Oleh: Kookaburra
Kata kunci yg digelindingkan akhir2 ini adalah 'boikot starbucks', dan hal itu bisa saja menggelinding dg liar. Sy membayangkan kasus beberapa waktu yang lalu, kasus Sari Roti. Kasus yg dipicu oleh sebab pihak Sari Roti memberikan klarifikasi tentang penyaluran roti produknya ke pengunjuk rasa. Oleh sebab klarifikasi itu lalu diserangnya habis2an, dan seruan boikot menggelinding secara liar tak terkendali. Di tengah kondisi itu muncullah produk roti dg merk baru sesuai tren yg menggelinding secara liar itu. Seruan boikot juga pernah di tujukan pada restoran siap saji Mc. Donald.
Seruan boikot dan bahkan meminta agar pemerintah kita mencabut izin gerai kopi Starbucks dipicu oleh sebab CIO Starbucks, Howard Mark Schultz memberi dukungan kesetaraan LGBT. Muncul pertanyaan mengapa hanya Starbucks?. Bahkan hanya sekedar memberi dukungan terhadap kesetaraan LGBT. Apa persoalannya?, apa kerugian organisasi atau negara yg ditimbulkan oleh dukungan kesetaraan LBGT oleh CIO Starbuck itu?. Apakah setiap orang yg berbeda dg kita harus dinyahkan?, sudah sebegitu brutalkah kita?. Lagi pula bila dibanding LGBT dg kekafiran yg juga sering kita dengungkan apalah artinya LGBT?.
Terlalu nanggung seruan yg diskriminatif tersebut. Mestinya untuk semua saja yg mengakui keberadaan LGBT, termasuk facebook. Lebih jauh lagi, membaikot produk orang kafir. Kalau berani konsekwen, kembalilah kita pada jaman dahulu kala, demi menjaga keyakinan serta pemurnian agama dan kaumnya, dan binalah kelompok sendiri dg simbol pemurnian. Apa harus begitu?.
Boikot, hanya gara2 beda pandangan dalam menyikapi keyakinan kita, namun begitu nanggungkah?, sebrutal itukah?.
(Cannington WA, 3Juli 2017)
(FB)
No comments:
Post a Comment