Wednesday, August 31, 2016

AGAMA FITRAH

AGAMA FITRAH
Oleh: A. Fuad Usfa
Dulu, pun aku begitu bangganya menyambut istilah agama fitrah, berujar dan berujar dengan segala pembenaran, namun senyatanya tidak ada yang namanya agama fitrah itu, kecuali yang ada hanyalah fitrah agama yang bersemayam dalam diri setiap insan.
(FB)

AGAMA RASIONAL

AGAMA RASIONAL
Oleh: A. Fuad Usfa
Dulu aku begitu getolnya menyambut istilah agama rasional, berdiri di mimbar dengan bangganya berujar dengan segala pembenaran, ternyata itu semua oleh sebab ketidak rasionalan itu sendiri, yang telah membuat fatamorgana yang merengguh diri siapa saja. Senyatanya tidak ada satu agamapun yang namanya agama rasional itu.
#kecuali hanya agama dalam tanda petik ('_') saja, 'agama'nya Aguste Comte..., ?!":;-/#^*
(FB)

ORANG BARAT DAN KEPEMIMPINAN

(Pelajaran yang Aku Tangkap)
Oleh: A. Fuad Usfa
Saya tangkap suatu pelajaran, bahwa orang barat saat menjadi boss tidak menggunakan kekuasaan (power) nya secara penuh..., maka itu mereka mudah menyesuaikan dengan aturan dan rasa kemanusiaan (mau memahami sesama)..., mereka memaknai kekuasaan bukan miliknya, melainkan tak lebih adalah sebagai amanah yang dibebankan kepadanya yang mana terikat dengan aturan dan tata nilai..., oleh sebab itu tatkala bawahan sekalipun membantahnya dipahami sebagai membantah batas kewenangannya, bukan membantah diri peribadinya, maka itu ukurannya jadi jelas..., bukan hati dan 'diri' (siapa aku?) yg ukurannya tak menentu...
(FB)

Tuesday, August 30, 2016

BUKTI KEBENARAN?!

BUKTI KEBENARAN?!
Oleh: A. Fuad Usfa

Sebelum usia 15 tahun 8 bulan anakku putri bilang pada saya, 'abah, katanya menurut aturan di sini kalau anak sudah usia 15 tahun 6 bulan sudah dibolehkan untuk bekerja part time, adek mau belajar bekerja entar kalau dah usia segitu ya bah ya..., boleh bah...?, di sela2 waktu luang bah, atau di waktu2 libur sekolah bah, boleh kaaan...?, abang kan juga boleh bah...', demikian dia bilang. Lalu saya mengijinkan. Singkat kata, anakku putri bekerja part time di sebuah toko swalayan, sekitar 1 Km dari rumah tinggal kami, ia hanya bekerja beberapa jam saja dalam satu minggu. (Keterangan: di  sini gaji dihitung perjam, tentu menit2nya pun dihitung, misalnya bekerja 2 jam 45 menit, tinggal ngitung saja, walaupun 5 menitnya tetap dihitung). Bosnya orang Sikh (Punjabi). Suatu ketika (-entah bagaimana jalan ceritanya-) anakku bertanya, 'mengapa anda tidak makan daging, seperti ayam, sapi, kambing, ikan, dst?'. Dia menjawab simple saja, ia hanya memberi gambaran, 'sama saja dengan dengan anda Alba, anda sebagai orang Islam tidak boleh makan babi, atau apa lagi..., ya, begitu jugalah saya'. Anakku menceritakan dialog tersebut pada saya saat perjalanan pulang waktu saya menjemputnya.

Adapun yang menjadi catatan saya adalah, bos anakku itu tidak bilang yang melantur2, misalnya, 'coba bayangkan Alba, bahwa sesungguhnya setiap mahluk yang bernyawa itu mempunyai rasa sakit, rasa takut, stres, sama saja dengan kita manusia, maka itu kami tidak mau menyakiti apalagi membunuh, apa lagi memakan semua mahluk yang berjiwa, itulah salah satu keagungan ajaran agama kami Alba...', tidak ada menjawab seperti itu..., apa lagi dihubung2kan dengan kebenaran, misalnya berkata, 'itulah sebagai suatu bukti kebenaran agama kami Alba...', dia tidak berkata seperti itu.

Saya mengutarakan ini sebab kita selalu mengait2kan dengan bukti kebenaran, bukti kebenaran, bukti kebenaran..., walau pun bukan bukti sekalipun, oleh sebab ukurannya tidak jelas..., padahal yang namanya bukti itu mesti jelas ukurannya.

(AFOF, Perth, WA, 30 Agustus 2016).
(FB)

Monday, August 29, 2016

PENGHINAAN

PENGHINAAN
Oleh: A. Fuad Usfa

Penghinaan terkait dengan emosi, terlepas dari rasio, keduanya tidak bisa saling bertemu, bila satu bergerak maka yang satunya akan diam, demikian pula sebaliknya. Jika ada seseorang yang menghina lalu kita tangkap hinaan itu dengan emosi, maka akan terjadilah pergumulan, oleh sebab memang di situlah arenanya. Saya menjumpai suatu bangunan budaya yang mana rasio lebih dikedepankan daripada emosi, dan ternyata pergumulan terkait dengan penghinaan dapat tereliminir dan bahkan terhindari.

Sesungguhnya penghinaan hanyalah satu pihak saja, bukan dua pihak, oleh sebab itu bila dibiarkan berlalu maka tak mungkin ada benturan, adanya benturan itu oleh sebab melajunya satu pihak tadi dihadang oleh pihak yang lain. Suatu misal bilamana ada seseorang mengata-ngatai kita 'engkau bang*at', dan 'bang*at' itu kita biarkan saja berlalu, maka ia akan berlalu begitu saja, namu manakala 'bang*at' itu dihadang (katakan misalnya) dengan kata 'engkau yang bang*at', maka akan terjadilah pergumulan. Adapun yang memegang peran untuk menghindari adanya benturan di sini adalah rasio. Rasiolah yang akan dapat menghilangkan benturan itu, menghilangkan benturan bermakna menghilangkan sifat penghinaan. Bilamana penghinaan itu telah kehilangan sifat, maka ia akan menjadi netral, adanya adalah sama dengan tiadanya. Bila seseorang mengatakan 'engkau bang*at', sejatinya kita ini tetap bukan bang*at. Apapun yang orang katakan pada kita, sejatinya kita adalah tetap kita. Suatu misal, ada sebuah bendera, dan bendera itu diinjak oleh seseorang, maka sesungguhnya sejatinya bendera itu tetap bendera, apakah itu diijak, ditempel, digantung, dibalik, dst, tetaplah ia itu bendera. Rasiolah yang akan mendudukkan bendera itu tetap pada yang sejatinya. Tuhan dihina katanya, lantaran dihina itu apakah Tuhan itu hina?, tidak, tidak ada Tuhan hina, dan kalau tidak hina untuk apa terhina, sebab sjatinya Tuhan itu tetap Tuhan. Bila ada Tuhan terhina, maka sesungguhnya dia itu bukan Tuhan, sebab ia tidak menyadari kesejatiannya. Tuhan sebagai titik pusat agama, maka agamapun tidak mungkin hina.
Atas dasar itu tatkala di suatu saat akan ada demo katanya, sebab agama kita (bisa lebih fokus pada Tuhan, Nabi, dst) dihina katanya, saya tidak mau ikut-ikutan, sebab sejatinya agama adalah tetap agama. Itulah salutnya saya pada rekan-rekan pemeluk agama Kristen (sebagai salahsatu contoh kongkrit dalam kasus seperti ini), dibilang Tuhannya punya anak yang dibayangkan seperti kita-kita sebagai manusia, dibilang kitab sucinya tidak asli dan sudah dipalsukan, ada juga gambar Yesus dan bunda Maria di sandal jepit, dst dst, namun mereka tetap memahaminya dengan tidak reaktif. Apa sebabnya?, sebagaimana yang saya katakan di atas, yaitu rasio, ialah yang dapat menghilangkan sifat daripada penginaan itu.
Kitapun bisa melakukan itu, Tuhan adalah tetap sejatinya Tuhan, Nabi tetap sejatinya Nabi, Rasul adalah tetap sejatinya Rasul, dst. Saya ingat akan peribahasa yang kira-kira berbunyi, 'sinar mata hari walau menimpa pada kotoran sekalipun ia adalah tetap sinar yang sama'. Fokus bukan pada kotorannya, melainkan pada sinarnya. Sinar akan tetap sinar, walau disajikan hamparan kotoran sekalipun. Itulah sejatinya.
(AFOF, Perth WA, 29 Agustus 2016.

#Catatan: Adapun yang kadang malah bikin sangat krusial adalah, menghina orang bukan main semangatnya, namun begitu dislenting sedikit naik pitam tiada kepalang..., :(

Saturday, August 27, 2016

SANKSI DALAM TATA TERTIB SEKOLAH

SANKSI DALAM TATA TERTIB SEKOLAH
Oleh: A. Fuad Usfa
Sanksi atau disebut juga hukuman. Terdapat berbagai macam sanksi, seperti sanksi pidana, sanksi perdata, sanksi administrasi, sanksi adat, dan sebagainya. Dalam setiap peraturan perundangan baik tertulis maupun tidak tertulis didalamnya akan terdapat norma dan sanksi. Sanksi merupakan penguat norma.

Terdapat banyak aturan perundangan di berbagai Negara, dari yang paling dasar (grundnorm) sampai dengan yang paling operasianal, seperti peraturan tata tertib sekolah.

Dalam membuat aturan juga ada aturannya. Kita hidup dalam suatu Negara diikat oleh suatu sistem, oleh sebab itu dalam membuat peraturan dari yang paling tinggi hingga yang paling operasional harus merupakan suatu rangkaian yang tidak boleh menyalahi sistem.

Di Negara Republik Indonesia terdapat hirarchi aturan perundangan, yaitu berdasar TAP MPR No. III/MPR/2000, tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Perundang-undangan, sebagai pengganti dari TAP MPRS No. XX/MPRS/1966, sebagai berikut:

1. UUD 1945 (dan perubahannya);
2. Ketetapan (TAP) MPR;
3. Undang-undang (UU);
4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu);
5. Peraturan Pemerintah (PP);
6. Keputusan Presiden (Kepres); dan
7. Peraturan Daerah (Perda).

Secara teoritis hal tersebut sejalan dengan teori berjenjang (Stufenbau) dalam teori sistem hukum, yang dikemukakan oleh Hans Kelsen dengan menempatkan Grundnorm sebagai puncak dari segala jenjang. Kelsen menyatakan, bahwa sistem hukum adalah merupakan sistem bertangga yang mana norma hukum yang paling rendah harus berpegang pada norma hukum yang lebih tinggi, dan norma hukum yang tertinggi harus berpegang pada norma hukum yang paling dasar (Grundnorn).

Maka ketentuan tersebut membawa pada konsekwensi, bahwa sebagai suatu sistem ketentuan yang berada di bawahnya tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang lebih tinggi.

Jadi segala pembuatan peraturan haruslah tersusun dalam kesatuan sistem, baik berkenaan dengan materi yang berupa norma dan sanksi serta pada aspek acaranya.

Berkaitan dengan anak, sesungguhnya banyak pihak yang terkait, taruhlah suatu misal Lembaga Pendidikan Sekolah. Problema anak terkait dengan keberadaannya di sekolah adalah merupakan problema universal, terjadi di setiap masa dan tempat. Adalah suatu hal yang logik bila sekolah harus melakukan langkah-langkah konkrit terhadap anak yang bermasalah. Dalam teori modern langkah penindakan harus atas dasar tujuan pembinaan, maka keberpihakan pada anak adalah merupakan suatu ujud perlindungan kepada anak dalam rangka pembinaan ke depan, dan ini telah dianut oleh berbagai Negara, termasuk Indonesia.

Oleh sebab itu pembuatan berbagai aturan tata-tertib sekolah haruslah merujuk pada pandangan filosofis, normatif dan sosiologis dalam konteks kesatuan sistem, apakah itu terkait dengan norma, sanksi ataupun acaranya. Taruhlah suatu misal di sini, terdapat aturan tata tertib sekolah yang mencantumkan sanksi ‘dikeluarkan dari sekolah (drop out)’, tentu sanksi tersebut mengandung masalah secara hukum (yang amat mendasar), sebab sanksi dari aturan tersebut bertentangan dengan dasar filosofis sebagaimana yang tertera dalam konsideran serta normatif hukum undang-undang yang berkaitan dengan anak khususnya. Dapatlah di sini dikutip pasal 9 ayat (1) Undang-undang tentang Perlindungan Anak, yang menyatakan, ‘setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya’. Pasal 48 menyatakan, ‘Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar 9 (Sembilan) tahun untuk semua anak’. Pasal 49 menyatakan, ‘Negara, Pemerintah, keluarga dan orang tua wajib memberaikan kesempata yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan’. Bahkan anak yang ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatanpun berhak memperoleh pendidikan, sebagaimana telah diatur dalam pasal 60 ayat (2) Undang-undang Pengadilan Anak, yang menyatakan, ‘anak yang ditempatkan di lembaga sebagaimana dimaksauad adalam ayat (1) berhak memperoleh pendidikan dana latihan sesauai dengan bakat dan kemampuananya serta hak lain berdasar peraturan perundangan.

Dengan demikian pemutusan anak dari sekolah tidak dapat dibenarkan, dan negara berkewajiban memenuhi hak anak untuk mengenyam pendidikan di sekolah. Mengenyam pendidikan merupakan hak anak, bahkan untuk pendidikan dasar Sembilan tahun menjadi KEWAJIBAN Negara untuk pemenuhan hak anak bagi semua anak.
#Tulisan saya ini sebelumnya telah dimuat di Media Bawean.

PENDIDIKAN DAN TINDAK KEKERASAN

PENDIDIKAN DAN TINDAK KEKERASAN
Oleh: A. Fuad Usfa
1. Pengantar
Tulisan ini terkait dengan tulisan saya yang bejudul 'Sanksi Dalam Tata Tertib Sekolah' yang  saya unggah di laman fesbuk saya ini juga tadi pagi.

Adapun yang dimaksud tindak kekerasan adalah segala tindakan kekerasan yang dilakukan oleh siapapun dalam proses pembelajaran di lembaga pendidikan. Di lembaga pendidikan terdapat pihak-pihak yang terllibat di dalamnya, yaitu Negara, lembaga atau pengelola pendidikan, masyarakat, guru, peserta didik, serta orang tua atau wali murid. Semuanya terlibat sebagai satu kesatuan. Dapatlah disebut sebagai masyarakat pendidikan. Sebagaimana dalam kehidupan masyarakat pada umumnya, masyarakat pendidikan pun terikat oleh ketentuan hukum yang berlaku sebagai suatu kesatuan sistem.

2. Pendidikan
Pendidikan dan pengajaran merupakan suatu istilah yang mempunyai pengertian berbeda, tapi keduanya selalu digunakan dalam satu kesatuan. Pendidikan berorientasi pada pembentukan dan pengambangan mentalitas, sedang pengajaran lebih pada pembentukan dan pengembangan rasionalitas. Keduanya bisa dibedakan, tapi tidak bisa dilepas-pisahkan. Artinya seseorang yang memperoleh pengajaran akan berimplikasi pada pembentukan dan pengembangan rasionalitas dan sekaligus terhadap mentalitasnya. Untuk membentuk serta mengembangkan mentalitas haruslah melalui pengajaran terlebih dahulu. Artinya jika menyebut pendidikan tentu di dalamnya termasuk pengajaran.

Mentalitas dan rasional adalah suatu abstrak yang tidak dapat dibentuk secara matematis, ia adalah gelombang yang bergerak dinamik. Dalam konteks ini dunia pendidikan tidak dapat dilepas-pisahkan dengan skala dinamika dalam ruang dan waktu.

Secara fisik manusia tidak jauh dari banyak binatang, yang membedakanya adalah rasio dan mentalitasnya. Kekuatan inilah yang menyebabkan manusia terus berkembang seiring dengan dinamika dalam ruang dan waktu, baik secara individu maupun kelompok.

Lembaga pendidikan adalah lembaga yang berkewajiban melakukan aktifitas mendidik, mendidik yang ideal adalah mendidik dengan penuh kesadaran dalam arti yang tertutup dari sifat emosional, sebab emosional dapat dengan leluasa menutup kesadaran seseorang.
Negara adalah lembaga tertinggi untuk melakukan tindakan kebijakan, dalam hal ini terhadap dunia pendidikan, sekolah dengan guru yang berada di garis depan adalah pihak yang mempunyai kekuasaan secara operasionalnya, sedang murid secara operasional adalah pihak yang terlemah. Di sinilah pentingnya mengapa harus ada jaminan perlindungan terhadap murid. Murid bisa dengan mudah untuk dijadikan obyek.

Sebagaimana diutarakan di atas, menyebut kata pendidikan tentu di dalamnya included pengajaran. Aktifitas tersebut merupakan kewajiban dari Negara, dalam hal ini yang diwakili oleh lembaga pendidikan. Setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan, dan menempuh pendidikan sembilan tahun adalah merupakan hak anak, yang tentu menjadi kewajiban daripada Negara. Hal itu telah mendapat jaminan secara hukum.

Setiap anak berhak untuk mendapat pembinaan, kata pembinaan bermakna positif, maka itu tidak boleh ada pembunuhan karakter, berbagai stigma negatif, serta menghambat perkembangan dan harapan masa depannya. Pendidikan terhadap setiap  anak sebagai peserta didik tidak boleh dengan mengetrapkan pendidikan yang justru melanggar hukum (-harap digaris bawahi kalimat 'tidak boleh dengan mengetrapkan pendidikan yang justru melanggar hukum'-), sebab hal tersebut merupakan salah satu bentuk pembinaan karakter yang negatif. Negara, dalam hal ini lembaga pendidikan dan guru berkewajiban mengkondisikannya, dan harus dilaksanakan secara sportif oleh semua yang terlibat di dalamnya.

3. Aspek Hukum
Hukum muncul kepermukaan oleh sebab suatu peristiwa. Dalam ajaran ilmu hukum dikenal bahwa pada perinsipnya terdapat dua peristiwa, yaitu peristiwa biasa dan peristiwa hukum. Peristiwa biasa adalah peristiwa yang tidak merasukiranah  hukum, sedang peristiwa hukum adalah suatu peristiwa pelanggaran terhadap hukum.
Tindak kekerasan sebagai suatu tindakan sepihak yang dilakukan oleh Negara, dalam hal ini lembaga pendidikan dan lebih khusus lagi oleh guru tidaklah berlandas atas hukum. Hukum tidak bisa lepas dari sistem, yaitu satu kesatuan keterkaitan yang tidak bisa dilepas pisahkan satu sama lain. Sistem adalah merupakan satu kebulatan yang utuh tak terberai.
Pertanyaan yang muncul, bagaimana bila pihak-pihak yang mengalami tindak kekerasan mengangkatnya sebagai kasus hukum yang mesti diproses?.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut rumusannya adalah sebagai berikut, bahwa indak kekerasan merupakan tindak pidana, oleh sebab itu siapapun dalam masyarakat yang melakukan tindak kekerasan maka ia telah melakukan tindak pidana. Berkekanaan dengan itu pihak-pihak yang merasa dirugikan mempunyai hak untuk mengangkatnya sebagai suatu kasus, yaitu kasus hukum. Hal itu adalah sebagai suatu konsekwensi daripada suatu sistem.
Pertanyaan selanjutnya, apakah pihak yang berwenang boleh tidak menerima kasus yang bersangkutan?. Aparat yang berwenang, dalam hal ini Kepolisian sebagai garis depan dalam kasus pidana berkewajiban untuk melakukan proses. Apakah harus dinaikkan ke Pengadilan?. Untuk ini tidak ada keharusan, oleh sebab pihak Kepolisian diberi kewenangan oleh Undang-undang untuk melakukan diskresi hukum. Untuk itu maka mestinya Polisi yang menangani kasus bersangkutan harus sangat persuasif. Penyelesaian secara diskresi ini sangat penting sekali. Hukum tidak harus keras bagai batu, hukum itu tak lebih dari suatu alat untuk membina, bukan untuk menindas, oleh sebab itu bila ada jalan yang paling lunak, lakukanlah, jangan berpikir dengan kekerasan. Dalam ranah hukum pidana hendaknya dilakukan sebagai upaya terakhir, tidak lebih dari itu. Demikian itu pulalah pandangan mendasar yang dianut dalam doktrin hukum pidana.
Bagaimana bila kasus berlanjut ke Pengadilan?, Pengadilan tidak mempunyai kewenangan untuk menolak, Pengadilan harus mengadili, namun hakim tidak harus menjatuhkan putusan yang keras, bilamana mungkin hakim mesti menjatuhkan putusan yang seringan-ringannya, apalagi mengingat kasus seperti ini baru menjadi fenomena di negara kita. Seringan-ringannya di sini saya maksudkan sesuai konteks.
Kasus yang bermunculan belakangan ini adalah suatu fenomena kesadaran baru, banyak yang belum siap menhadapi pergeseran ini. Kita telah terbiasa hidup dalam rengkuhan represi, perilaku menindas, 'teror' atau berbagai ancaman, 'bahasa-bahasa' irasional, reaktif, 'panik' atau gusar, telah menjadi bagian dari budaya kita.
Dalam hemat saya hal tersebut merupakan hal mendasar yang sudah semestinya menjadi perhatian pemerintah, yang tentu dalam hal ini Departemen Pendidikan sebagai pihak pengambil kebijakan dalam dunia pendidikan, semoga bapak Mentri Pendidikan segera mengambil sikap dalam hal ini. Namun mungkinkah pengambil kebijakan mampu melakukan langkah-langkah progres ataukah justru berpihak pada sikap stagnansi. Sebagaimana kita sama pahami bersama bahwa rengkuhan represi begitu kuat mengakar di tengah-tengah kita. Walau pak mentri selalu mengemukakan dalam kaitannya dengan Nawa Cita, yaitu membangun karakter, sikap toleran, kebhinnekaan, membendung radikalisme, dan seterusnya, namun tentun paradoks bila lembaga pendidikan telah menjadi ujung tombak pembentukan sikap represi yang bahkan melabrak ketentuan hukum positif kita.
Apakah martabat guru direndahkan?, tentu tidak bermakna demikian, bagaimanapun guru adalah tetap mulya, martabat guru tetap tinggi, tidak semua guru punya perilaku yang melabrak ketentuan hukum dan kepatutan, hanya beberapa orang saja, itupun tidak terlepas daripada konteks ruang dan waktu yang telah membinanya. Guru adalah manusia juga, yang tidak bisa lepas dari berbagai keterbatasan. Dalam pandangan saya kita tidak perlu mencari-cari kesalahan dan pembenaran, kita mesti mencermati fenomena pergeseran secara rasional, itu saja.

Kita sudah terbiasa hidup dalam rengkuhan represi, saya, bapak ibu sekalian yang membaca tulisan saya, bapak Mentri Pendidikan, dan seterusnya, rengkuhan represi begitu kuatnya dalam kehidupan keseharian kita, hanya dengan evaluasi yang tenang dan rasional kita bisa melakukan suatu progres dalam menata sikap mental yang diharapkan. Adakah kesiapan untuk move on?.

A. Fuad Usfa, Perth Western Australia, 14 Agustus 2016

Catatan Pinggir:
#Saya pernah malang melintang sebagai sosok guru juga (seorang dosen), lebih dari dua puluh tahun saya bergelut dalam dunia keguruan, namun kesadaran mental ini muncul justru disaat saya tidak bergelut dalam dunia keguruan. Pengalaman hidup dalam mencermati dunia baru yang terbentang di hadapan saya dan renungan saya telah membuahkan kesadaran baru.

DOA (1)

DOA (1)
Oleh: A. Fuad Usfa
Suatu ketika, saya bersama beberapa kawan dipercaya sebagai tim perumus draf RUU tentang Bantuan Hukum, aktifitas itu dibuka oleh Presiden RI, yang pada waktu itu adalah Soesilo Bambang Yudoyono (SBY). Acara pembukaan dilaksanakan di Hotel Syahid Jakarta. Untuk acara doa salah seorang teman bersedia membaca doa. Saat dia tampil tak lupa memakai peci, lalu menyampaikan salam, sepatah dua patah kata memohon pada hadirin untuk berdoa bersama dengan hidmat, lalu dilanjutkan memohon dengan kata, 'marilah kita berdoa menurut agama dan kepercayaan kita masing-masing, semoga kiranya... dst (-tidak panjang-panjang-), lalu dilanjutkan dengan kalimat, 'berdoa mulai', dan hadirin semua berdoa dengan tenang. Sesaat kemudian  dilanjutkan dengan kalimat, 'berdoa selesai', lalu ditutup dengan salam.

Saya kira itu doa yang sangat bagus, excellent, tidak menggiring-giring Tuhan, apa lagi mendekte-dekte Tuhan..., tak ada ambisi baik pribadi maupun kelompok. Tentu saya tak tahu apa yang dipanjatkan SBY pada Tuhan, apa yang dipanjatkan Ketua MA pada Tuhan, apa yang dipanjatkan Gubernur DKI pada Tuhan..., dst. Tentu mereka berdoa demi keselamatan dan kejayaan Negara dan segenap bangsa Negara Republik Indonesia. Semua terpulang pasrah pada takdir Allah.
Tidak ada sandiwara doa..., tak ada adu domba dalam doa..., tiada memperalat Tuhan dalam arena berdoa...
#Salut untukmu kawan...
#Salut untukmu...
(FB)

DOA (2)

Oleh: A. Fuad Usfa
DOA (2)
Doa sy yg telah dikabulkan oleh Tuhan antara lain yaitu, doa semoga Jokowi jadi Presiden kita serta doa seomoga Ahok naik menggantikan posisi Jokowi oleh sebab begitulah aturan mainnya...
Jadi doa sy mengalahkan doanya Amin Rais, Riziq, dll yg ahli doa... Artinya apa?, Allah menghendaki Indonesia dipimpin oleh Jokowi..., dan DKI oleh Ahok... Kalau ternyata ada yg protes habis2an, mencari segala celah, jurus2 hoax serta beragam fitnah..., itu urusan lain, artinya mereka itu secara tidak langsung protes pada Tuhan oleh sebab doanya tidak dikabulkan..., ihik ihik..., hhh...
(FB)

GAMBARAN SIKAP TUHAN

GAMBARAN SIKAP TUHAN
Oleh: A. Fuad Usfa
(Medio Penghujung Musim Dingin 2016)

Sekitar sebulan yang lalu saya terjebak macet di Albany High Way..., yaitu persis sebelah Westfield Carousel, di kawasan Cannington Shopping Centre..., maklum sih waktu jam sibuk... Beberapa ratus meter ke depan terdapat traffic lights, sudah dua kali hijau saya belum juga bisa 'lepas', kena merah lagi..., sambil mendengarkan musik saya amati di sekitar kemacetan, persis di sebelah kanan saya ada seorang pengendara wanita berbusana jilbab, nampaknya ia berdarah arab, ia menyetir seorang diri. Dari situ pikiranku menerawang bukan hanya sebatas pandang, melainkan menembus cakrawala hingga tanpa batas, lalu mataku menjelajahi semua pengendara dan semua orang yang dapat saya lihat serta yg dapat saya bayangkan di seputar kawasan itu..., mataku tetap mengamati di sekitar kemacetan hingga menoleh kebelakangpun... Dari situ terbentuk konstruksi pikiranku, di antara sekian banyak orang yang terdapat di area itu, akankah hanya dia (wanita itu) dan aku saja yg akan masuk surga?, kalau begitu alangkah kejamnya Tuhan..., apa salah mereka itu?, mereka tak membikin huru-hara, bahkan umumnya mereka jauh lebih teratur, lebih tertib daripada kita-kita di negeri yang kononnya sebagai ummat yang terbaik. Ataukah hanya atas dasar yg sangat sederhana?, yaitu karena mereka tidak sama seperti aku dan dia...?, bukankah mereka ditakdirkan oleh Tuhan sendiri untuk lahir di lingkungan yang berbeda dengan aku dan dia...?.

Hanya aku dan dia yang akan masuk sorga?, saya merasa sedih membayangkan, bahwa mereka kononnya akan menggelepar-gelepar di api neraka, api yang sangat panas, yang panasnya jauh di atas panasnya api di dunia ini. Apakah Tuhan akan bersenang hati memperlakukan dan menyaksikan mereka menggelepar-gelepar tersiksa tanpa batas?, memperlakuka dan menyaksikan..., sesadis itukah Tuhan...?, padahal Tuhan sendirilah yang mentakdirkan mereka lahir di lingkungan yang berbeda dengan aku dan dia. Lalu Tuhan itu Tuhannya siapa sih...?. Saya ingat doktrin, lalu saya berpikir, aku dan dia pun tidak akan mulus untuk masuk sorga, melainkan harus melalui jalur neraka dulu, setidaknya tiket melalui jalur ke neraka itu jelas telah dimiliki oleh wanita itu, yaitu dia telah keluyuran sendirian tanpa didampingi mahramnya, tentu itu telah menjadi sikapnya sehari-hari, seperti pergi ke sekolah, pergi bekeja, pergi belanja, dst, dia telah melakukan yang diharamkan. Selain itu (sebagaimana aku juga) dia telah menyerupai orang kafir, seperti yang jelas-jelas aku dan dia lakukan yaitu menyetir mobil, menggunakan HP, internet, AC, hiter, CDdan atau DVD, (semua itu komplit ada di dalam mobil), belum lagi asuransi, belum lagi manggunakan uang dolar, jasa Bank, beragam kartu Bank, kartu-kartu dari Government seperti Medicare, mungkin Health Care, dll, kira-kira begitulah antara lain gambaran tiket jalur lewat neraka itu, atau jangan-jangan aku dan dia malah masuk golongan orang-orang kafir, maka tentu kalau sudah begitu tamatlah sudah, titik sudah dan hanya akan menjadi 'santapan' Tuhan di kubangan api neraka, sedang Tuhan tak pernah memberi tahu yang pasti, melainkan semua orang hanya tahu dari katanya dan katanya.

(Kendaraanku tentu sudah melejit melewati kemacetan, tapi pikiranku masih terus berjalan pada topik yang sama).

Lalu aku terbayang pada ribuan orang di dalam shopping centre..., kemudian ke seluruh kawasan Australia..., merambah ke seluruh dunia, melintas pada waktu yang tak terhingga. Apa data yang dapat kita peroleh?, ternyata hanya sebagian kecil saja orang yang akan masuk surga, seakan Tuhan telah gagal dalam berkreasi, yang hanya menampilkan kesadisan-kesadisan yang luar biasa. Tuhan hanya bisa bermain kata  yang membingungkan ummat manusia, itu pulalah diantara sumber terjadinya huru-hara di dunia, kita-kita yang kononnya adalah golongan yang sebaik-baik ummat, malah sibuk mencari dan menciptakan musuh-musuh, saling berperang dan meluaskan wilayah peperangan, sedang Tuhan seakan tak mampu memadamkan dan seakan sibuk berpihak pada agama bangsa tertentu, yaaa..., agama bangsa tertentu. Huru-hara dunia atas nama Tuhan terus terjadi, yang paling piawai memusuhi, membantai, serta membunuh terhadp yang berbeda malah dijanjikan oleh Tuhan kerajaan surga dengan para pendamping yang tidak tanggung-tanggung, yaitu bidadari bidadari yang cantik cantik rupawan yang tidak ada satupun kecantikan wanita-wanita di dunia yang menyamainya; eronisnya yang damai malah akan diganjar dengan neraka jahannam.
Adapun inti yang ingin saya katakan, bahwa sungguhnya tuhan yang dimaksudkan oleh mereka itu bukanlah Tuhan, melainkan hanyalah tuhan yang dibentuk oleh pikiran mereka/kita saja, maka makin sadis mereka/kita, atau suatu bangsa, maka akan makin sadislah gambaran sikap Tuhan terhadap yang berbeda dengan kita, oleh sebab gambaran sikap Tuhan tak lebih dari ujud pikir dan sikap mereka/kita saja.

#Keterangan: Pada tulisan tuhan ada tertulis t (kecil) dan T (besar).
AFOF, Perth WA, 27 Agustus 2016
(FB)

Sunday, August 7, 2016

TAFSIR TEKSTUAL: SI DUNG DAN TUANNYA


Tafsir Tekstual
SI DUNG DAN TUANNYA
Oleh:  A. Fuad usfa
Aku teringat apa yg dikatakan Ali Harb (Libanon), ia bilang, “perkataan” adalah tipu daya dan “teks” adalah bentuk penipuan yang selalu memberi batasan di antara dimensi yang berbeda. Ali Harb tidak mengecualikan terhadap teks apa saja..., tidak ada kecualinya..., berlaku untuk semua teks.

Makna2 teks akan tertinggal, bahkan sebelum menjelma dalam bentuk teks itu sendiri. Sy mencoba membuat suatu perumpamaan di sini. Si Dung dan Tuannya... Singkat saja...: Suatu ketika si Dung diminta oleh tuannya mengambilkan sebutir telur di meja..., (--di meja itu terdapat beberapa dadu warna-warni dan beberapa butir telur--), ternyata si Dung mengambil dadu warna biru..., setelah diserahkan pada tuannya tuannya jadi kaget, dan berujar..., 'Dung..., ini namanya dadu..., bukan telur..., kalau telur itu yg bentuknya bulat sedikit lonjong..., kalau dadu tak bisa dimakan..., kalau telur dimakan sedap..., paham kan Djng...?', ujar tuannya..., lalu si Dung mencatat kata2 tuannya tadi dan lalu menghafalkannya...

Suatu ketika si Dung jalan2 ke area pengembalaan kambing..., begitu melihat banyak kotoran kambing si Dung bukan main riangnya..., ia hafal betul apa yg dikatakan tuannya, lalu diambilnya goni plastik, dipilihnya kotorang kambing itu yg berbentuk bulat sedikit lonjong..., karena itu adalah telur, itulah dalam pandangannya... Setelah goni itu penuh dipikulnyalah menuju rumah tuannya..., di perjalanan ia begitu girangnya, sebab merasa mendapat telur sebegitu banyaknya..., tapi beberapa orang menegur bahwa itu bukan telur, melainkan kotoran kambing..., setiap kali orang menegurnya ia tidak terima, bahkan marah dan bahkan ada pula yg dibunuh krn ia merasa pendapatnya disalahkan..., bahkan merasa dihina..., padahal ia ingat persis apa yg dikatakan tuannya, sebab ia telah mencatat dan menghafalkannya..., 'bulat sedikit agak lonjong'...

Begitu sampai di depan rumah tuannya ia berteriak2 kegirangan..., tatkala tuannya bertanya, mana telurnya Dung..., kontan si Dung menuangkan isi goninya dan berkata..., 'ini tuan, ini tuan...', maka tuannya jadi kaget dan bilang bahwa itu kotoran kambing, bukan telur..., tentu saja si Dung jadi bingung dan berujar..., 'bukankah tuan yg telah bilang pada sy, bahwa telur itu bulat sedikit lonjong..., sy telah mencatat dan menghafalkannya tuan..., ini catatan saya tuan...!'.

Beginilah manakala yg digunakan adalah tafsir tekstual... Si Dung hanya bisa mencatat dan menghafal teks, namun tak pernah paham terhadap konteksnya...

Semasa sy masih kecil sering didongengi.., dongeng rakyat di Bawean..., yaitu dongen yg berjudul 'Si Dhukseng'..., dongeng ini juga mengisahkan bahayanya orang yg hanya berpijak pada teks saja... Keadaan seperti itulah yg banyak kita saksikan dalam realitas sosial kita.
(FB)

SANG PEMAKSA

SANG PEMAKSA
A. Fuad Usfa
Susahnya..., sampai urusan pribadi pun diurus2..., dikuliti hingga ke tulang2nya... Semua yg tidak sependapat dengannya disalah2kan bahkan disesat2kan dan sadis lagi dikafir2kan..., pendek kata biar urusan pribadi pun harus sesuai dengan pendapatnya..., dan mereka yg berkuasa bebas saja menentukan hukuman2 dan memaksa2 mereka yg tidak sesuai pendapat dengannya... Sy jadi tak habis pikir, siapa pemilik kebenaran itu yg sesungguhnya... Betulkah orang2 yg pemaksa2 itu yg akan menentukan seseorang masuk sorga atau neraka...?.
(FB)

PROPAGANDA

PROPAGANDA
Oleh: A. Fuad Usfa
Propaganda, propaganda, propaganda..., tak kenal waktu propaganda masuk di laman fesbukku... Kita mesti tahu, di mana saja, oleh siapa saja, dg bungkus apa saja, bahwa propaganda adalah kebohongan atau tipu2 yg sengaja diutarakan dg atas nama kebenaran... Propaganda adalah bius2 kehidupan, dan tentu pecintanya adalah mereka yg telah terbius semata..., tak ada lain...
Bagi sy kebohongan adalah kebohongan, apapun kedoknya...
(FB)

KAFIR

KAFIR
Oleh: A. Fuad Usfa
Kuamati yg dipakai dari alas kaki hingga rambut dan yg menutup rabutnyya...,  ku amati pula segala kemudahan yg digunakannya, dari perabot rumah hingga rumah gedong manggrong2..., bahkan barang2 yg amat dibanggakannya, dari mobil, komputer, HP, hingga kemudahan internet, dll...
Bahkan sangat banyak dan sangat banyak tak terhingga..., yg kuamati ternyata dari mana semua itu didapat..., berbagai kebutuhan yg dibangga2kan ternyata mereka dapati dari bekerja pada mana ia bekerja, di mana ia menyumbangkan pikiran dan cucuran keringatnya... Sy ingin katakan bahwa ternyata itu semua dari karya si 'kafir'..., atau dari lingkar karya si 'kafir'..., bahkan mereka bekerja pada perusahaan2 si 'kafir', namun aku amati pula, betapa anehnya perilaku mereka, ternyata mereka begitu gigihnya menyuarakan hujatan2 kebencian dan mengutuk2 kafir...
Dan, intinya aku hanya ingin mengatakan, semestinyalah semangat mengimani kebencian itu sebagai amal yg harus dipersembahkan pada Tuhan dihentikan..., bekerja sama saling melengkapi sajalah... #untuk membangun kedamaian semesta...
Kata kafir ternyata bukan hanya sekedar pembatas, melainkan telah begitu jauh dijadikan sebagai kata kunci bagi motor penggerak kebencian.
(FB)

PREDIKAT PALING DAMAI

PREDIKAT PALING DAMAI
Oleh: A. Fuad Usfa
Membaca status di laman fesbuknya dg judul di atas, pak dan mak SHINTO di Negeri sakura Jepang mesam-mesem sambil bergumam..., 'kalau paling damainya seperti itu, lalu rusuhnya seperti apa lagi...?!'. Terlintas dalam benaknya, 'aku ini masuk dalam kategori yg mana ya...?!, syukurlah aku tak mengharap sertifikat apapun..., dan aku harus jujur...'. pikirnya... Lalu ia tutup fesbukannya untuk memulai kerjanya..., dan ia menyadari bahwa karya2 bangsanya telah dikotori beragam propaganda... #mereka menyebar berbagai propaganda dari berbagai prangkat karya bangsa Jepang... #SHINTO...
(FB)

TIDAK FAIR

REBUTAN  LAHAN YG TDK FAIR, IHIK IHIK, :(
Ole: A. Fuad Usfa
Kita boleh menerobos di mana2, orang lain tidak boleh..., kita boleh memfitnah ataupun menghina2, orang lain nyelenting saja sekalipun tidak boleh..., kita boleh mengancam2, orang lain tidak boleh..., kita boleh mengagung2kan kita termasuk dg merendah2kan orang lain, orang lai tidak boleh... #dunia hanya milik kita, orang lain hanya numpang..., #oh my God...
(FB)

PINDAH AGAMA

PINDAH AGAMA
Oleh: A. Fuad Usfa
Ada yg pindah ke Islam, ada yg pindah ke Kristen, ada yg pindah ke Hindu, ada yg pindah ke Budha..., itu namanya pindah agama... Pindah agama sama dengan titik ekstrim daripada pindah pandangan keagamaan..., ada yg pindah madzhab, pindah ormas keagamaan, pindah sekte, titik ektrimnya adalah pindah agama... Artinya dari agama atau pandangan keagamaan warisan pada kemerdekaan seseorang untuk memilih.
Masalah yg muncul adalah kalau ada yg mau pindah agama lalu tidak boleh, apa lagi harus dibunuh... Sedangkan kalau pihak lain menghendaki hal yg sama lalu kita jadi marah... #di sini tidak fairnya... #dan kita selalu bermain play victim (pelaku, tapi bisa berteriak2 sebagai korban, didalimi, dst).

Ada orang Islam yg kawin dg mualaf..., ada juga orang kristen yg kawin dg orang yg baru pindah pada agama Kristen... Ada juga yg pindah agama karena ingin kawin, faktanya begitu... #itu yg namanya kemerdekaan individu untuk menentukan sikapnya sendiri, termasuk keyakinannya...
(FB)

MENGGAYUH MEMAHAMI EKSISTENSI TUHAN

Oleh: A. Fuad Usfa Eksistensi Tuhan Berbicara tentang Tuhan berarti berbicara suatu yang gaib, abstrak. Tidak bisa ditangkap dengan penca in...