Oleh: Aba
Lebih dari setengah abad yang lalu aku dilahirkan di sebuah pulau di Laut Jawa, yaitu Pulau Bawean, Kabupaten Surabaya (sekarang Kabupaten Gresik). Aku sekolah di SD pada pagi-siang hari dan bermadrasah pada siang-sore hari, selepas maghrib dan selepas subuh mesti mengaji. Oh…, iya…, TK alias Taman Kanak-kanak belum ada waktu itu.
Salah satu hal yang paling berkesan selama aku di Bawean dulu adalah aku belajar silat bersama kawan seperguruanku, mulanya di perguruannya R. Amir yang biasa dipanggil Mak Amir (Sawah Luar), setelah dinyatakan tamat dan dimandikan dengan air ‘bunga setaman’ yang ada silet, kain putih serta disembelihkan ayam putih sebagaimana lazimnya dunia perguruan silat di Bawean, aku pindah ke perguruannya pak Fadli (Sawah Daya), juga hingga dimandikan, dan di perguruan ini pula aku belajar Tembung dan Tik-pi (Trisula), setelah itu aku pindah ke perguruannya mak Ude Hasyim (Daya Bata), beliau adalah putra daripada KH. Kasim, Tokoh Kemerdekaan yang namanya diabadikan sebagai salah-satu nama Jalan Raya di Sangkapura.
Selepas SMA aku melanjutkan ke Perguruan Tinggi, aku mengambil bidang studi ilmu hukum. Untuk tingkat Sarjana Muda (waktu itu paling cepat 3 tahun/6 semester) lalu aku melanjutkan pada tingkat Sarjana (waktu itu paling cepat 2 tahun/4 semester). Jadi untuk tingkat Sarjana Muda dan Sarjana paling cepat 5 tahun (waktu itu tak banyak yang mampu menyelesaikan tepat waktu, sistem lama berbeda dengan di masa kini), sedang untuk tingkat Magister aku mengambil bidang Sosiologi.
Aku bukan tipe mahasiswa Mahkarol (rumah, kampus dan ngobrol), melainkan aku juga ikut ambil bagian di kegiatan kemahasiswaan, baik intra maupun ekstra.
Lebih dari setengah abad yang lalu aku dilahirkan di sebuah pulau di Laut Jawa, yaitu Pulau Bawean, Kabupaten Surabaya (sekarang Kabupaten Gresik). Aku sekolah di SD pada pagi-siang hari dan bermadrasah pada siang-sore hari, selepas maghrib dan selepas subuh mesti mengaji. Oh…, iya…, TK alias Taman Kanak-kanak belum ada waktu itu.
Salah satu hal yang paling berkesan selama aku di Bawean dulu adalah aku belajar silat bersama kawan seperguruanku, mulanya di perguruannya R. Amir yang biasa dipanggil Mak Amir (Sawah Luar), setelah dinyatakan tamat dan dimandikan dengan air ‘bunga setaman’ yang ada silet, kain putih serta disembelihkan ayam putih sebagaimana lazimnya dunia perguruan silat di Bawean, aku pindah ke perguruannya pak Fadli (Sawah Daya), juga hingga dimandikan, dan di perguruan ini pula aku belajar Tembung dan Tik-pi (Trisula), setelah itu aku pindah ke perguruannya mak Ude Hasyim (Daya Bata), beliau adalah putra daripada KH. Kasim, Tokoh Kemerdekaan yang namanya diabadikan sebagai salah-satu nama Jalan Raya di Sangkapura.
Selepas SMA aku melanjutkan ke Perguruan Tinggi, aku mengambil bidang studi ilmu hukum. Untuk tingkat Sarjana Muda (waktu itu paling cepat 3 tahun/6 semester) lalu aku melanjutkan pada tingkat Sarjana (waktu itu paling cepat 2 tahun/4 semester). Jadi untuk tingkat Sarjana Muda dan Sarjana paling cepat 5 tahun (waktu itu tak banyak yang mampu menyelesaikan tepat waktu, sistem lama berbeda dengan di masa kini), sedang untuk tingkat Magister aku mengambil bidang Sosiologi.
Aku bukan tipe mahasiswa Mahkarol (rumah, kampus dan ngobrol), melainkan aku juga ikut ambil bagian di kegiatan kemahasiswaan, baik intra maupun ekstra.
No comments:
Post a Comment