Oleh: Aba
Di lantai 5, di pojok food court Mega Mall Tunjungan Plaza seorang anak muda dengan umurnya 23 tahun, Adiv namanya, ia tengah asyik memainkan jari-jemarinya di atas deretan huruf pada sebuah laptop, ia baru saja menutup kata dalam risalah yang hendak dikirim buat sahabatnya. Dalam risalah itu ia menulis:
Arman sahabatku, pada akhir-akhir ini aku amati engkau selalu bermenung bermuram durja, seakan tanganmu hendak menggapai masa yang telah meninggalkanmu. Begitu dalamkah engkau meratapi kepergian kekasihmu itu?.
Arman sahabatku, Qays telah menjadi catatan sejarah; ketahuilah sahabatku, bahwa meratapi cinta adalah suatu kesia-siaan. Cinta adalah suatu yang abstrak, yang menari-nari di ufuk alam kahyangan..., berpijaklah di bumi wahai sahabatku.
Arman sahabatku, engkau adalah seorang terpelajar yang mafhum akan sekalian makna perkembangan peradaban, ketahuilah, hanya mereka yang berpijak di bumilah yang mampu membinanya.
Wahai sahabatku, aku adalah sahabat sejatimu, aku ingin engkau seperti dulu lagi, selalu tyersenyum ceria, menatap masa depan dengan penuh optimis.
Wahai sahabat sejatiku, maafkan sahabatmu ini, manakala telah mengusik pilihan hidupmu, tak lain hanya karena aku ingin agar engkau terlepas dari alam hayal tanpa ujung.
Demikian dulu kiranya, dari sahabatmu yang penuh harap,
Adiv.
No comments:
Post a Comment