Oleh: Aba
Pada tahun 2006, aku bersama seorang Notaris Surabaya (-beliau berkantor di JL. Semarang, tak jauh dari Pasar Blauran-), berkelana ke Malaysia hanya untuk semalam saja. Sebelumnya beliau juga telah melawat ke negeri jiran ini, dan, beliau banyak fulus, bukan orang macam ana tentu.
Saat matahari telah naik menerangi bumi kami sampai di Kuala Lumpur, kami langsung ke Bukit Bintang menuju hotel. Aku suka suasana Bukuit Bintang. Setelah kami mandi dan merapikan badan, pergi menelusur trotoar dan masuk restoran. Tak lama kemudian telpon (HP) berdering, seorang Guaman (Lawyer) dari kawasan Slangor hendak bertemu kami, kami katakan bahwa kami sedang makan siang di restoran x (aku lupa namanya). Tak lama kemudian beliau datang, alangkah baik hatinya beliau, hingga khirnya berpisah. Saat selepas waktu Maghrib seorang datuk hendak menjemput kami sebagai tamu di rumah beliau, dan tak lama kemudian beliaupun datang. Dengan mobil mewahnya kami menelusur jalanan mega politan menuju Syah Alam, jalanan paadat dengan kendaraan, lampu-lampu gemerlat mempesona. Sampailah kami di kediaman beliau, di suatu pemukiman elit, kami dipersilahkan masuk dan diterima dengan senag hati. Selepas itu kami diajak keluar menuju sebuah hotel megah, kami dijamu makan malam di sana. Kami berbincang apa yang bisa kami bincang, waktu itu aku minta pada beliau agar aku diberi akses untuk dapat menjalin hubungan kerjasama dengan Kantor Pengacara (Guaman) di Johor Bahru, dan beliau memberi akses untuk menghubungi kepala kantor yang juga masih berada di bawah naungan beliau. Alhamdulillah, demikian bisik kalbuku, yang berarti aku nantinya akan mampu membikin akses dari utara (Kedah) ke Selatan. Untuk kedah kami punya akses melalui ncik Abdul Muis, dan beberapa Peguam (lawyer) juga telah menyanggupi untuk memberi akses pada beberapa instansi hukum di Malaysia, dan juga ada yang menyanggupi untuk akses ke Brunai Darussalam, semua itu sudah aku laporkan ke lembaga kami, termasuk kepada pak Soeparto sebagai Kepala Hubungan Internasional. Kembali pada pembicaraan di atas; selepas makan malam itu kami diantar kembali ke hotel di mana kami menginap.
Hari telah makin larut, namun orang-orang makin ramai, dan makin ramai, kami turut menikmati keramaian itu, kami duduk di area tempat makan-makan, ramai sekali orang, kami pesan teh tarik, dan tergiur juga untuk turut mencicipi makan, maka kami pesan makanan. Malam makin larut, dan..., dem..., dem..., dor..., dor..., dar dir dor dem..., suara itu mengelegar..., percikan api meloncat-loncat..., ke angkasa luas..., kembang api yang beraneka ragam telah menghias Kuala Lumpur saat itu. Saat itu adalah bertepatan pada malam Hari Kemerdekaan Malaysia, di ujung bulan Agustus. Setelah kembang api itu usai, orang-orang mulai surut, dan kami masuk hotel, lalu berbaring dan lelap.
Menjelang subuh kami sudah bangun, sang Notaris kita menyegat taxi untuk menuju KLIA, bandara modern nan mewah, sedang aku meluncur menuju Selatan, untuk memasuki Negara Kota Singapore. Di Negara Kota ini aku mencoba merangkai hubungan penjajagan kerjasama juga, melalui Muhammadiyah Singapore, kami dikenalkan dengan encik Ahmad Khalis (Corporate Adviser), dan beliau telah merangkum rencana kerja yang kiranya mampu untuk kami lakukan, itupun telah aku laporkan ke lembaga kami.
Dari Singapore, lalu kami ke Batam, untuk evaluasi magang mahasiswa kami di PT. Epson, dan kami menyebrang ke Tanjung Pinang, semalam di tanjung Pinang, balik Batam, dan meluncur dari Hang Nadim menuju Juanda Surabaya. Diangkasa nan luaas, kutatap keluar jendela pesawat, gumpalan asap memutih bagai saalju, gumpalan itu berarak, dan, benakku berbisik, bermimmpikah aku...?!.
No comments:
Post a Comment