Oleh: A. Fuad Usfa
Bahagia itu bersarang di hati, sama juga dengan sedih dan duka...
Bahagia itu personal, tak bisa digeneralkan, dibanding2 dg fenomina yg nampak, kita hanya mampu menangkap bayang, antara pasti dan tidak pasti...
Suatu ketika Imam Suprayogo, saat itu Pembantu Rektor I UMM, memimpin pertemuan dg rekan2 dosen, oleh sebab Aula kampus II sedang dikerjakan pembangunannya sehingga ketukan palu dari tukang yg sedang bekerja terasa mengusik jalannya pertemuan, lalu ia menyelingi dg kata, 'kita yg mungkin kata orang kita ini senang..., sy berpikir mungkin pak tukang itu lebih senang daripada kita hidupnya...' (-Intinya begitu, kalimat persisnya sy lupa-).
Pada puluhan tahun yang lalu, Buya HAMKA pernah berkisah, tentang persepsi seorang sufi dan dan orang umum di kota (-sekali lagi sy lupa ungkapan kata demi kata yg diungkapkan, namun sy ungkap dlm bentuk bahasa sy-), di suatu saat, di pinggir jalan seseorang berjumpa dg seorang sufi, lalu ia berpikir 'kasihan ia, berpakaian lusuh seperti badannya tak terurus'..., namun sebaliknya sang sufi berpikir 'kasihan ia, lelah mengumpulkan uang..., kasihan..., betapa hidupnya telah diperbudak oleh materi'.
Bahagia tidak bisa dibanding2 secara fisual, oleh sebab keberadaannya yg tersembunyi dan personal. Mungkin kita melihat orang sedang bertamasya, duduk di tepi pantai menikmati hidangan bawaannya, lalu kita membayangkan alangkah bahagianya mereka, padahal mungkin saja, dalam kepala mereka pusing menghitung2 berapa uang yg tidak harus dikeluarkan?. Satu prosen dua prosen pengeluaran uang dari seluruh kekayaannya dikalkulasi sedemikian rupa, betapa sayangnya ia pada hartanya, kalau mungkin tak ingin ia mengeluarkan namun bisa menikmati. Kita tentu tidak tahu, apakah mereka tipe orang yg seperti itu, dsb dsb.
Bahagia adalah menerima dan menikmati. Apapun posisi kita, bila mampu menerima dan menikmati, bahagia akan bersama kita, bila tiada, bahagia akan menjauh.
Bahagia bukan harta, bahagia bukan kedudukan, bahagia bukan status sosial, walau tentu bahagia itu juga ada di situ, namun bukan hanya di situ, melainkan di mana2. Bahagia itu manakala kita bisa menerima dan menikmati, bahagia itu personal, dg menggunakan kata sifat bahwa kebahagiaan itu personal.
(FB)
No comments:
Post a Comment