DI MASYARAKAT KITA
Oleh: Aba
Membaca ibarat sebuah pintu, pintu masuk dalam dunia ilmu. Dengan membaca kita dapat melihat berbagai cakrawala, dari situlah alam pikir kita dapat tercerahkan. Manakala alam pikir kita telah tercerahkan maka implikasinya adalah kepekaan pikir kita akan menjadi tajam, dengan demikian akan menjadi jeli dalam melihat berbagai fenomena. Berbagai motifasi yang dilakukan orang dalam menstimulus untuk mencipta dan meningkatkan minat baca.
Adapun bilamana kita cermati, terdapat diantara kita yang membayangkan seakan-akan minat baca dapat terjadi dengan sendirinya, oleh sebab itu mereka begitu emosionalnya dalam mengamati rendahnya minat baca di kalangan masyarakat kita, mereka membayangkan orang lain sebagaimana dirinya, padahal sejarah hidup yang meliputi situasi dan kondisi baik secara material maupun immaterial orang lain itu berbeda dengan dirinya, mereka mempunyai pemaknaan tersendiri yang berbeda dengan kita dalam memaknai dunia baca. Dari situlah kita dapat melihat betapa kurang arifnya kita ini dalam memahami realita, ternyata kita hanya mampu melihat persoalan secara ‘hitam-putih’, sehingga kata-kata yang tidak senonoh sekalipun terlontar jua.Dalam pendahuluan ini kiranya tak perlu banyak ulasan yang perlu di ketengahkan disini, saya kira kita akan dapat menagkap dan mengembangkan makna baik yang tersurat maupun yang tersirat.
Menurut hemat saya terdapat beberapa factor yang menjadi penyebab lemahnya minat cabaca di masyarakat kita, yang secara ringkas antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Masuknya sarana teknologi visual terlebih dahulu sebelum terbentuknya budaya baca, (perhatikan TV, Game, HP dan lain-lain);
2. Metode pembelajaran di sekolah dengan penonjolan sistem hafalan;
3. Sistem dan metode pendidikan di sekolah yang bersifat pemaksaan tanpa memperdulikan bakat minat peserta didik;
4. Kesediaan bahan bacaan yang lebih berorientasi doktriner;
5. Kuatnya sikap otoriter para pembina generasi kita;
6. Terbatasnya ketersediaan bahan bacaan yang sesuai dan mampu memberi stimulus minat bakat subyek;
7. Terbatasnya fasilitas akses;
8. Terbatasnya anggaran (Budged) yang berimplikasi pada penentuan skala prioritas.
9. Mengakarnya budaya oral.
Maka tak heranlah manakala kita dapati kondisi jenuh dan sikap apriori di masyarakat kita.
Kondisi dalam pointer tersebut di atas tentu haruslah dimaknai saling keterterkaitan satu sama lain, bukan pemaknaan keterpisahan (parsial).
Maka tak heranlah manakala kita dapati kondisi jenuh dan sikap apriori di masyarakat kita.
Kondisi dalam pointer tersebut di atas tentu haruslah dimaknai saling keterterkaitan satu sama lain, bukan pemaknaan keterpisahan (parsial).
No comments:
Post a Comment