WAKTU SHALAT DAN MAKAN
Oleh: Aba
Manakala hendak masuk waktu shalat, atau telah masuk waktu shalat, sedang makanan telah siap dihidangkan di hadapan kita, entah acara apalah…, entah dalam bentuk prasmanan, lesehan atau apalah…,sering muncul pertanyaan ‘makan dulu ataukah shalat dulu…?!’. Kawan-kawan di Indonesia (baca: di Malang) biasanya dengan nada bercanda, pertanyaan tersebut selalu dijawab dengan pertanyaan juga, yaitu ‘mana yang mesti kita pilih, makan ingat shalat ataukah shalat ingat makan…?!’, dalam hal ini yang bermain adalah logika. Bukan hanya di Malang saja pertanyaan yang sama muncul, yang aku tahu diberbagai kawasan, termasuk juga di Australia. Biasanya pertanyaan tersebut muncul oleh sebab waktu yang tanggung-tanggung. Sebetulnya di samping jawaban lewat logika seperti tersebut di atas, manakala kita mau membuka kitab fiqh maka terdapat nash yang bisa dijadikan rujukan normatif, yaitu sabda Rasulullah SAW, bahwa ‘la shalata bi hadhratith tha’aam’, terjemahnya ‘tidak ada shalat di hadapan makanan’, lengkapnya (terjemahnya) sebagai berikut: ‘Kata Aisyah RA, saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, tak ada shalat di hadapan makanan dan tak ada shalat di kala sedang dipengaruhi oleh desakan buang air besar atau air kecil’. (Hadist Riwayat Muslim dari Aisyah RA, Bulughul Maram:49, dalam Ash Shiddieqy:170). Juga Rasulullah SAW telah bersabda (terjemahnya) sebagai berikut: ‘Apabila telah disajikan makan malam, maka makanlah dulu sebelum melaksanakan shalat maghrib’. (Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim, dari Aisyah RA, Subulussalam I: 202, dalam Ash Shiddieqy:170).
Berkenaan dengan itu Ash Shiddieqy mengutarakan, bahwa diantara para ulama ada yang mengatakan ‘makan dulu kalau sudah lapar walaupun ke luar waktu’, dengan dasar, bahwa khusu’ itu ruhhusshalah. (ash Shiddieqy:170).
Referensi:
Ash Shiddieqy, TM. Hashbi, Prof. Dr., 1986, Pedoman Shalat, Bulan-Bintang, Jakarta, cet. ke-15
No comments:
Post a Comment