Sunday, April 10, 2016

CERPEN: JEJAK-JEJAK TAK TERBAYANG

CERPEN
Fiksi
JEJAK2 TAK TERBAYANG (1)
Oleh: A. Fuad Usfa
Persis di depan rumahku, rumah sederhana, sesederhana keadaanku, tapi rumahku bersih, bahkan puntung rokok pun tak ada, karena memang keluargaku tak ada yg merokok, yg kata orang merokok tak bagus untuk kesehatan, baik kesehatan badan maupun kesehatan ekonomi. Walau demikian toh teramat banyak orang ketergantungan pada rokok, yg memang, apapun alasannya, pembenaran akan ditemukan jua. Tapi pun demikian aku tak pernah berpikir itu, sebab aku tak merokok karena aku tak tertarik pada rokok.
Persis di depan rumahku, rumah bercat putih, yang kata orang putih itu lambang suci, pun demikian tak ada orang yg menanyakan padaku mengapa rumahku di cet putih, mungkin orang tak lagi peduli dg lambang2, di jaman kemunafikan merajalela.
Persis di depan rumahku, depan rumah yg tak becek walau baru saja hujan lebat mengguyur. Persis di depan rumahku itu aku jumpa kawanku, kawan masa kecilku, masa kebahagiaan dijumpai kala kami berenang di sungai, naik rakit dari batang pisang, kala kami mandi2 bersama, lepas semua pakaian dan sama berlompatan mencebur ke arus sungai, kala ku tak pernah membayangkan adanya makna-makna jenis kelamin pada diri kami. Aku jumpa kawan masa kecilku di depan rumahku. Ku berjumpanya. Mulanya ku tak tahu kalau ia itu kawan masa kecilku. Kawan masa kecilku itu berpakaian perlente, ia berjalan pelan sambil matanya memandang2  bangunan rumah di sekitar rumahku. Tentu mulanya aku tak tahu kalau itu adalah kawan masa kecilku, aku baru tahu setelah ku amati ia, kulihat tahi lalat di pipi kanannya, dan di pelipis kirinya terdapat sedikit bekas luka, aku ingat kawan masa kecilku terluka di pelipis kirinya, kala jatuh mengejar layang2, jatuh di anak sungai persis sebelah rumahku, rambutnya lurus, matanya sedikit sipit tapi serasi dg bentuk wajahnya. Mulanya aku berpikir, mungkin saja ia hanya mirip kawan masa kecilku, tapi perasaan ku mengatakan bahwa itu pasti kawan masa kecilku. Oleh sebab itu aku aku menyapanya, 'selamat pagi bapak...', ia menjawab, 'selamat pagi juga bapak..., apa kabar pagi ini...?, jawabnya yg juga ia sambungi dg pertanyaan itu..., dan lalu aku jawab, 'alhamdullilah baik', dan yg juga aku sambungi dg pertanyaan, 'maaf bapak, sy mau tanya, apa bapak ini dari kampung Delima ya pak...', dan aku sengaja tak menyebut Desanya, Kecamatannya, Kabupatennya, Provensinya, maupun Negaranya, sebab bila benar dari kampung Delima tentu aku dapat memastikan, bahwa ia itu kawan masa kecilku di kampungku. Mendengar pertanyaanku itu, ia kaget, matanya terbelalak, mulutnya terbuka, dan dari mulutnya itu terdengar suara, 'hah...', lalu ia menjawab, 'iya..., betul..., apa bapak mengenal saya?', yg tentu saja serta merta aku jawab, 'aku Lentera Surya..., anak kampung Delima..., tentu teman masa kecilmu bukan...?', ia tentu terkaget-kaget, langsung menyalamiku, dan kami berpelukan, rasa hati kami teramat senang, berjumpa kawan masa kecilku, setelah puluhan tahun tiada berjumpa.
(BERSAMBUNG)
(FB)

No comments:

Post a Comment

MENGGAYUH MEMAHAMI EKSISTENSI TUHAN

Oleh: A. Fuad Usfa Eksistensi Tuhan Berbicara tentang Tuhan berarti berbicara suatu yang gaib, abstrak. Tidak bisa ditangkap dengan penca in...