#Refleksi Tapak Perjalanan Panjang
(Sebuah Kesadaran Baru)
BINATANG
Oleh: A. Fuad Usfa
Apa yg selalu kita saksikan tentang persepsi kita terhadap binatang, betapa rendahnya binatang, rendah serendah2nya, mungkin masuk peringat di bawah setan, doktrin2 pun menorehkan siratan yg membekas tajam pada alam pikir dan jiwa kita. Suatu realita yang tak bisa kita pungkiri tentu. Maka bisa dipahamilah manakala stigma jelek selalu dilekatkan pada mahluk yg namanya binatang. Binatang telah menjadi sandaran perilaku jelek kita didunia nyata, pendek kata, binatang adalah mahluk rendah dan bahkan serendah2nya di bawah peringkat setan. Suatu contoh, begitu gampangnya kita menyandarkan suatu perbuatan yg kita anggap tidak baik itu pada binatang, kitapun dapat bertindak dg semena2 terhadap binatang. Itu semua oleh sebab penumpulan2 yg dijejalkan pada kita oleh lingkungan kita yg telah berperan membentuk sikap pikir dan mental kita, termasuk yg bersandar pada alam kesucian sekalipun.
Manusia dan binatang itu sama2 mempunyai apa yg disebut nafsu (keinginan), akal (pengendali), dan insting atau nurani (penyucian), di samping juga mempunyai indra, yaitu penglihatan, pendengaran, pencicipan, penciuman, perabaan, dan juga keragaan. Tingkat kemampuan dan pengembangannyalah yg berbeda.
Suatu misal mengapa binatang bisa menghindari dari bahaya, itu bukan karena insting semata, melainkan juga mereka menggunakan akalnya, pengalaman2 mereka telah turut membentuk konstruksi pikirnya, namun binatang tidak mempunyai kemampuan untuk mengembangkannya lebih jauh. Seorang kawan di sini (asal Sumatra Utara) bercerita pada sy, bahwa suatu ketika ia ada suatu kepentingan di Rumah Sakit Hewan, lalu ia menjumpai realita yg menarik perhatiannya, yaitu pada saat seekor anjing hendak diperiksa, tuannya mengajak masuk ruangan periksa, ternyata anjing itu merengek2 bagai manusia, ia merasa keberatan untuk diperiksa, rengekannya terdengangar bagaikan rengekan manusia, 'ngeeek..., ngeeek..., ngeeek...', sambil ia menggerak2kan tubuhnya sebagai pernyataan keberatan..., tapi tuannya membujuk, membujuk dan membujuk, akhirnya ia bersedia untuk diperiksa, tentu akalnya dapat menangkap dan merekam kejadian sebelumnya, dari situ ia merespon dalam bentuk tindakan.
Banyak binatang yg mempunyai kemampuan yg melebihi manusia, baik insting, penciuman, pendengaran, rasa, maupun keragaan misalnya. Oleh sebab itu sejak jaman dulu manusia memnggunakan binatang untuk membantu keterbatasannya. Sejak masa yg tak terhingga lamanya manusia telah minta bantuan pada binatang.
Ada suatu yg tidak dimiliki oleh binatang daripada manusia, yaitu apa yg disebut nilai (value). Berkenaan dengan baik-buruk, elok-tak elok, kederajatan, pantas-tak pantas, dst, yg kemudian bahkan berujung pada keTuhanan. Binatang tidak memiliki itu. Apakah oleh sebab itu binatang lalu menjadi mahluk yg jahat?, tidak juga. Oleh sebab tidak memiliki apa yg disebut nilai ini maka binatang tak pernah mempunyai kemampuan untuk usil dengan pihak lain, mereka berjalan sebagaimana hukum2 yg telah digariskan, sesuai dg fitrah, yang kita kenal dg istilah hukum alam atau sunnatullah. Binatang tak pernah berpikir tentang kehidupan setelah kematiannya oleh sebab dasar menuju ke situ memang tidak ia punyai.
Kehidupan setelah kematian terbentuk karena aspek nilai, yg pada perkembangannya membentuk suatu sistem, yaitu sistem nilai. Pada hakekatnya nilai itu muncul oleh sebab kemampuan berfikir manusia yg bisa berkemang tak terhingga, kemampuan berpikir yg tak terhingga itu memunculkan kesadaran keterbatasan jangkauan pikirnya. Demikian juga dengan hasrat atau keinginannya. Dengan demikian maka muncul kehawatiran2, ketakutan2, yang pada akhirnya merasa perlu untuk melakukan pembatasan2. Batas2 itu diantaranya adalah nilai (value). Apakah dengan nilai (value) ini menjadikan manusia mempunyai derajat yg lebih tinggi dari binatang?, tentu tidak dengan sendirinya oleh sebab nilai (value) ini adalah ciptaan manusia, maka keberpihakannya tentu pada manusia. Suatu misal, patutkah pembantaian terhadap binatang dinyatakan baik bahkan mulia (-baik, mulia, dllnya ini adalah nilai-)...?. Ternyata hal itu telah dilakukan oleh manusia, bahkan sy sebut mulia sebab justru untuk persembahan pada Tuhan. Hal itu terjadi untuk sebagian besar agama. Pengecualiannya antara lain pada Hindu, Sikh, dan mungkin sebut yg lain lagi, itupun dg beberapa pengecualian pula. Banyak manusia yg berTuhan yg begitu saja menghinakan binatang, bahkan dinisbatkan pada titan Tuhan. Suatu misal anjing dan babi telah begitu hinanya, sehingga kita menjadi buta akan kelebihan dan kebolehan yg dimilikinya, bahkan aspek eko sistem yang juga terkait dengannya. Penafsiranpun telah ditutup tanpa syarat. Stigma itu telah begitu mengakar, seakan Tuhan telah mengajarkan teknik kutukan yg bisa dikembangkan pada berbagai hal serta berbagai kondisi dan keadaan. Ini realita..., bukan sekedar sudut pandang normatif semata yg tak pernah berujung.
Saya menyadari, tentu ini bukan cara berpikir yg umum bagi kita, mungkin dipandang aneh nyleneh, namun saya yakin tak semua merasa begitu.
(AFOF, Cannington WA, 18 Februari 2017)
#Setelah unggah status ini ku kan sepedaan..., setidaknya dg jarak 20km..., cool...
(FB)
No comments:
Post a Comment