Oleh: A. Fuad Usfa
Saya sempatkan memutar video Webinar yang bertema ‘Agama Cinta-Agama Masa Depan’ (Indonesia Merayakan Perbedaan).
Saya tidak memahami konteksnya, seperti visi, misi, dan seterusnya daripada penyelenggaraan acara tersebut. Tapi secara umum saya berpikir hal itu sangat bagus adanya. Sangat visionir.
Pembicaranya dari berbagai agama. Adapun yang sempat saya ikuti pembicara-pembicaranya ada yang dari Islam, Kristen, dan Budha. Menarik tentu manakala itu bisa diisi oleh agama-agama lokal, yang notebene tidak pernah kita sebut sebagai agama.
Terlepas dari itu, dengan digelarnya acara tersebut, kita bisa lebih merasakan lagi bahwasanya banyak orang kita yang merindukan terciptanya masyarakat yang damai dalam bingkai kemanusiaan yang utuh dan sejati. Tokoh-tokohnya banyak terdapat di Indonesia.
Bila melihat pada tema, memang ada istilah teknis yang mungkin dipertanyakan, seperti misalnya ‘apa sih yang dimaksudkan dengan agama cinta?, apakah itu agama tersendiri?’.
Apapun juga pertanyaan kita, tentu sah-sah saja. Namun bila kita merindukan kehadiran cinta, maka cinta itu adalah tetap cinta.
Saya memahami, di situ terkandung semangat, bahwasanya keberagaman keberagamaan kita perlu disikapi dengan bingkai cinta.
Dari aspek pendekatan sosial harapan seperti itu tentu bisa dicapai. Namun bila didasarkan pada aspek doktrin agama-agama, tentu patut dipertanyakan. Hal itu bisa kita lacak pada perkembangan sejarah eksistensi agama-agama.
Kita sudah banyak pengalaman. Ternyata tatkala agama di dekati dari aspek doktrin an sich, apa lagi bilamana diletakkan pada posisi dominasi kekuasaan dalam struktur sosial, justru akan menjadi penindas. Hal tersebut bisa kita amati hingga detik ini.
Semoga perbincangan seputar harapan hadirnya ‘agama cinta’ sebagaimana tema dalam Webinar tersebut, didapat formulasinya untuk negara kita Indonesia. Amin.
(Cannington WA, 8 Oktober 2020)
No comments:
Post a Comment