Oleh: A. Fuad Usfa
Teologi Maut..., kata buya Maarif.
Santoso yang merupakan bagian kelompok teroris telah dilumpuhkan dalam keadaan tewas tertembak, kelompok umat yang mendukung eksistensi teror mengelu-elukannya dengan berbagai kultus propaganda, dari klaim mati shahid hingga berbau harum, dalam keadaan tersenyum, dan berbagai karangan-karangan hayali propaganda yang sudah biasa kita dengar, yang kali ini ada karangan propaganda baru, yaitu mayatnya dalam keadaan berkeringat.
Sebetulnya apa yang terjadi terhadap sosok Santoso suatu yang biasa terjadi dalam kiprah umat Islam, dari dulu hingga kini, dan di mana saja.
Haus darah dan kekuasaan bagian yang tidak bisa dilepaskan dari tradisi umat. Bius-bius kehidupan sudah menguasai umat Islam sejak jaman dahulu.
Ideologi Khawarij tak pernah tanggal dari jiwa dan alam pikir mereka. Seakan Tuhan begitu bengisnya menghadapi keberagaman yang justru diciptakan-Nya sendiri.
Rahmatan lil 'alamin hanya sekedar bayang-bayang dalam alam retorika dan tak berbekas dalam kehidupan nyata.
Indonesia telah menjadi bagian ajang target keberingasan kaum neo Khawarij atau yang semacamnya, tak hayal mana kala propaganda-propaganda keberingasan telah menjadi bagian dari kehidupan yang disukai kalang kita, nalar dan nurani mereka telah mati.
Kondisi seperti itulah kiranya yang dimaksudkan oleh buya Syafii Maarif sebagai teologi maut.
(Perth WA, 30 Juli 2016)
No comments:
Post a Comment