Oleh: Aba
Kemaren pagi, bertepatan dengan tanggal 21 Mei 2010, kawanku asal Meddle east, tepatnya Libanon, namanya adalah Nadiyah, ia bilang, ‘Ahmed, hari ini akan hujan, serta mendung seharian’. Betul, hari kemaren hujan dan mendung seharian. Hari ini adalah hari Sabtu, hari off kerja bagi kami, seandainya hari ini aku bertemu Nadiyah, aku akan bilang, ‘Nadiyah…, hari inipun weather seperti kemaren, hujan dan mendung seharian’. Sore hari ini aku duduk sendirian di balik jendela kaca transparan di sebuah unit usaha di Cecil Avenue, di kawasan Carousel; di luar angin bertiup kencang menerpa pepohonan, daun-daunnya berkaparan meliuk-liuk dipermainkan sang bayu, biasalah musim gugur dari tahun ke tahun seperti ini. Hari ini udara tidak seberapa dingin, hingga aku merasa tidak perlu memakai mantel. Aku menatap ke luar, aku membayangkan akan nasib si Aminah, si Iyem, si bibik, atau entah siapa lagi lah nama-nama yang bisa kita sebut, yang kata orang mereka itu adalah pahlawan devisa, mereka adalah TKW. Aduh…, apa pula hubungannya Nadiyah, hujan, mendung serta musim gugur yang senyatanya terjadi dengan TKW dalam tulisan fiksiku ini?!!!. Aku hanya membayangkan di kala aku membaca berbagai media di negeriku, tentang gugur dan gugurnya TKW kita, aku telusur irama suara sang bayu, mereka gugur begitu saja tanpa ada perlindungan dari sang penguasa, yang paling banter adalah saling mencari si kambing hitam, dan selepas dari itu masa akan menghapus ingatan kita, si kambing hitam dan sang penguasa telah cuci tangan, bersih dan tetap memainkan tarian.
*
Nadiyah…, hari ini masih juga hujan dan mendung menyelimuti kawasan Perth dan sekitarnya. Demi cinta negeriku, aku hanya berkata dalam hati dan tak mungkin berkata padamu, di negeriku pun mendung dan hujan, yaitu mendung dan hujan dalam teriknya mentari dan cerahnya cuaca, yaitu mendung kesedihan dan hujan tangisan rakyat jelata yang menyabung nasib tanpa hirau akan ada jaminan perlindungan ataukah tidak.
*
Iyem adalah salahsatu TKW kita, ia berasal dari tanah Jawa yang subur, yang penduduknya embludek tanpa mampu diimbangi oleh Pulau-pulau lain di negeriku, termasuk pulau Sumatera yang besar. Pembangunan terpusat di tanah itu, uang dan sentra-sentra usaha melimpah pula. Tak adakah upaya untuk membangun kantong-kantong yang berimbang?!, ataukah kerena khawatir kalau Daerah-daerah bisa Berjaya lalu mereka minta merdeka?!, maka menjajah mereka, atau dalam bahasa halusnya menciptakan ketergantungan adalah merupakan jalan terbaik bagi kejayaan sang penguasa pusat dan sang demang di daerah. Memang kawasan lain telah memuntahkan hasil perut buminya, namun sayang bagai tiada perputaran uang di tanah itu. Namun begitu bukanlah bermakna penduduk di tanah Jawa telah menikmati kemakmuran; tidak…, jutaan ummat hidup dililit kemiskinan, bahkan di bawah ambang batas.
*
Iyem adalah dara nan cantik jelita, kulitnya putih bersih, berambut ikal bag mayang mengurai, hidungnya mancung, senyumnya menawan. Iyem adalah gadis yang cerdas, selalu bintang kelas sedari TK hingga SMU, medali penghargaan selalu digondolnya. Mestinya Iyem layak menjadi apa yang disebut mahasiswa, namun apa daya orang tua Iyem tidak mampu memikul beaya untuk penyandangan status mahasiswa itu. Iyem sempat nganggur beberapa saat, hingga kemudian datang calo TKW menawarkan sejuta harapan. Siapa tidak tertarik dengan gaji tiga juta limaratus ribu rupiah per bulan?!!!. ‘Gaji segitu itu bersih lho Iyem…!!, sudah dipotong tax dan lain-lain tetek-bengek…!!’, demikian kata sang calo. ‘Terimakasih mas…, aku masih mau mikir dulu mas…’, jawab Iyem. ‘Apa lagi yang mau dipikir…?!!, ini kesempatan baik lho Iyem…, kerja di sini paling-paling enam ratus ribu rupuah sebulan…, belum lagi dipotong transport, belum juga baksonya, dan lain-lain lagi lho Iyem…!!!’, demikian crocos sang calo. ‘Iya…, iya…, tapi Iyem mesti mikir dulu la mas…, kasih aja Iyem nomor HP mas, entar Iyem hubungi bila emang Iyem Okay…’, jawab Iyem dengan suaranya nan lembut. Lalu sang calo memberinya kartu nama.Satu bulan kemudian Iyem memutuskan untuk ikut ambil bagian dalam bursa pahlawan devisa. Pelatihan tetek-bengek telah ia lalui, hingga tiba saat keberangkatan. Bersama kawan seangkatan ia melalui Bandara Juanda Surabaya menuju suatu destinasi, lalu ke tempat penampungan. Ternyata banyak kawan seperjuangan yang sedang antri di penampungan itu, tak kurang pula yang merasa putus asa, tapi apa mau dikata.
*
Sampailah Iyem di negeri orang. Ternyata iyem masih mesti menunggu panggilan sang calon majikan, oleh sebab itu ia mesti ditampung dulu dengan menumpang di rumah sang agen, paspor harus diserahkan di tangan sang agen…, aduh…, ia mesti bekerja pula di rumah sang agen, dan aduhai tanpa bayaran apapun. Siang dan malam ia bekerja. Saat itu terasalah bahwa sentuhan kekejaman telah menyapa dirinya. Lalu terbayanglah segala kekejaman sang majikan, penyiksaan demi penyiksaan yang pernah ia baca di berbagai media di Negara tercinta saat ia belum berangkat dulu, benar-benar membayanginya.
*
Berita baru telah mengantar Iyem pada babak baru dalam arung nasib kehidupan saat ia dapat panggilan sang majikan, yang selanjutnya, entahlah…, mengapa nasib mujur benar tiada berpihak padanya, ia tak habis pikir merenung nasibnya, ‘salah dosa apakah yang telah aku perbuat hingga nasibku begini?, apakah kurang baktiku pada kedua orang tua?, apakah kurang sujudku pada Ilahi Rabbi?, selama ini aku pikir aku selalu hidup lurus, jangankan melakukan kesalahan besar, atas kesalahan kecil saja hatiku berontak tak karuan. Kini aku tak mampu bergerak selain atas ketentuan majikan, hendak sujud pada Tuhan saja harus mencuri-curi…, aduhai, mengapa nasibku jadi begini…, aku pasrah padaMu ya Tuhan…!!!’. Iyem betul-betul tiada tahan akan tindihan nasib yang menimpanya.
*
Kini Iyem telah beberapa bulan jadi jongos sang majikan, Iyem benar-benar berhadapan dengan raksasa kesombongan, celakanya lagi dollar atau ringgit atau real ataukah apa namanya, ya…, pokoknya upahlah tak pernah ia sentuh, tentu dengan berbagai alasan, sudah jatuh tertimpa tangga. Adapun tenaganya terus terkuras dan terkuras, ia betul-betul lelah, lelah lahir-batin, dan tak ada tempat mengadu.
*
Iyem bekerja tanpa batas waktu yang jelas, ia bekerja hingga larut malam, dan harus bangun jam tiga dini hari. Kali ini Iyem betul-betul amat lelah, malam ini majikannya mengadakan pesta, tak seperti biasanya, hingga jam satu dini hari ia baru selesai kemas, dan langsung masuk bilik dalam kelelahan. Serta-merta disandarkan kepalanya pada bantal yang sudah kempes, air matanya tak mengalir lagi karena mungkin telah habis terkuras, kemudian syuuur bagai melayang-layang; dan, sang majikan datang dengan senyum menawan, aduhai…, ia datang dengan penuh kelembutan, lalu ia berkata bahwa hendaknya Iyem bekerja sebagaimana layaknya orang bekerja, dengan waktu dan job yang jelas, sang majikan mengatakan juga bahwa penguasa negerinya (Indonesia) telah mengeluarkan kebijakan kesepakatan perlindungan yang disebutnya ala Pancasila, ‘Kemanusiaan yang adil dan beradab’ serta ‘KeTuhanan Yang Maha Esa’ tidak hanya simbol semata, melainkan merasuk dalam jiwa dan mengejawantah dalam aksi sorgawi di alam kiprah duniawi. Dengan pasti sang majikan menerangkan panjang-lebar. Setelah ia menerangkan panjang-lebar itu sang majikan mengajak Iyem berlibur ke Singapore. Tentu Iyem tertarik, oleh sebab itu setujulah Iyem akan kebaikan hati sang majikan.Iyem berkemas saat itu juga, lalu menuju bandara Internasional, kemudian tibalah mereka di Singapore, dan sesampainya di Singapore itu, alangkah terkejutnya ia, ternyata Alwi, sang kekasihnya telah menjemput di Bandara Internasional Changi. Alwi adalah salah seorang TKL alias Tenaga Kerja Laki-laki di Singapore, ia bekerja pada salah-satu keluarga yang masih keluarga majikan Iyem. Semasa di sekolah dulu Alwi adalah termasuk anak yang cerdas, ia kakak kelas Iyem, kini Alwi beruntung sebab disamping sebagai TKL ia juga bisa melanjutkan studi di Universitas terkemuka, majikannyalah yang memperjuangkan Alwi. Alwi menceriterakan segala pengalaman indahnya pada Iyem, Alwipun mengajak Iyem jalan-jalan ke pulau Sentosa. Mereka menuju pulau sentosa dengan naik kereta gantung (cable car); hari itu udara cerah, secerah hati mereka, di bawahnya air selat begitu tenang, kapal-kapal berlabuh dan melintas, pulau Santosa begitu hijau dan menawan hati. Alangkah kagummnya mereka, pemerintah Singapore telah betul-betul membangun negerinya dengan benar-benar terencana secara baik, demikian bisik kalbunya, lalu pikirannya menerawang pada perjalanan sejarah, terlintaslah nama Thomas Stamford B Reffles sang peletak paradigma. Selanjutnya mereka berkeliling pulau Santosa dengan naik bis, tentu free alias gratis, lalu bercengkrama di pantai, menikmati atraksi lumba-lumba, hingga berkelana di alam aquarium raksasa; mereka bagai menyelam dalam laut, berkawan dengan hiu yang ternyata begitu jinaknya, suatu keajaiban terjadi, Iyem bagaikan dapat menangkap pembicaraan ikan-ikan di situ. Seekor ikan raksasa seakan berkata, ‘nikmatilah hidup wahai sang pecinta…, tebarkan senyum, sebab hidup terlalu singkat’, ikan-ikan kecil seakan bersorak-sorai, lalu seekor kuda laut seakan berpekik, ‘hidup keutamaan…, hidup kemulyaan…, enyahlah kesombongan…, sungguh seandainya kesombongan itu adalah mahluk hidup, tentu telah kubunuh engkau…!’, setakat itu melintaslah pula seekor ikan raksasa seraya berujar, ‘tahukah engkau wahai kuda laut?!, bahwa kesombongan tak ada makna di hadapan Tuhan…’, lalu sang kuda laut yang kecil itu bergendong di punggungnya, dan meluncur bersamanya. Dengan manja Iyem memeluk Alwi seraya berujar dengan mesra, ‘wahai sayang…, peluklah aku sayang…, aku sangat cinta padamu…’, namun Alwi yang santri itu berujar, ‘sabarlah sayang, tunggulah suatu ketika, hingga masanya Tuhan mempertemukan jiwa dan raga kita dalam ikatan suami-istri’. Selepas kata itu diucapkan, tiba-tiba terdengar suara dentuman keras yang disusul dengan hiruk-pikuk, lalu tangisan pilu, pada mulanya satu, lalu dua, kemudian seisi rumah, Iyem kaget, lalu mengusap kedua belah matanya, dan menyebut nama Allah, kini ia sadar bahwa ia baru saja tenggelam dalam mimpi. Demi didengar hiruk-pikuk itulah dengan pelan Iyem membuka pintu kamarnya, lalu, inna lillahi wa inna ilaihi raji’un…, majikannya telah dipanggil menghadap ke hadhiratNya, oleh sebab serangan jantung. Sosok raga pucat pasi telah terbujur kaku persis di depan pintu kamar Iyem. Tiada terasa air mata Iyem menggenang, menutup selaput matanya, lalu menetes deras. Iyem turut menangis, menangisi kepergian tuannya, dalam ketidak pastian nasib dirinya.
ANZAC DAY MEANS TO ME
Digubah Oleh: Alba Ahmad
(Student of Gosnells Primary School)
Dibacakan Saat Hari Peringatan ANZAC Day 2010
Many men stood up to fight, in Australia
For the first time men were fighting under the Australian flag at Gallipoli
Where they earned the name ‘ANZAC’
They showed teamwork, mateship and courage;
The soldiers fought in all types of conditions and weather
Many of them died during the conflict
Others had terrible wounds and many were permanently disfigured
They were proud to help our country and others;
Today, they sell poppies and remind us of their sacrifice
Soldiers still go off to fight for peace, in our world
Will wars never end?!!!
---------
Nama Asli/Lengkap Penulis:
Aba : Ahmad Fuad Usfa Osman Farouq
Alba Ahmad : Alba Fathiya Natasha Ahmad Fuad Usfa
HAL PENULIS:
Aba, Kelahiran Kotakusuma Sangkapura Bawean Kabupaten Gresik Jawa Timur, Domisili saat ini di Gosnells Western Australia, sebelumnya berdomisili di Kota Malang dan Kota Batu Malang selama tiga puluh tahun.
Alba Ahmad, Student of Gosnells Primary School. Hobbi barunya bermain dengan kucing kesayangannya.
No comments:
Post a Comment