MATINYA MAKNA KATA
Oleh: A. Fuad Usfa
Dulu, saat sy masih aktif2nya bimbing KKN ada cerita, sekedar cerita sebagai i'tibar yg selalu sy sampaikan pada mahasiswa kala pembekalan, agar kita memahami atas kearifan2 lokal, yaitu 'al kisah, suatu ketika mahasiswa KKN memberikan penyuluhan pada warga setempat tentang pentingnya ventilasi. Mahasiswa bilang bahwa ia telah menemui rumah2 di kampung itu sebagian besar tidak ada ventilasinya, lalu ia menyampaikan bahwa utk rumah yg sehat diperlukan sirkulasi udara yg cukup, dan itu akan ada manakala terdapat ventilasi, dan biasanya ventilasi itu terdapat di bagian atas jendela atau pintu, sedang yg demikian itu tidak kita jumpai di kampung ini...', demikian ia mengutarakan...; lalu serta merta ada warga yg hadir di penyuluhan itu yg bilang..., 'mas KKN..., tidak ada ventilasinya sebagai mas KKN maksudkan saja kami sudah kedinginan mas, terutama kalau malam hari, apa lagi ada ventilasinya mas...'. Lalu 'mas KKN' itu berpikir, mengapa demikian?, dan ia sadar bahwa karena sebagian terbesar rumah2 di kampung itu terbuat dari gedeg... Jadi coba kita pikir, seandainya lobang2 pada gedeg itu dikumpulkan jadi satu, berapa besarkah senyatanya ventilasinya itu...?.
Kita sering memahami kata dari segi harfiyah saja, sehingga kata itu menjadi mati..., kata yg mati..., kata yg telah berabad2 sekalipun masih juga dipahami secara harfiyah padahal jaman telah berubah.
'Mahasiswa' tadi hanya membayangkan, bahwa ventilasi itu adalah ventilasi secara khusus sebagaimana yg terdapat di rumah2 gedung di perkotaan sebagai dari mana ia selama ini tinggal..., ia tidak memahami makna hakiki nya..., tidak memahami konteks...
Dalam pemahaman keagamaan pun tak terkecuali, masih dominan yang seperti itu juga...
#dulu KKN di desa2 terpencil, 3 bulan..., beda dg sekarang... #terlepas dari uraian di atas, sy berpikir sebaiknya KKN itu di stop sj..., dg kata lain tak perlu ada KKN...
(FB)
No comments:
Post a Comment