MALAYSIA, KURAJUT PERSAHABATAN
Oleh: A. Fuad Usfa
Malaysia beribu kota di Kuala Lumpur, mataku membelalak mengamati laju perkembangannya, di tahun 1994 saja, ia masih terbilang 'kota kecil', tiba-tiba melaju dengan cepat, 98/99 KLCC melejitkan kota itu sebagai kota modern yang mengagumkan, sarana dan prasarana transportasi, terminal-terminal, bandar udara, pusat Pemerintahan bagai disulap. Mataku terbelalak kagum, seakan tak percaya, seakan mimpi. Tapak kakiku melangkah, kerjasamapun sempat kami rajut, dengan berbagai Guaman (lawyer), baik di Kuala Lumpur ataupun kawasan Slangor. Aku sangat simpati pada mereka.
(Fesbuk)
Komen:
Betul3.Tp pak empat tahun saya di situ,saya rasa kurang bersahabat dengan kita2.
Tanggapan sy:
Mas..., kondisi obyektif telah membentuk kesan mereka, baik trhadap masyarakat kita di Malaysia maupun di Indonesia. Dari suatu kesan telah membentuk opini. Suatu contoh, paada sekitar tahun 1995 saya berempat ke Kuantan, dari KL naik Bis, sesampai di Kuantan langsung naik taxi, sang sopir taxi bertanya dari Indonesia ke?, saya jawab iya, tanpa basa-basi ia menimpali, 'orang Indonesia kuat kerja tau..., bagus..., tapi, sayang mereka tak berat untuk membunuh...'. Saya bilang, 'saya Indonesia Boyaan tau..., tak adalah orang Boyan suka bunuh...', di bilang..., 'tak tau lah..., yang sayua tau macam tuh...'. Di Indonesia sendiri berita kerusuhan di mana-mana, bahkan pada kasus ninja dulu betul-beetul mengerikan..., dan berbagai kasus yang lain, berbagai tindakan anarkis terjadi di mana-mana, jadi yang dibayangkan mereka itu yaaaaa..., menakutkan..., itu yang saya tangkap, saya banyak keluarga di Malaysia, kakak saya yang perempuan telpon saya saat kerusuhan2 merebak, dia bilang jangan bepergian ke mana-mana dulu..., tunggu aman... Banyak contoh lain dari berbagai aspek yang saya temui, dan saya kira tak perlu menjelaskan dengan teori..., hehe..., yaaaa..., proses...
Malaysia terdiri dari berbagai etnik, 50,4% adalah Melayu, 11% Bumi Putra, Cina adalah menempati presentase kedua setelah Melayu, yaitu 23,7%, (---bandingkann dengan Indonesia yang hanya menduduki angka 3% saja, tapi meskipun persentase etnis Cina hanya mencakup tiga persen dari populasi, mereka menguasai 70 persen ekonomi negara---), India jugaa banyak terdapat di Malaysia, yaitu lebih daripada 7%. Pekerja asing mencapai lebih dari 3 juta jiwa, yang bermakna lebih dari 8% dari keseluruhan jumlah penduiduk, mereka datang dari berbagai negara, termasuk dari Indonesia. Pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan dari tahun ke tahun walau fluktuatif.
Tingkat stabilitas baik sosial dan politik sangat bagus, para pelaku politik lebih berjalan dalam koredor konstitusi. Kerusuhaan massa di bulan Mei 1969 telah menjadi pelajaran berharga. Konflik politik dengan Indonesia di masa Orla telah berakhir dengan pada beralihnya kepemimpinan di rezim Orba. tingkat ketaatan maasyarakat terhadap hukum terbilang sangat bagus, bahkan untuk kalaanfgan perguruan tinggi kehadiran Akta University dan Coolege Universiti (AUKU) direspon secara proporsional (---bandingkan dengan kehadiran Normalisasi Kehidupan Kampus/NKK di Indonesia yang direspon dengan berbagai reaksi keras dan berbagai tindak kerusuhan, misalnya---).
Bagi masyarakaat Melayu priyayi merupakan simbol status yang sangat tinggi (---sama dengan di Indonesia---), maka itu mereka mengejkar status itu, dan dari situ juga mereka memperoleh pendapatan yang sangat bagus sehingga mampu mengkaver kebutuhan hidupnya kendatipun arus konsumerisme juga melanda mereka, (---bandingkan dengan Indonesia saat menerapkan kebijakan padat karya, yang tidak diimbangi dengan pendapatan yang layak, sedang arus konsumerisme datang melanda, dan itu pulalah diantara penyebab maraknya pergeseran nilai dan korupsi dari berbagai bentuknya, seperti misalnya sogok, pungli, penilaapan, dan sebagainya---). Kalangan Melayu sangat enggan untuk masuk dalam sektor informal. Menyaadari realitas seperti itu Pemerintah Malaysia telah berupaka memback up mereka, walau dengan demikian terdapat kebijakan yang dinilai diskriminatif, namun kebijakan seperti itu hendaknya dipahami sebagai kebijakan temporal, yang tentu tidaak semestinya untuk diperlakukan secara permanent.
Demikian dulu kiranya sekedar ulasan singkat dari saya. Sebetulnya ingin ngomong banyak..., termasuk ingin mengutarakan ilustrasi-ilustrasi beberapa pengalaman saya pribadi, mumpung ada waktu malam ini, tapi aduh..., bagi-bagi waktu dulu ah..., mau nyapa yang lain..., itung-itung kangen udah berapa hari tidak fesbukan nih..., hehe..., siiip..., cool.
Komen:
Kalo pujian tentang keuletan dan ketangguhan, memang mereka(toke2)lebih respek kita orang.Tp opini yg "terbangun"??!
Tanggapan sy:
Ya mas..., memang kesan yang lalu muncul opini yang menyertai kesan itu walau mungkin membias. Saya berpikir, kita obyektif saja. Saya sendiri yang sehari-hari hidup di Indonesia, kalau bepergian selalu menghindari naik kendaraan umum (untuk trans[portasi darat), saya lebih memilih naik kendaraan sendiri, baik dalam kota maupun ke luar kota, atau naik travel atau juga taxi, atau express, atau executive, sayapun selalu menghindar beli buah-buahan di pasar besar, lebih suka di toko buah, (--itu suatu contoh--) bahwa sebetulnya kesan sayapun telah terbentuk, pengalaman saya masa lalu dan cerita orang-orang di sekeliling kita, daari pengalaman mereka termasuk teman-teman kita yang kena copetlah, kena gendamlah, dan lain sebagainya. Di Malaysia saya punya pengalaman, di akhir tahun 1996, di chokit saya dicopet, orang teriak..., 'bang,bang copet bang, copet bang (--celuk saku---), saya segera sadar dan memegang saku celana dan dompet sudah tiada, lalu saya ikuti ke mana arah telunjuk oranng yang meneriaki itu, lalu say mendekati dan serta merta memegang tangan orang yang dituju, dia tidak terima dan saya balik tangannya, memang ternyata dompet itu masih ada padanya, saya pegang tangannya (dulu saya latihan silat/kontau Boyan, maka itu saya tahu bagaimana cara memegang lawan), dan saya bawa ke Pos Polisi (Balai Pulis) seteelah dikasih tahu oraang di mana Balai Pulis itu, (--dan yang perlu sebagai catatan, bahwa tidak ada apa yang disebut main hakim sendiri/eugenrechting oleh massa--). Ternyata apa, orang yang mencopet itu adalah bangsa sendiri; dan..., sekali lagi pengalaman itu telah membentuk opini. Saya berpikir perlu suatu proses memang...
No comments:
Post a Comment