semua telah menikmatinya dengan enjoy, bahkan tak mungkin melepaskanya, demi Allah tak mungkin..., kita telah begitu tergantung kepadanya-), serta untuk (telah) dinikmati oleh makhluk selain manusia.

Mujamo, suatu realita yang jelas2 terbentang di tengah2 kita kita, kita telah bergumul di dalamnya, kita telah menikmatinya, dan hal yang tak mungkin kita pungkiri.

(AFOF, Perth, Medio Awal Musim Semi 2016).
(FB)

TUHAN MAHA PERKASA

oleh: A. Fuad Usfa
Tuhan Maha Perkasa, tentu mustahil dapat terkalahkan oleh mahluknya. Namun sangat disayangkan, ternyata telah kita saksikan suatu realita, bahwa untuk membuktikan keperkasaan Tuhan, sekelompok manusia berhimpun menyusun kekuatan dengan menghalalkan segala macam cara, dengan cara yang keji sekalipun. Memfitnah, hoax, manipulasi berita, atau yang sebangsanya. Seruan pertumpahan darah dan segala macam pengrusakan hasil peradaban manusia dilakukan. Membantai sesama manusia dengan segala kegembiraan, untuk mengharap pahala tuhan, sebagai pembuktian keperkasaan Tuhan... Kalau begitu caranya, berarti ternyata keperkasaan Tuhan itu hanya sebatas keperkasaan manusia yang bergerombol atas nama Tuhan saja..., menjadilah juga bermakna bahwa Tuhan maha sadis..., suatu hal yang mustahil tentu.

Seperti itulah aktifitas para teroris baik yang tidak dalam tanda petik maupun yang dalam tanda petik. :(:(:(
(FB)

Wednesday, August 31, 2016

AGAMA FITRAH

AGAMA FITRAH
Oleh: A. Fuad Usfa
Dulu, pun aku begitu bangganya menyambut istilah agama fitrah, berujar dan berujar dengan segala pembenaran, namun senyatanya tidak ada yang namanya agama fitrah itu, kecuali yang ada hanyalah fitrah agama yang bersemayam dalam diri setiap insan.
(FB)

AGAMA RASIONAL

AGAMA RASIONAL
Oleh: A. Fuad Usfa
Dulu aku begitu getolnya menyambut istilah agama rasional, berdiri di mimbar dengan bangganya berujar dengan segala pembenaran, ternyata itu semua oleh sebab ketidak rasionalan itu sendiri, yang telah membuat fatamorgana yang merengguh diri siapa saja. Senyatanya tidak ada satu agamapun yang namanya agama rasional itu.
#kecuali hanya agama dalam tanda petik ('_') saja, 'agama'nya Aguste Comte..., ?!":;-/#^*
(FB)

ORANG BARAT DAN KEPEMIMPINAN

(Pelajaran yang Aku Tangkap)
Oleh: A. Fuad Usfa
Saya tangkap suatu pelajaran, bahwa orang barat saat menjadi boss tidak menggunakan kekuasaan (power) nya secara penuh..., maka itu mereka mudah menyesuaikan dengan aturan dan rasa kemanusiaan (mau memahami sesama)..., mereka memaknai kekuasaan bukan miliknya, melainkan tak lebih adalah sebagai amanah yang dibebankan kepadanya yang mana terikat dengan aturan dan tata nilai..., oleh sebab itu tatkala bawahan sekalipun membantahnya dipahami sebagai membantah batas kewenangannya, bukan membantah diri peribadinya, maka itu ukurannya jadi jelas..., bukan hati dan 'diri' (siapa aku?) yg ukurannya tak menentu...
(FB)

Tuesday, August 30, 2016

BUKTI KEBENARAN?!

BUKTI KEBENARAN?!
Oleh: A. Fuad Usfa

Sebelum usia 15 tahun 8 bulan anakku putri bilang pada saya, 'abah, katanya menurut aturan di sini kalau anak sudah usia 15 tahun 6 bulan sudah dibolehkan untuk bekerja part time, adek mau belajar bekerja entar kalau dah usia segitu ya bah ya..., boleh bah...?, di sela2 waktu luang bah, atau di waktu2 libur sekolah bah, boleh kaaan...?, abang kan juga boleh bah...', demikian dia bilang. Lalu saya mengijinkan. Singkat kata, anakku putri bekerja part time di sebuah toko swalayan, sekitar 1 Km dari rumah tinggal kami, ia hanya bekerja beberapa jam saja dalam satu minggu. (Keterangan: di  sini gaji dihitung perjam, tentu menit2nya pun dihitung, misalnya bekerja 2 jam 45 menit, tinggal ngitung saja, walaupun 5 menitnya tetap dihitung). Bosnya orang Sikh (Punjabi). Suatu ketika (-entah bagaimana jalan ceritanya-) anakku bertanya, 'mengapa anda tidak makan daging, seperti ayam, sapi, kambing, ikan, dst?'. Dia menjawab simple saja, ia hanya memberi gambaran, 'sama saja dengan dengan anda Alba, anda sebagai orang Islam tidak boleh makan babi, atau apa lagi..., ya, begitu jugalah saya'. Anakku menceritakan dialog tersebut pada saya saat perjalanan pulang waktu saya menjemputnya.

Adapun yang menjadi catatan saya adalah, bos anakku itu tidak bilang yang melantur2, misalnya, 'coba bayangkan Alba, bahwa sesungguhnya setiap mahluk yang bernyawa itu mempunyai rasa sakit, rasa takut, stres, sama saja dengan kita manusia, maka itu kami tidak mau menyakiti apalagi membunuh, apa lagi memakan semua mahluk yang berjiwa, itulah salah satu keagungan ajaran agama kami Alba...', tidak ada menjawab seperti itu..., apa lagi dihubung2kan dengan kebenaran, misalnya berkata, 'itulah sebagai suatu bukti kebenaran agama kami Alba...', dia tidak berkata seperti itu.

Saya mengutarakan ini sebab kita selalu mengait2kan dengan bukti kebenaran, bukti kebenaran, bukti kebenaran..., walau pun bukan bukti sekalipun, oleh sebab ukurannya tidak jelas..., padahal yang namanya bukti itu mesti jelas ukurannya.

(AFOF, Perth, WA, 30 Agustus 2016).
(FB)

Monday, August 29, 2016

PENGHINAAN

PENGHINAAN
Oleh: A. Fuad Usfa

Penghinaan terkait dengan emosi, terlepas dari rasio, keduanya tidak bisa saling bertemu, bila satu bergerak maka yang satunya akan diam, demikian pula sebaliknya. Jika ada seseorang yang menghina lalu kita tangkap hinaan itu dengan emosi, maka akan terjadilah pergumulan, oleh sebab memang di situlah arenanya. Saya menjumpai suatu bangunan budaya yang mana rasio lebih dikedepankan daripada emosi, dan ternyata pergumulan terkait dengan penghinaan dapat tereliminir dan bahkan terhindari.

Sesungguhnya penghinaan hanyalah satu pihak saja, bukan dua pihak, oleh sebab itu bila dibiarkan berlalu maka tak mungkin ada benturan, adanya benturan itu oleh sebab melajunya satu pihak tadi dihadang oleh pihak yang lain. Suatu misal bilamana ada seseorang mengata-ngatai kita 'engkau bang*at', dan 'bang*at' itu kita biarkan saja berlalu, maka ia akan berlalu begitu saja, namu manakala 'bang*at' itu dihadang (katakan misalnya) dengan kata 'engkau yang bang*at', maka akan terjadilah pergumulan. Adapun yang memegang peran untuk menghindari adanya benturan di sini adalah rasio. Rasiolah yang akan dapat menghilangkan benturan itu, menghilangkan benturan bermakna menghilangkan sifat penghinaan. Bilamana penghinaan itu telah kehilangan sifat, maka ia akan menjadi netral, adanya adalah sama dengan tiadanya. Bila seseorang mengatakan 'engkau bang*at', sejatinya kita ini tetap bukan bang*at. Apapun yang orang katakan pada kita, sejatinya kita adalah tetap kita. Suatu misal, ada sebuah bendera, dan bendera itu diinjak oleh seseorang, maka sesungguhnya sejatinya bendera itu tetap bendera, apakah itu diijak, ditempel, digantung, dibalik, dst, tetaplah ia itu bendera. Rasiolah yang akan mendudukkan bendera itu tetap pada yang sejatinya. Tuhan dihina katanya, lantaran dihina itu apakah Tuhan itu hina?, tidak, tidak ada Tuhan hina, dan kalau tidak hina untuk apa terhina, sebab sjatinya Tuhan itu tetap Tuhan. Bila ada Tuhan terhina, maka sesungguhnya dia itu bukan Tuhan, sebab ia tidak menyadari kesejatiannya. Tuhan sebagai titik pusat agama, maka agamapun tidak mungkin hina.
Atas dasar itu tatkala di suatu saat akan ada demo katanya, sebab agama kita (bisa lebih fokus pada Tuhan, Nabi, dst) dihina katanya, saya tidak mau ikut-ikutan, sebab sejatinya agama adalah tetap agama. Itulah salutnya saya pada rekan-rekan pemeluk agama Kristen (sebagai salahsatu contoh kongkrit dalam kasus seperti ini), dibilang Tuhannya punya anak yang dibayangkan seperti kita-kita sebagai manusia, dibilang kitab sucinya tidak asli dan sudah dipalsukan, ada juga gambar Yesus dan bunda Maria di sandal jepit, dst dst, namun mereka tetap memahaminya dengan tidak reaktif. Apa sebabnya?, sebagaimana yang saya katakan di atas, yaitu rasio, ialah yang dapat menghilangkan sifat daripada penginaan itu.
Kitapun bisa melakukan itu, Tuhan adalah tetap sejatinya Tuhan, Nabi tetap sejatinya Nabi, Rasul adalah tetap sejatinya Rasul, dst. Saya ingat akan peribahasa yang kira-kira berbunyi, 'sinar mata hari walau menimpa pada kotoran sekalipun ia adalah tetap sinar yang sama'. Fokus bukan pada kotorannya, melainkan pada sinarnya. Sinar akan tetap sinar, walau disajikan hamparan kotoran sekalipun. Itulah sejatinya.
(AFOF, Perth WA, 29 Agustus 2016.

#Catatan: Adapun yang kadang malah bikin sangat krusial adalah, menghina orang bukan main semangatnya, namun begitu dislenting sedikit naik pitam tiada kepalang..., :(

Saturday, August 27, 2016

SANKSI DALAM TATA TERTIB SEKOLAH

SANKSI DALAM TATA TERTIB SEKOLAH
Oleh: A. Fuad Usfa
Sanksi atau disebut juga hukuman. Terdapat berbagai macam sanksi, seperti sanksi pidana, sanksi perdata, sanksi administrasi, sanksi adat, dan sebagainya. Dalam setiap peraturan perundangan baik tertulis maupun tidak tertulis didalamnya akan terdapat norma dan sanksi. Sanksi merupakan penguat norma.

Terdapat banyak aturan perundangan di berbagai Negara, dari yang paling dasar (grundnorm) sampai dengan yang paling operasianal, seperti peraturan tata tertib sekolah.

Dalam membuat aturan juga ada aturannya. Kita hidup dalam suatu Negara diikat oleh suatu sistem, oleh sebab itu dalam membuat peraturan dari yang paling tinggi hingga yang paling operasional harus merupakan suatu rangkaian yang tidak boleh menyalahi sistem.

Di Negara Republik Indonesia terdapat hirarchi aturan perundangan, yaitu berdasar TAP MPR No. III/MPR/2000, tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Perundang-undangan, sebagai pengganti dari TAP MPRS No. XX/MPRS/1966, sebagai berikut:

1. UUD 1945 (dan perubahannya);
2. Ketetapan (TAP) MPR;
3. Undang-undang (UU);
4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu);
5. Peraturan Pemerintah (PP);
6. Keputusan Presiden (Kepres); dan
7. Peraturan Daerah (Perda).

Secara teoritis hal tersebut sejalan dengan teori berjenjang (Stufenbau) dalam teori sistem hukum, yang dikemukakan oleh Hans Kelsen dengan menempatkan Grundnorm sebagai puncak dari segala jenjang. Kelsen menyatakan, bahwa sistem hukum adalah merupakan sistem bertangga yang mana norma hukum yang paling rendah harus berpegang pada norma hukum yang lebih tinggi, dan norma hukum yang tertinggi harus berpegang pada norma hukum yang paling dasar (Grundnorn).

Maka ketentuan tersebut membawa pada konsekwensi, bahwa sebagai suatu sistem ketentuan yang berada di bawahnya tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang lebih tinggi.

Jadi segala pembuatan peraturan haruslah tersusun dalam kesatuan sistem, baik berkenaan dengan materi yang berupa norma dan sanksi serta pada aspek acaranya.

Berkaitan dengan anak, sesungguhnya banyak pihak yang terkait, taruhlah suatu misal Lembaga Pendidikan Sekolah. Problema anak terkait dengan keberadaannya di sekolah adalah merupakan problema universal, terjadi di setiap masa dan tempat. Adalah suatu hal yang logik bila sekolah harus melakukan langkah-langkah konkrit terhadap anak yang bermasalah. Dalam teori modern langkah penindakan harus atas dasar tujuan pembinaan, maka keberpihakan pada anak adalah merupakan suatu ujud perlindungan kepada anak dalam rangka pembinaan ke depan, dan ini telah dianut oleh berbagai Negara, termasuk Indonesia.

Oleh sebab itu pembuatan berbagai aturan tata-tertib sekolah haruslah merujuk pada pandangan filosofis, normatif dan sosiologis dalam konteks kesatuan sistem, apakah itu terkait dengan norma, sanksi ataupun acaranya. Taruhlah suatu misal di sini, terdapat aturan tata tertib sekolah yang mencantumkan sanksi ‘dikeluarkan dari sekolah (drop out)’, tentu sanksi tersebut mengandung masalah secara hukum (yang amat mendasar), sebab sanksi dari aturan tersebut bertentangan dengan dasar filosofis sebagaimana yang tertera dalam konsideran serta normatif hukum undang-undang yang berkaitan dengan anak khususnya. Dapatlah di sini dikutip pasal 9 ayat (1) Undang-undang tentang Perlindungan Anak, yang menyatakan, ‘setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya’. Pasal 48 menyatakan, ‘Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar 9 (Sembilan) tahun untuk semua anak’. Pasal 49 menyatakan, ‘Negara, Pemerintah, keluarga dan orang tua wajib memberaikan kesempata yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan’. Bahkan anak yang ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatanpun berhak memperoleh pendidikan, sebagaimana telah diatur dalam pasal 60 ayat (2) Undang-undang Pengadilan Anak, yang menyatakan, ‘anak yang ditempatkan di lembaga sebagaimana dimaksauad adalam ayat (1) berhak memperoleh pendidikan dana latihan sesauai dengan bakat dan kemampuananya serta hak lain berdasar peraturan perundangan.

Dengan demikian pemutusan anak dari sekolah tidak dapat dibenarkan, dan negara berkewajiban memenuhi hak anak untuk mengenyam pendidikan di sekolah. Mengenyam pendidikan merupakan hak anak, bahkan untuk pendidikan dasar Sembilan tahun menjadi KEWAJIBAN Negara untuk pemenuhan hak anak bagi semua anak.
#Tulisan saya ini sebelumnya telah dimuat di Media Bawean.

PENDIDIKAN DAN TINDAK KEKERASAN

PENDIDIKAN DAN TINDAK KEKERASAN
Oleh: A. Fuad Usfa
1. Pengantar
Tulisan ini terkait dengan tulisan saya yang bejudul 'Sanksi Dalam Tata Tertib Sekolah' yang  saya unggah di laman fesbuk saya ini juga tadi pagi.

Adapun yang dimaksud tindak kekerasan adalah segala tindakan kekerasan yang dilakukan oleh siapapun dalam proses pembelajaran di lembaga pendidikan. Di lembaga pendidikan terdapat pihak-pihak yang terllibat di dalamnya, yaitu Negara, lembaga atau pengelola pendidikan, masyarakat, guru, peserta didik, serta orang tua atau wali murid. Semuanya terlibat sebagai satu kesatuan. Dapatlah disebut sebagai masyarakat pendidikan. Sebagaimana dalam kehidupan masyarakat pada umumnya, masyarakat pendidikan pun terikat oleh ketentuan hukum yang berlaku sebagai suatu kesatuan sistem.

2. Pendidikan
Pendidikan dan pengajaran merupakan suatu istilah yang mempunyai pengertian berbeda, tapi keduanya selalu digunakan dalam satu kesatuan. Pendidikan berorientasi pada pembentukan dan pengambangan mentalitas, sedang pengajaran lebih pada pembentukan dan pengembangan rasionalitas. Keduanya bisa dibedakan, tapi tidak bisa dilepas-pisahkan. Artinya seseorang yang memperoleh pengajaran akan berimplikasi pada pembentukan dan pengembangan rasionalitas dan sekaligus terhadap mentalitasnya. Untuk membentuk serta mengembangkan mentalitas haruslah melalui pengajaran terlebih dahulu. Artinya jika menyebut pendidikan tentu di dalamnya termasuk pengajaran.

Mentalitas dan rasional adalah suatu abstrak yang tidak dapat dibentuk secara matematis, ia adalah gelombang yang bergerak dinamik. Dalam konteks ini dunia pendidikan tidak dapat dilepas-pisahkan dengan skala dinamika dalam ruang dan waktu.

Secara fisik manusia tidak jauh dari banyak binatang, yang membedakanya adalah rasio dan mentalitasnya. Kekuatan inilah yang menyebabkan manusia terus berkembang seiring dengan dinamika dalam ruang dan waktu, baik secara individu maupun kelompok.

Lembaga pendidikan adalah lembaga yang berkewajiban melakukan aktifitas mendidik, mendidik yang ideal adalah mendidik dengan penuh kesadaran dalam arti yang tertutup dari sifat emosional, sebab emosional dapat dengan leluasa menutup kesadaran seseorang.
Negara adalah lembaga tertinggi untuk melakukan tindakan kebijakan, dalam hal ini terhadap dunia pendidikan, sekolah dengan guru yang berada di garis depan adalah pihak yang mempunyai kekuasaan secara operasionalnya, sedang murid secara operasional adalah pihak yang terlemah. Di sinilah pentingnya mengapa harus ada jaminan perlindungan terhadap murid. Murid bisa dengan mudah untuk dijadikan obyek.

Sebagaimana diutarakan di atas, menyebut kata pendidikan tentu di dalamnya included pengajaran. Aktifitas tersebut merupakan kewajiban dari Negara, dalam hal ini yang diwakili oleh lembaga pendidikan. Setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan, dan menempuh pendidikan sembilan tahun adalah merupakan hak anak, yang tentu menjadi kewajiban daripada Negara. Hal itu telah mendapat jaminan secara hukum.

Setiap anak berhak untuk mendapat pembinaan, kata pembinaan bermakna positif, maka itu tidak boleh ada pembunuhan karakter, berbagai stigma negatif, serta menghambat perkembangan dan harapan masa depannya. Pendidikan terhadap setiap  anak sebagai peserta didik tidak boleh dengan mengetrapkan pendidikan yang justru melanggar hukum (-harap digaris bawahi kalimat 'tidak boleh dengan mengetrapkan pendidikan yang justru melanggar hukum'-), sebab hal tersebut merupakan salah satu bentuk pembinaan karakter yang negatif. Negara, dalam hal ini lembaga pendidikan dan guru berkewajiban mengkondisikannya, dan harus dilaksanakan secara sportif oleh semua yang terlibat di dalamnya.

3. Aspek Hukum
Hukum muncul kepermukaan oleh sebab suatu peristiwa. Dalam ajaran ilmu hukum dikenal bahwa pada perinsipnya terdapat dua peristiwa, yaitu peristiwa biasa dan peristiwa hukum. Peristiwa biasa adalah peristiwa yang tidak merasukiranah  hukum, sedang peristiwa hukum adalah suatu peristiwa pelanggaran terhadap hukum.
Tindak kekerasan sebagai suatu tindakan sepihak yang dilakukan oleh Negara, dalam hal ini lembaga pendidikan dan lebih khusus lagi oleh guru tidaklah berlandas atas hukum. Hukum tidak bisa lepas dari sistem, yaitu satu kesatuan keterkaitan yang tidak bisa dilepas pisahkan satu sama lain. Sistem adalah merupakan satu kebulatan yang utuh tak terberai.
Pertanyaan yang muncul, bagaimana bila pihak-pihak yang mengalami tindak kekerasan mengangkatnya sebagai kasus hukum yang mesti diproses?.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut rumusannya adalah sebagai berikut, bahwa indak kekerasan merupakan tindak pidana, oleh sebab itu siapapun dalam masyarakat yang melakukan tindak kekerasan maka ia telah melakukan tindak pidana. Berkekanaan dengan itu pihak-pihak yang merasa dirugikan mempunyai hak untuk mengangkatnya sebagai suatu kasus, yaitu kasus hukum. Hal itu adalah sebagai suatu konsekwensi daripada suatu sistem.
Pertanyaan selanjutnya, apakah pihak yang berwenang boleh tidak menerima kasus yang bersangkutan?. Aparat yang berwenang, dalam hal ini Kepolisian sebagai garis depan dalam kasus pidana berkewajiban untuk melakukan proses. Apakah harus dinaikkan ke Pengadilan?. Untuk ini tidak ada keharusan, oleh sebab pihak Kepolisian diberi kewenangan oleh Undang-undang untuk melakukan diskresi hukum. Untuk itu maka mestinya Polisi yang menangani kasus bersangkutan harus sangat persuasif. Penyelesaian secara diskresi ini sangat penting sekali. Hukum tidak harus keras bagai batu, hukum itu tak lebih dari suatu alat untuk membina, bukan untuk menindas, oleh sebab itu bila ada jalan yang paling lunak, lakukanlah, jangan berpikir dengan kekerasan. Dalam ranah hukum pidana hendaknya dilakukan sebagai upaya terakhir, tidak lebih dari itu. Demikian itu pulalah pandangan mendasar yang dianut dalam doktrin hukum pidana.
Bagaimana bila kasus berlanjut ke Pengadilan?, Pengadilan tidak mempunyai kewenangan untuk menolak, Pengadilan harus mengadili, namun hakim tidak harus menjatuhkan putusan yang keras, bilamana mungkin hakim mesti menjatuhkan putusan yang seringan-ringannya, apalagi mengingat kasus seperti ini baru menjadi fenomena di negara kita. Seringan-ringannya di sini saya maksudkan sesuai konteks.
Kasus yang bermunculan belakangan ini adalah suatu fenomena kesadaran baru, banyak yang belum siap menhadapi pergeseran ini. Kita telah terbiasa hidup dalam rengkuhan represi, perilaku menindas, 'teror' atau berbagai ancaman, 'bahasa-bahasa' irasional, reaktif, 'panik' atau gusar, telah menjadi bagian dari budaya kita.
Dalam hemat saya hal tersebut merupakan hal mendasar yang sudah semestinya menjadi perhatian pemerintah, yang tentu dalam hal ini Departemen Pendidikan sebagai pihak pengambil kebijakan dalam dunia pendidikan, semoga bapak Mentri Pendidikan segera mengambil sikap dalam hal ini. Namun mungkinkah pengambil kebijakan mampu melakukan langkah-langkah progres ataukah justru berpihak pada sikap stagnansi. Sebagaimana kita sama pahami bersama bahwa rengkuhan represi begitu kuat mengakar di tengah-tengah kita. Walau pak mentri selalu mengemukakan dalam kaitannya dengan Nawa Cita, yaitu membangun karakter, sikap toleran, kebhinnekaan, membendung radikalisme, dan seterusnya, namun tentun paradoks bila lembaga pendidikan telah menjadi ujung tombak pembentukan sikap represi yang bahkan melabrak ketentuan hukum positif kita.
Apakah martabat guru direndahkan?, tentu tidak bermakna demikian, bagaimanapun guru adalah tetap mulya, martabat guru tetap tinggi, tidak semua guru punya perilaku yang melabrak ketentuan hukum dan kepatutan, hanya beberapa orang saja, itupun tidak terlepas daripada konteks ruang dan waktu yang telah membinanya. Guru adalah manusia juga, yang tidak bisa lepas dari berbagai keterbatasan. Dalam pandangan saya kita tidak perlu mencari-cari kesalahan dan pembenaran, kita mesti mencermati fenomena pergeseran secara rasional, itu saja.

Kita sudah terbiasa hidup dalam rengkuhan represi, saya, bapak ibu sekalian yang membaca tulisan saya, bapak Mentri Pendidikan, dan seterusnya, rengkuhan represi begitu kuatnya dalam kehidupan keseharian kita, hanya dengan evaluasi yang tenang dan rasional kita bisa melakukan suatu progres dalam menata sikap mental yang diharapkan. Adakah kesiapan untuk move on?.

A. Fuad Usfa, Perth Western Australia, 14 Agustus 2016

Catatan Pinggir:
#Saya pernah malang melintang sebagai sosok guru juga (seorang dosen), lebih dari dua puluh tahun saya bergelut dalam dunia keguruan, namun kesadaran mental ini muncul justru disaat saya tidak bergelut dalam dunia keguruan. Pengalaman hidup dalam mencermati dunia baru yang terbentang di hadapan saya dan renungan saya telah membuahkan kesadaran baru.

DOA (1)

DOA (1)
Oleh: A. Fuad Usfa
Suatu ketika, saya bersama beberapa kawan dipercaya sebagai tim perumus draf RUU tentang Bantuan Hukum, aktifitas itu dibuka oleh Presiden RI, yang pada waktu itu adalah Soesilo Bambang Yudoyono (SBY). Acara pembukaan dilaksanakan di Hotel Syahid Jakarta. Untuk acara doa salah seorang teman bersedia membaca doa. Saat dia tampil tak lupa memakai peci, lalu menyampaikan salam, sepatah dua patah kata memohon pada hadirin untuk berdoa bersama dengan hidmat, lalu dilanjutkan memohon dengan kata, 'marilah kita berdoa menurut agama dan kepercayaan kita masing-masing, semoga kiranya... dst (-tidak panjang-panjang-), lalu dilanjutkan dengan kalimat, 'berdoa mulai', dan hadirin semua berdoa dengan tenang. Sesaat kemudian  dilanjutkan dengan kalimat, 'berdoa selesai', lalu ditutup dengan salam.

Saya kira itu doa yang sangat bagus, excellent, tidak menggiring-giring Tuhan, apa lagi mendekte-dekte Tuhan..., tak ada ambisi baik pribadi maupun kelompok. Tentu saya tak tahu apa yang dipanjatkan SBY pada Tuhan, apa yang dipanjatkan Ketua MA pada Tuhan, apa yang dipanjatkan Gubernur DKI pada Tuhan..., dst. Tentu mereka berdoa demi keselamatan dan kejayaan Negara dan segenap bangsa Negara Republik Indonesia. Semua terpulang pasrah pada takdir Allah.
Tidak ada sandiwara doa..., tak ada adu domba dalam doa..., tiada memperalat Tuhan dalam arena berdoa...
#Salut untukmu kawan...
#Salut untukmu...
(FB)

DOA (2)

Oleh: A. Fuad Usfa
DOA (2)
Doa sy yg telah dikabulkan oleh Tuhan antara lain yaitu, doa semoga Jokowi jadi Presiden kita serta doa seomoga Ahok naik menggantikan posisi Jokowi oleh sebab begitulah aturan mainnya...
Jadi doa sy mengalahkan doanya Amin Rais, Riziq, dll yg ahli doa... Artinya apa?, Allah menghendaki Indonesia dipimpin oleh Jokowi..., dan DKI oleh Ahok... Kalau ternyata ada yg protes habis2an, mencari segala celah, jurus2 hoax serta beragam fitnah..., itu urusan lain, artinya mereka itu secara tidak langsung protes pada Tuhan oleh sebab doanya tidak dikabulkan..., ihik ihik..., hhh...
(FB)

GAMBARAN SIKAP TUHAN

GAMBARAN SIKAP TUHAN
Oleh: A. Fuad Usfa
(Medio Penghujung Musim Dingin 2016)

Sekitar sebulan yang lalu saya terjebak macet di Albany High Way..., yaitu persis sebelah Westfield Carousel, di kawasan Cannington Shopping Centre..., maklum sih waktu jam sibuk... Beberapa ratus meter ke depan terdapat traffic lights, sudah dua kali hijau saya belum juga bisa 'lepas', kena merah lagi..., sambil mendengarkan musik saya amati di sekitar kemacetan, persis di sebelah kanan saya ada seorang pengendara wanita berbusana jilbab, nampaknya ia berdarah arab, ia menyetir seorang diri. Dari situ pikiranku menerawang bukan hanya sebatas pandang, melainkan menembus cakrawala hingga tanpa batas, lalu mataku menjelajahi semua pengendara dan semua orang yang dapat saya lihat serta yg dapat saya bayangkan di seputar kawasan itu..., mataku tetap mengamati di sekitar kemacetan hingga menoleh kebelakangpun... Dari situ terbentuk konstruksi pikiranku, di antara sekian banyak orang yang terdapat di area itu, akankah hanya dia (wanita itu) dan aku saja yg akan masuk surga?, kalau begitu alangkah kejamnya Tuhan..., apa salah mereka itu?, mereka tak membikin huru-hara, bahkan umumnya mereka jauh lebih teratur, lebih tertib daripada kita-kita di negeri yang kononnya sebagai ummat yang terbaik. Ataukah hanya atas dasar yg sangat sederhana?, yaitu karena mereka tidak sama seperti aku dan dia...?, bukankah mereka ditakdirkan oleh Tuhan sendiri untuk lahir di lingkungan yang berbeda dengan aku dan dia...?.

Hanya aku dan dia yang akan masuk sorga?, saya merasa sedih membayangkan, bahwa mereka kononnya akan menggelepar-gelepar di api neraka, api yang sangat panas, yang panasnya jauh di atas panasnya api di dunia ini. Apakah Tuhan akan bersenang hati memperlakukan dan menyaksikan mereka menggelepar-gelepar tersiksa tanpa batas?, memperlakuka dan menyaksikan..., sesadis itukah Tuhan...?, padahal Tuhan sendirilah yang mentakdirkan mereka lahir di lingkungan yang berbeda dengan aku dan dia. Lalu Tuhan itu Tuhannya siapa sih...?. Saya ingat doktrin, lalu saya berpikir, aku dan dia pun tidak akan mulus untuk masuk sorga, melainkan harus melalui jalur neraka dulu, setidaknya tiket melalui jalur ke neraka itu jelas telah dimiliki oleh wanita itu, yaitu dia telah keluyuran sendirian tanpa didampingi mahramnya, tentu itu telah menjadi sikapnya sehari-hari, seperti pergi ke sekolah, pergi bekeja, pergi belanja, dst, dia telah melakukan yang diharamkan. Selain itu (sebagaimana aku juga) dia telah menyerupai orang kafir, seperti yang jelas-jelas aku dan dia lakukan yaitu menyetir mobil, menggunakan HP, internet, AC, hiter, CDdan atau DVD, (semua itu komplit ada di dalam mobil), belum lagi asuransi, belum lagi manggunakan uang dolar, jasa Bank, beragam kartu Bank, kartu-kartu dari Government seperti Medicare, mungkin Health Care, dll, kira-kira begitulah antara lain gambaran tiket jalur lewat neraka itu, atau jangan-jangan aku dan dia malah masuk golongan orang-orang kafir, maka tentu kalau sudah begitu tamatlah sudah, titik sudah dan hanya akan menjadi 'santapan' Tuhan di kubangan api neraka, sedang Tuhan tak pernah memberi tahu yang pasti, melainkan semua orang hanya tahu dari katanya dan katanya.

(Kendaraanku tentu sudah melejit melewati kemacetan, tapi pikiranku masih terus berjalan pada topik yang sama).

Lalu aku terbayang pada ribuan orang di dalam shopping centre..., kemudian ke seluruh kawasan Australia..., merambah ke seluruh dunia, melintas pada waktu yang tak terhingga. Apa data yang dapat kita peroleh?, ternyata hanya sebagian kecil saja orang yang akan masuk surga, seakan Tuhan telah gagal dalam berkreasi, yang hanya menampilkan kesadisan-kesadisan yang luar biasa. Tuhan hanya bisa bermain kata  yang membingungkan ummat manusia, itu pulalah diantara sumber terjadinya huru-hara di dunia, kita-kita yang kononnya adalah golongan yang sebaik-baik ummat, malah sibuk mencari dan menciptakan musuh-musuh, saling berperang dan meluaskan wilayah peperangan, sedang Tuhan seakan tak mampu memadamkan dan seakan sibuk berpihak pada agama bangsa tertentu, yaaa..., agama bangsa tertentu. Huru-hara dunia atas nama Tuhan terus terjadi, yang paling piawai memusuhi, membantai, serta membunuh terhadp yang berbeda malah dijanjikan oleh Tuhan kerajaan surga dengan para pendamping yang tidak tanggung-tanggung, yaitu bidadari bidadari yang cantik cantik rupawan yang tidak ada satupun kecantikan wanita-wanita di dunia yang menyamainya; eronisnya yang damai malah akan diganjar dengan neraka jahannam.
Adapun inti yang ingin saya katakan, bahwa sungguhnya tuhan yang dimaksudkan oleh mereka itu bukanlah Tuhan, melainkan hanyalah tuhan yang dibentuk oleh pikiran mereka/kita saja, maka makin sadis mereka/kita, atau suatu bangsa, maka akan makin sadislah gambaran sikap Tuhan terhadap yang berbeda dengan kita, oleh sebab gambaran sikap Tuhan tak lebih dari ujud pikir dan sikap mereka/kita saja.

#Keterangan: Pada tulisan tuhan ada tertulis t (kecil) dan T (besar).
AFOF, Perth WA, 27 Agustus 2016
(FB)

Sunday, August 7, 2016

TAFSIR TEKSTUAL: SI DUNG DAN TUANNYA


Tafsir Tekstual
SI DUNG DAN TUANNYA
Oleh:  A. Fuad usfa
Aku teringat apa yg dikatakan Ali Harb (Libanon), ia bilang, “perkataan” adalah tipu daya dan “teks” adalah bentuk penipuan yang selalu memberi batasan di antara dimensi yang berbeda. Ali Harb tidak mengecualikan terhadap teks apa saja..., tidak ada kecualinya..., berlaku untuk semua teks.

Makna2 teks akan tertinggal, bahkan sebelum menjelma dalam bentuk teks itu sendiri. Sy mencoba membuat suatu perumpamaan di sini. Si Dung dan Tuannya... Singkat saja...: Suatu ketika si Dung diminta oleh tuannya mengambilkan sebutir telur di meja..., (--di meja itu terdapat beberapa dadu warna-warni dan beberapa butir telur--), ternyata si Dung mengambil dadu warna biru..., setelah diserahkan pada tuannya tuannya jadi kaget, dan berujar..., 'Dung..., ini namanya dadu..., bukan telur..., kalau telur itu yg bentuknya bulat sedikit lonjong..., kalau dadu tak bisa dimakan..., kalau telur dimakan sedap..., paham kan Djng...?', ujar tuannya..., lalu si Dung mencatat kata2 tuannya tadi dan lalu menghafalkannya...

Suatu ketika si Dung jalan2 ke area pengembalaan kambing..., begitu melihat banyak kotoran kambing si Dung bukan main riangnya..., ia hafal betul apa yg dikatakan tuannya, lalu diambilnya goni plastik, dipilihnya kotorang kambing itu yg berbentuk bulat sedikit lonjong..., karena itu adalah telur, itulah dalam pandangannya... Setelah goni itu penuh dipikulnyalah menuju rumah tuannya..., di perjalanan ia begitu girangnya, sebab merasa mendapat telur sebegitu banyaknya..., tapi beberapa orang menegur bahwa itu bukan telur, melainkan kotoran kambing..., setiap kali orang menegurnya ia tidak terima, bahkan marah dan bahkan ada pula yg dibunuh krn ia merasa pendapatnya disalahkan..., bahkan merasa dihina..., padahal ia ingat persis apa yg dikatakan tuannya, sebab ia telah mencatat dan menghafalkannya..., 'bulat sedikit agak lonjong'...

Begitu sampai di depan rumah tuannya ia berteriak2 kegirangan..., tatkala tuannya bertanya, mana telurnya Dung..., kontan si Dung menuangkan isi goninya dan berkata..., 'ini tuan, ini tuan...', maka tuannya jadi kaget dan bilang bahwa itu kotoran kambing, bukan telur..., tentu saja si Dung jadi bingung dan berujar..., 'bukankah tuan yg telah bilang pada sy, bahwa telur itu bulat sedikit lonjong..., sy telah mencatat dan menghafalkannya tuan..., ini catatan saya tuan...!'.

Beginilah manakala yg digunakan adalah tafsir tekstual... Si Dung hanya bisa mencatat dan menghafal teks, namun tak pernah paham terhadap konteksnya...

Semasa sy masih kecil sering didongengi.., dongeng rakyat di Bawean..., yaitu dongen yg berjudul 'Si Dhukseng'..., dongeng ini juga mengisahkan bahayanya orang yg hanya berpijak pada teks saja... Keadaan seperti itulah yg banyak kita saksikan dalam realitas sosial kita.
(FB)

SANG PEMAKSA

SANG PEMAKSA
A. Fuad Usfa
Susahnya..., sampai urusan pribadi pun diurus2..., dikuliti hingga ke tulang2nya... Semua yg tidak sependapat dengannya disalah2kan bahkan disesat2kan dan sadis lagi dikafir2kan..., pendek kata biar urusan pribadi pun harus sesuai dengan pendapatnya..., dan mereka yg berkuasa bebas saja menentukan hukuman2 dan memaksa2 mereka yg tidak sesuai pendapat dengannya... Sy jadi tak habis pikir, siapa pemilik kebenaran itu yg sesungguhnya... Betulkah orang2 yg pemaksa2 itu yg akan menentukan seseorang masuk sorga atau neraka...?.
(FB)

MENGGAYUH MEMAHAMI EKSISTENSI TUHAN

Oleh: A. Fuad Usfa Eksistensi Tuhan Berbicara tentang Tuhan berarti berbicara suatu yang gaib, abstrak. Tidak bisa ditangkap dengan penca in...