Sunday, July 15, 2012

HUKUM KETERGANTUNGAN


Oleh: Aba

Hukum ketergantungan pada konteks birokrasi kita berbunyi:
'Kalau bisa dipersulit, mengapa harus dipermudah...', duh maaaaan..., encene...!

PAGI DI MUSIM DINGIN


Oleh: Aba

Pagi ini
Di tanggal 6 Juni 2012
Jam menunjuk melewati 07.25
Di ufuk timur nampak warna merah bercampur jingga
Angin bertiup kencang
Suara-suara burung turut menghias suasana
Udara dingin menyapu sekujur tubuhku.

BERKESEDERAJATAN


Oleh: Aba
Mari membangun masyarakat kesederajatan, meretas sekat-sekat sosial yang telah ter/dibina sedemikian rupa.

FUNGSI, BUKAN DERAJAT KEMANUSIAAN


Oleh: Aba

Posisi-posisi di struktur dalam organisasi sosial, apapun juga, hendaknya dipahami dari aspek fungsi, bukan derajat kemanusiaan.

MINORITAS


Oleh: Aba

Pagi ini ku berpikir, kasihan minoritas, berbeda pandangan dalam keyakinan saja mereka ditekan dan diintimidasi sedemikian rupa..., walau UUD 1945 telah menjaminnya...

NARKISME DAN LEGITIMASI

Anarkisme dan legitimasi, mengerikan, salahkah kalau orang lain merasa ngeri?.

JABARAN CINTA


Oleh: Aba

Aku tak pernah menemukan cinta
Yang aku temui adalah jabaran cinta...

KENANGAN MALAM


Oleh: Aba

Di suatu malam, masuk waktu dini hari, sekitar jam satu, menyusur lorong Singapore, tibalah di Lavender, dan dari Lavender naik taxi menuju Larkin Johor Bahru untuk suatu destinasi berikutnya.

DI PERJALANAN


Oleh: Aba

Di suatu senja aku memasuki kota Johor Bahru, aku ingin menikmati malam di kota itu, aku harus bermalam, dan baru masuk Singapore keesokan harinya, aku menyewa sebuah kamar di lantai dua di suatu hotel sederhana, aku tengok dari jendela orang-orang melakukan aktifias tak henti-hentinya, ternyata 24 jam. Di tengah malam aku turun dan makan di rumah makan India, di pojok sana berdiri 'sang bidadari' mencari 'mangsa'.

PERJALANAN YANG MELELAHKAN

(Pada Dekade 80an)
Oleh: Aba


Tercatat dalam sejarah hidupkum, kaki menginjak bumi Borneo bagian selatan, Banjarmasin, bumi dalam genangan air. Langkah kulanjutkan ke Palangkaraya dengan naik Bis Air, menyusuri sungai besar. Sehari semalam di Palangkaraya, aku ingat satu diantara kawan baikku masa kuliah, di FH Univ. Brawijaya Malang, namanya Ferry F. Ranka, aku datang ke rumahnya, aku memang diberi alamatnya dan dimintaa datang bila ke palangkaraya, tapi ia sedang di Jakarta. Aku harus ke Kota Waringin Timur, tepatnya Kota Sampit, tapi..., aduhai tak ada jalan, harus naik ojek melewati hutan Borneo, atau naik kapal/klotok menyusur sungai dan laut, atau naik pesawat DAS. Aku naik DAS, pesawat berbaing-baling dengan kapasitas 8 orang penumpang. Ah..., sulitnya..., sulitnya..., ya, sulitnya..., karena aku membandingkan dengan Jawa.

PULAU DEWATA YANG DAMAI


Oleh: Aba

Hampir lima bulan aku pernah tinggal, di pulau Bali, yang biasa pula disebut pulau Dewata. Bali tak asing bagiku, karena banyak kawan baikku dari Bali, kawan keseharian dan di organisasi. Berbilang hari, minggu dan bulan telah aku lalui dengan senang hati dan damai.

MALAYSIA, KURAJUT PERSAHABATAN


Oleh: Aba

Malaysia beribu kota di Kuala Lumpur, mataku membelalak mengamati laju perkembangannya, di tahun 1994 saja, ia masih terbilang 'kota kecil', tiba-tiba melaju dengan cepat, 98/99 KLCC melejitkan kota itu sebagai kota modern yang mengagumkan, sarana dan prasarana transportasi, terminal-terminal, bandar udara, pusat Pemerintahan bagai disulap. Mataku terbelalak kagum, seakan tak percaya, seakan mimpi. Tapak kakiku melangkah, kerjasamapun sempat kami rajut, dengan berbagai Guaman (lawyer), baik di Kuala Lumpur ataupun kawasan Slangor. Aku sangat simpati pada mereka.

KAPALKU


Oleh: Aba

Tanaganku menarik koper, demikian pula kedua anakku..., suara roda koper tak terdengar, kalah dengan hiruk pikuk suara apa saja yang memenuhi lobi Pelabuhan Tanjung Perak. Kami bertiga menerobos kerumunan orang, menyelinap, hingga pada pemeriksaan tiket. Di ruang tunggu kami duduk dan berjalan sambil mengamati apa yang mungkjin diamati. Suara orang terdengar, itu kapal yang kita tunggu, itu..., telah datang. Aku maju mendekat kaca transparan, orang menunjuk pada sebuah bayang hitam nun jauh disana. Orang itu berkata, ya..., itu..., saya tahu..., biasa dari arah sana... BayAng itu makin jelas, dan ujud kapal menjelma..., kapal besar, kapal pesiar. Taklama kemudian kapal yang gagah itu bersandar, penumpang turun dari tangga, dan lalu berhamburan. Lama juga kami menunggu..., biasa..., tak perlu heran..., sudah pakem..., waktu molor...

Terdengar suara dari pengeras suara, kami dipersilahkan naik ke kapal, para calopun datang menghampiri, calo tempat, calo kasur, atau apa-apa lagi..., calo..., itulah di antara kiat untuk menyambung hidup..., suatu simbol betapa kerasnya hidup... Dari calo hingga penjaja berbagai barang dagangan, pedagang asongan.
Kami suka berkumpul bersama orang-orang, berkenalan, berbincang, saling berbagi, saling menolong, suatu simbol kehidupan bermasyarakat, alangkah harmonisnya saat itu, walau kami tak saling mengenal sebelumnya.

Tut..., tut..., tut..., kapal mengangkat sauh, kapal bergerak, dan melaju... Betapa gagahnya kapal ini, aku hitung ada tujuh tingkat, ada kantin, ada gedung bioskop, ada mushalla yang reopresentatif, ada yang lain lagi dan lagi..., menyenangkan..., atau mungkin juga ada kecoak, aku tak tahu..., aku kira kapal ini sebesar GKB kampus III UMM. Kapal menelusur hingga memasuki kawasan Jakkarta.
Jakarta Ibu Kota Negeriku..., kami tengah berada di gerbangnya, hiruk pikuk para calo dan pedagang asonganpun terdengar lagi..., berbagai dagangan yang menarik hati, dari kacang goreng yang dibungkus kantong plastik keci, hingga berbagai barang bermerek (berjenama) walau tiruan, tapi tetap menarik hati..., sekali lagi kiat menyambung hidup..., simbol kerasnya hidup di negeriku...

Di pelabuhan ini adalah pelabuhan terlama yang disinggahi, lalu kapal melanjutkan perjalannya lagi..., hingga sampailah kami di pelabuhan Montok, selalunya singgah di pelabuhan ini lepas tengah malam..., kapal berlabuh, tidak sandar; kapal tongkang merapat, tongkang itu dipenuhi banyak orang, termasuk, sekali lagi kiat menyambung hidup dan simbol kerasnya hidup..., tak lama kapal singgah di sini, dan beranjak menuju destinasi berikutnya...

Kapal besar ini telah mengangkut kami..., anak-anakku sangat suka, kappal besar, serasa tiada ombak di bawah kami...

Sampailah kami di pelabuhan Kijang, pulau Bintan Kepulauan Riau, kapal menelusup masuk ke sebuah celah, lampu dihidupkan semua, tak terkecuali lampu merkuri, kami bergegas turun..., entah keberapa kalinya kami menginjakkan kaki di bumi Bintan ini..., kami melangkah ke luar pelabuhan..., dan melihat kapal itu sendirian..., bagaikan gedung menjulang dengn gagah perkasa..., dan aku yakin..., ini Indonesiaku, walau aku tak tahu adakah pula korupsi di balik ini...?!.

BUS CANTIKKU


Oleh: Aba

Cuaca cerah, sang mentari telah condong ke arah barat, aku bersama kedua anakku bergegas naik bus express, aku lupa di jalan apa, tapi tak jauh dari Masjid Sultan, di Negara Kota Singapore. Kuamati bus ini sepi, tak ada penumpang, kecuali kami bertiga padahal waktu keberangkatan telah hampir sampai, kemudian seorang setengah baya naik bergegas, dia duduk sebelah kiri bagian depan. Beberapa menit kemudian Bus bergerak pelan, sedikit menyepat dan makin cepat dan cepat, melesat keluar Wilayah Singapore, merambah memasuki JB negara Malaysia. Aduhai..., bus nan indah ini hanya berisi empat orang penumpang saja, anak putriku sangat senang sambil menari dan bernyanyi dalam bus, dan tak ada sesiapa yang terusik. Bumi makin gelap, gemerlap lampu menghiasnya, entah jam berapa bus berhenti, kami turun masuk sebuah restoran pemberhentian, kami makan-minum, sungguh suasana yang menyenangkan. Kami naik kembali ke dalam bus, dan bus melaju membelah angin malam, hingga pemberhentian di Pudu Raya. Kami turun, hanya empat orang penumpang, ku ingin seperti ini lagi...

PRAMUGARIKU


Oleh: Aba

Awal 2009, di Bandara Internasioanl Perth Western Australia seperti bisanya, kesibukan rutin. Tak terbilang rasa terimakasihku pada kedua insan yang berhati mulya, yang selalu membantuku di sini, saat itu juga di Bandar Udara bersama kami, aku dan kedua orang anakku. Garuda Indonesia Airways dengan gagah bersandar di bagian pemberhentian di gedung Bandara. Setelah melalui pemeriksaan kami langsung masuk ke badan pesawat, kejadian langkapun sekali lagi terulang, pesawat nan gagah itu hanya berisi lima orang penumpang saja. saat anakku mencocokkan nomor kursi, sang pramugari yang ramah berkata, 'dik..., adik tak usah cari nomor kursi, silahkan duduk di mana saja adik suka..., anggap aja adik nyarter pesawat ini, okay...?', demikian ucapnya nan ramah dengan hiasan senyumnya nan indah... Tak lama kemudian pesawat melejit mengangkasa, lalu merendah, melambung dan lalu ban roda pesawat menginjak bumi 'Pulau Dewata'. Kami berempatpun turun, dengan iringan senyum ramah sang pramugari, putri pertiwi...

GADISKU


Oleh: Aba

Sore itu cuaca amatlah cerah, seorang kawan mengajakku bersilaturrahmi, aku sambut ajakan itu dengan segala senang hati. Tak lama kemudian sampailah kami di sebuah rumah dengan pintu dalam keadaan tertutup, kawanku mengetuknya seraya menyampaikan salam yang serta merta dijawab sang tuan rumah. Sebagai tamu baru, aku masuk dengan sopan; dan, aduhai di rumah itu ada seorang dara nan cantik rupawan, rambutnya terurai menyentuh bahu, kulitnya putih berhidung mancung, matanya seakan menggoda. Sebetulnya kami telah saling mengenal, walau baru pertama kali bertatap muka. Aku menyapanya, ia membalas sapaanku. Degup jantung serasa menyepat, aku tak tahu getar apakah gerangan?. Aku tengah bersama dara jelita, dara yang jadi idaman banyak jejaka, yang dibincang di banyak tempat dan ragam waktu. 'Ah..., tentu engkau bukan gadisku...', demikian hatiku berbisik, 'terlalu banyak yang mengidamkanmu, yang juga telah menyatakan padamu, sedang aku baru hadir dalam catatan hatimu', lanjut bisik kalbuku. Kala itu dia memakai gaun putih berenda, betapa anggun dan mempesona. Aku berbincang apa adanya, dan yang mengagetkanku, ternyata ia banyak tahu tentang aku, aktifitasku..., atau apa-apaku..., apa saja tentang aku..., sampai kala aku nonton dramapun dia tahu..., bahkan dimana saja posisiku saat itu...; aduh..., mengapa dia tahu...?, untuk apa dia tahu...?. Aku juga banyak tahu tentang dia, tak terbilang kawanku yang mengidamkan dia, terlalu banyak berita tentang dia yang disebar sang bayu, terutama di saat weekend, saat terkadang aku hanya mampu berbaring di kamar kostku. Ah..., saat ini nadiku bergejolak, jantungku berdetak terlalu cepat dari biasanya, dan ternyata cintapun telah bersemi.

SURAT BUAT SAHABAT


Oleh: Aba

Jarum jam telah menunjuk pukul 12 tengah hari, kendaraan begitu padat, panas mentari menyengat, asap kendaraan mengepul dan lalu menyatu memenuhi atmosfir kota Surabaya.
Di lantai 5, di pojok food court Mega Mall Tunjungan Plaza seorang anak muda dengan umurnya 23 tahun, Adiv namanya, ia tengah asyik memainkan jari-jemarinya di atas deretan huruf pada sebuah laptop, ia baru saja menutup kata dalam risalah yang hendak dikirim buat sahabatnya. Dalam risalah itu ia menulis:
Arman sahabatku, pada akhir-akhir ini aku amati engkau selalu bermenung bermuram durja, seakan tanganmu hendak menggapai masa yang telah meninggalkanmu. Begitu dalamkah engkau meratapi kepergian kekasihmu itu?.
Arman sahabatku, Qays telah menjadi catatan sejarah; ketahuilah sahabatku, bahwa meratapi cinta adalah suatu kesia-siaan. Cinta adalah suatu yang abstrak, yang menari-nari di ufuk alam kahyangan..., berpijaklah di bumi wahai sahabatku.
Arman sahabatku, engkau adalah seorang terpelajar yang mafhum akan sekalian makna perkembangan peradaban, ketahuilah, hanya mereka yang berpijak di bumilah yang mampu membinanya.
Wahai sahabatku, aku adalah sahabat sejatimu, aku ingin engkau seperti dulu lagi, selalu tyersenyum ceria, menatap masa depan dengan penuh optimis.
Wahai sahabat sejatiku, maafkan sahabatmu ini, manakala telah mengusik pilihan hidupmu, tak lain hanya karena aku ingin agar engkau terlepas dari alam hayal tanpa ujung.
Demikian dulu kiranya, dari sahabatmu yang penuh harap,
Adiv.

LARI PAGI


Oleh: Aba

Saat ku mahasiswa dulu, saat ku di kota Malang, kota dingin dan kota pelajar; bila kewajiban subuh telah ku tunaikan, selalu ku mengitar kota, alun-alun bundar dan alun-alun kota tak terlupakan, berlari pagi dengan semangat muda...
SELAMAT PAGI KAWAN.

KAMPUNGKU


Oleh: Aba

Kawasan Blandongan Gresik seperti biasanya, tidak ramai, kendaraan pun tidak padat, tak jauh dari jalan raya terdapat pantai. Di pantai inilah dulu aku pernah naik sampan, lalu berpindah ke perahu kayu, perahu ini didominasi oleh bahan kayu, pakunyapun terbuat dari kayu, dempulnyapun juga terdapat campuran serat-serat kayu. Perahu itu tidak besar, aku dan beberapa yang lain naik dengan tangkasnya, awak perahu menyambutnya dengan segala senang hati. Dalam perahu itu terdapat beragam barang dagangan. Atap perahu terbuat dari bambu yang dianyam kasar-kasar dan sebagai pengikatnya adalah batangan kayu berukuran kira-kira 5x10cm x panjang atap, dan panjang atap itu saya kira tidak sampai 7m. Di atas atap itulah aku dan beberapa orang yang lain mengambil posisi tempat tidur, atau yang lebih tepat kita sebut posisi sandar untuk tidur. Kala itu bulan Ramadhan sudah menjelang akhir, tak ada kapal, aku pikir yang penting ada tumpangan menuju tanah kelahiranku. Hari sudah menjelang maghrib, menjelang berbuka puasa. 

Perahu telah beranjak dari tempat berlabuh, sampai waktu maghrib kami berbuka, dan dilanjutkan dengan shalat Maghrib dengan duduk di tempat yang sangat sempit. Kami wudlu' dengan air laut, cukup dengan memegang tangkai timba dan langsung dicelupkan ke dalam air, tak perlu tali atau alat apapun, dekat sekali jarak air itu dengan pinggir atap perahu. Saya hanya berdoa' semoga Allah melancarkan perjalanan kami, dalam alunan gelombang yang damai serta hadirnya arus buritan. Di Laut Jawa inilah tak terbilang berapa banyak orang Bawean yang telah ditelan gelombang sebagai suhadha'.

Perahu trerus beranjak, tak ada tanda-tanda angin kencang dan gelombang yang menakutkan, awak perahu bilang, 'malam ini cuaca bagus'. Bulan yang tinggal 'menyabit' belum juga menampakkan dirinya, bintang gemintang gemerlap diangkasa nan luas, betapa agungNya Sang Pencipta. Aku mengambil tepe kecilku, kubuat untuk menemani perjalanan; alunan lagu padang pasir dari suara penyanyi Mesir yang legendaris itu membuatku dibuai di alam hayal, ini betul..., iramanya telaah membikin kondisi jiwa ke arah hayal..., suara merdu Ummu Kulstum. Allah Maha Agung. 

Kala itu aku masih mahasiswa, masih muda, badanku masih tegar bergumul dengan terpaan angin laut sekalipun. Cuaca masih tetap bersahabat, gelombang dan aruspun demikian. Hingga tiba makan sahur, lalu shalat subuh, namun Pulau Bawean belum juga menyambut kami. Tak lama kemudian aku tertidur, dan, aku bangun saat perahu telah masuk pelabuhan yang menjadi tempatku berenang saat ku kecil dulu seakan menantang kawanan hiu..., akh..., mengerikaan bila ku pikir saat ini...

Matahari telah beranjak tinggi, tak ada orang yang menjemput kami, sebab ini bukan kapal yang memuat banyak penumpang, melainkan ini perahu pengangkut barang, dan satu dua diantara kami hanyalah karena keterpaksaan saja. Aku melangkah ke luar pelabuhan, dan naik dokar; kampungku yang dulu terasa luas kini terasa menyempit, dengan jalan-jalan yang menciut. Entah berapa menit saja aku telah sampai di jalan seberang rumahku, kosong, tak ada orang, lagi berangkat menimba rizki Allah, untuk biaya studi putra-putrinya, termasuk aku. Aku masuk taman pekarangan rumahku, beragam bunga seakan menyapaku, aku kangen, aku pulalah yang selalu menyirami di saat pagi dan petang kala aku balik kampung. Dopojok taman kuperhatikan bunga bogenfil kesayanganku pun tengah bermekaran dengan indahnya, namun semuanya membisu dan hanya mampu menampakkan senyum keindaahannya.

CANDA PAGI


Oleh: Aba

Pagi ini cuaca mendung
Kuamati sekawanan nuri hijau bercanda ria
Suara jalak mersahut-sahutan
Burung-burung kecilpun tak hendak kalah
Di canda pagi yang mengasyikkan.
SELAMAT PAGI KAWAN
SELAMAT MENIKMATI SARAPAN DI PAGI INI...

SEMALAM DI MALAYSIA


Oleh: Aba

Ingat tidak dengan film Indonesia yang berjudul Semalam Di Malaysia di tahun 1975, dan sebelum itu juga ada lagu dengan judul yang sama yang dipopulerkan melalui suara Sam Dlloyd. Di film itu Victor Abdullah yang diperankan oleh Sam Bimbo diumpamakan sebagai sang penyanyi pop Malaysia. Aduhai..., untuk apa ya hanya semalam di Malaysia, buang-buang waktu aja ya...; dan, ternyata aku pun punyaya pengalaman sendiri semalam di Malaysia.


Pada tahun 2006, aku bersama seorang Notaris Surabaya (-beliau berkantor di JL. Semarang, tak jauh dari Pasar Blauran-), berkelana ke Malaysia hanya untuk semalam saja. Sebelumnya beliau juga telah melawat ke negeri jiran ini, dan, beliau banyak fulus, bukan orang macam ana tentu.


Saat matahari telah naik menerangi bumi kami sampai di Kuala Lumpur, kami langsung ke Bukit Bintang menuju hotel. Aku suka suasana Bukuit Bintang. Setelah kami mandi dan merapikan badan, pergi menelusur trotoar dan masuk restoran. Tak lama kemudian telpon (HP) berdering, seorang Guaman (Lawyer) dari kawasan Slangor hendak bertemu kami, kami katakan bahwa kami sedang makan siang di restoran x (aku lupa namanya). Tak lama kemudian beliau datang, alangkah baik hatinya beliau, hingga khirnya berpisah. Saat selepas waktu Maghrib seorang datuk hendak menjemput kami sebagai tamu di rumah beliau, dan tak lama kemudian beliaupun datang. Dengan mobil mewahnya kami menelusur jalanan mega politan menuju Syah Alam, jalanan paadat dengan kendaraan, lampu-lampu gemerlat mempesona. Sampailah kami di kediaman beliau, di suatu pemukiman elit, kami dipersilahkan masuk dan diterima dengan senag hati. Selepas itu kami diajak keluar menuju sebuah hotel megah, kami dijamu makan malam di sana. Kami berbincang apa yang bisa kami bincang, waktu itu aku minta pada beliau agar aku diberi akses untuk dapat menjalin hubungan kerjasama dengan Kantor Pengacara (Guaman) di Johor Bahru, dan beliau memberi akses untuk menghubungi kepala kantor yang juga masih berada di bawah naungan beliau. Alhamdulillah, demikian bisik kalbuku, yang berarti aku nantinya akan mampu membikin akses dari utara (Kedah) ke Selatan. Untuk kedah kami punya akses melalui ncik Abdul Muis, dan beberapa Peguam (lawyer) juga telah menyanggupi untuk memberi akses pada beberapa instansi hukum di Malaysia, dan juga ada yang menyanggupi untuk akses ke Brunai Darussalam, semua itu sudah aku laporkan ke lembaga kami, termasuk kepada pak Soeparto sebagai Kepala Hubungan Internasional. Kembali pada pembicaraan di atas; selepas makan malam itu kami diantar kembali ke hotel di mana kami menginap.


Hari telah makin larut, namun orang-orang makin ramai, dan makin ramai, kami turut menikmati keramaian itu, kami duduk di area tempat makan-makan, ramai sekali orang, kami pesan teh tarik, dan tergiur juga untuk turut mencicipi makan, maka kami pesan makanan. Malam makin larut, dan..., dem..., dem..., dor..., dor..., dar dir dor dem..., suara itu mengelegar..., percikan api meloncat-loncat..., ke angkasa luas..., kembang api yang beraneka ragam telah menghias Kuala Lumpur saat itu. Saat itu adalah bertepatan pada malam Hari Kemerdekaan Malaysia, di ujung bulan Agustus. Setelah kembang api itu usai, orang-orang mulai surut, dan kami masuk hotel, lalu berbaring dan lelap. 


Menjelang subuh kami sudah bangun, sang Notaris kita menyegat taxi untuk menuju KLIA, bandara modern nan mewah, sedang aku meluncur menuju Selatan, untuk memasuki Negara Kota Singapore. Di Negara Kota ini aku mencoba merangkai hubungan penjajagan kerjasama juga, melalui Muhammadiyah Singapore, kami dikenalkan dengan encik Ahmad Khalis (Corporate Adviser), dan beliau telah merangkum rencana kerja yang kiranya mampu untuk kami lakukan, itupun telah aku laporkan ke lembaga kami. 


Dari Singapore, lalu kami ke Batam, untuk evaluasi magang mahasiswa kami di PT. Epson, dan kami menyebrang ke Tanjung Pinang, semalam di tanjung Pinang, balik Batam, dan meluncur dari Hang Nadim menuju Juanda Surabaya. Diangkasa nan luaas, kutatap keluar jendela pesawat, gumpalan asap memutih bagai saalju, gumpalan itu berarak, dan, benakku berbisik, bermimmpikah aku...?!.

MENIKMATI HIDUP


Oleh: Aba

Suatu ketika seorang laki-laki, yang dalam perkiraanku usianya mendekati 70 tahun, dia sering bertemu dengan ku di tempat yang sama untuk kepentingan yang berbeda, ia bilang padaku, 'hallo mite, anda lihat itu sepedaku, bagus bukan...?', saya jawab, 'bagus, sangat bagus', lalu saya amat-amati sepeda itu, dan aku katakan lagi, 'sangat bagus, di mana anda beli, dan berapa harganya?'. Suatu waktu lagi di tempat yang sama ia bilang, 'hai..., coba lihat mobilku, bagus bukan?, saya katakan padanya 'ya..., bagus, anda tentu suka anda punya mobil bukan?', ia jawab, 'tentu..., bagus bagiku'. Tadi pagi, sekitar jam 10, bertemu lagi, dan ia bilang padaku, 'hai..., lihat ini sepedaku..., aku kasih mesin, bisa melaju dengan bagus, aku pakai keliling ke mana-mana, aku menyukainya'. Lalu seperti biasa aku katakan 'bagus..., bagus sekali, berapa anda beli mesinnya?', dengan antusias ia menjawabnya.

Aku berpikir, Beliau adalah orang yang menikmati hidup, aku amati tak nampak bersitan beban yang menindih jiwanya, tak hirau memikirkan negara dengan hiruk pikuknya kepolitikan, yang memang pemerintah dan berbagai organisasi sosial non pemerintah tiada menyeret-nyeret rakyat ataupun warga untuk masuk dalam dunia politik yang serba pelik.

PASAL 34 UUD 1945 TELAH DITERAPKAN SECARA KONSEKWEN


Oleh: Aba

Suatu ketiga digelarlah seminar yang bertempat di Ruang Pertemuan di pojok pikiranku. Salah seorang pembicara mengemukakan, bahwa Pasal 34
UUD 1945 yang menyatakan 'fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara', telah diterapkan dengan konsekwen di negeri ini, sebab itu merupakan diantara aset bagi para pemimpin kita, baik pemimpin formal ataupun informal; karena fakir miskin dan anak-anak terlantar itu tingkat ketergantungannya sangat tinggi, mereka sangat tidak berdaya, dan sangat kondusif untuk dijadikan komuditi, kehadirannya sangat dibutuhkan oleh para pemimpin itu'.

Dalam sesi tanya-jawab seorang peserta bertanya, apa maksudnya?. Pembicara menjawab, 'mereka betul-betul dipelihara..., saya ulangi lagi, dipelihara..., yaitu agar tetap dalam keadaan fakir miskin dan terlantar, yang dipelihara adalah fakir miskin dan terlantarnya, itulah sasaran bancaan empuk bagi kepentingan-kepentingan politik (-baca: dalam arti sempit dan luas-) para pemimpin kita...!, ingat...!, dipelihara, bukan diberdayakan...!'.

JOURNEY HIDUP

Oleh: Aba


Journey hidup adalah keniscayaan
Melangkahlah apapun di hadapan
Kemudahan dan sandungan adalah irama hidup
Tak ada kegagalan, yang ada adalah keberhasilan
Kata kegagalan tak lain hanyalah stigma.

ARMADAKU


Oleh: Aba

Melajulah
Jelajahlah ragam kehidpan
Insan tumbuh dan kembang
Bersama irama alam
Sunnatullah.

SANG KARYA


Oleh: Aba

Kreatifitas tidak mesti berhenti
Jaman telah memberi ruang.

PAGI NAN INDAH


Oleh: Aba

Saat ini jarum jam menunjuk angka 6.14
Udara sejuk menyapu tubuh
Angin bertiup semilir
Bumi masih nampak gelap kelabu
Kutatap bintang gemintang bertaburan
Bak permata di jagad raya
Betapa indah alam di pagi ini
SubhanAllah.

KPK JADI GENIT


Oleh: Aba


Dulu saya berharap KPK sekali gus menjadi lembaga pembelajaran hukum bagi masyarakat, tapi kini ternyata bermain di kekacauan psikologis masyarakat..., menjadi lembaga yang genit, segenit bagai lembaga politik...

KPK DAN NASIB HUKUM KITA


Oleh: Aba

Seorang sopir berkata, 'aduh macam mana sih hukum kita nih...?!'
Kawan bicaranya nyeletuk, 'emangnya kenapA?!, kan udah betul!!
Sang sopir balik menimpali, 'apa engkau bilang?!', emangnya hukum itu apa?!
Kawan bicaranya nyeletuk lagi, 'alaaa..., engkau..., ternyata tak tahu pula..., hukum bagi mereka adalah: "Hadiahi aku Uang, Kamu punya Urusan kan Maknyus...".
BETULKAH KPK YANG LEMBAGA NEGARA ITU MINTA SUMBANGAN KE RAKYAT?, MENANGGUK DI AIR KERUH?, MENGGUNAKAN PSIKOLOGI MASYARAKAT YANG SEDANG TAK MENENTU?!, MACAM INI SEMUAKAH LEMBAGA HUKUM KITA?, BERANTAS KORUPSI, JANGAN CIPTAKAN KORUPSI GAYA BARU...!!!!, MASAK JERUK MAKAN JERUK?!!!. TARGET APAKAH YANG TERSEMBUNYI DI BELAKANG INI?, TARGET POLITIKKAH?, INGAT KPK ADAALAH LEMBAGA HUKUM!!!!.


‎'PENGHAMBAAN'


Oleh: Aba

Ku berdiri
Terpaku
Bumi Mu ya Allah
Sang insan berlomba 
Sibuk menyusun status sosial
Berloba menyusun
Seterjal mungkin
Lalu
Tamengpun dibikin seindah mahligai kahyangan
Sang prajuritpun tak lupa mengawalnya.

NUANSA KESYIRIKAN


Oleh: Aba

Dalam apa yang saya lihat di masyarakat kita, status sosial adalah begitu agung..., dengan segala pembenaran dan back up_nya, manusia tak lagi setara, karena telah dipilah oleh status-status itu. Tak ada equality , kesetaraan, kecuali hanyalah simbol-simbol semu... Jurang-jurang itu nyata ada dalam masyarakat kita, bukan hayalan, sementara semboyan-semboyan dengan kata-kata nan indah begitu ramai hingga memekakkan telinga kita, semua itu sifatnya sangat normatif, tiada substantif..., sekedar sampiran luar saja...

MENGGAYUH MEMAHAMI EKSISTENSI TUHAN

Oleh: A. Fuad Usfa Eksistensi Tuhan Berbicara tentang Tuhan berarti berbicara suatu yang gaib, abstrak. Tidak bisa ditangkap dengan penca in...