Wednesday, August 4, 2021

PROBLEMATIKA GAGASAN PENGEMBANGAN PULAU BAWEAN SEBAGAI KAWASAN WISATA

Oleh: A. Fuad Usfa

  1. Pendahuluan

perbincangan perihal pengembangan pulau Bawean sebagai kawasan wisata telah berkembang sedemikian rupa. Konon Pemerintah telah melakukan langkah-langkah dalam upaya meujudkanbya. Persoalannya, bagaimana kesadaran (pemahaman sadar) kita tentang konsep pengembangan kawasan wisata yang tentu akan membawa berbagai konsekwensi.


  1. Apa Produk Kita?

Keparawisataan merupakan industri, dengan demikian tentu harus punya produk, dan atas produk itu kita mesti memasarkan. Yaitu memasarkan ketengah-tengah masyarakat luas, melintas daerah dan negara. 


Bila mana produk itu menarik, maka akan makin banyaklah peminat, demikian pula sebaliknya. Si peminat (calon pembeli) tentu akan menakar kesesuaian dengan selera dan kepentingannya. Sama halnya dengan kita juga bila berposisi sebagaimana mereka. Bisa jadi selera atau kepentingan mereka sama dengan kita, bisa jadi pula berbeda. 


Kita sebagai tuan rumah (produsen) tentu dituntut mampu menawarkan hasil produksi yang sesuai dengan harapan mereka.


  1. Oyek Wisata dan Subyek

Sasaran wisata disebut obyek, oleh sebab itu si wisatawan bermakna subyek. Dengan demikian mereka berhak menentukan pilihannya. Mereka mempunyai timbangan yang beragam, dan kita tidak bisa menggiring mereka untuk menerima begitu saja atas dasar penilaian kita. Kita hanya bisa menunjukkan pada mereka bahwa apa yang kita miliki memanglah unggul, baik dalam takaran kita maupun (utamanya) mereka. Artinya janganlah kita bicara panorama yang indah, bagus, hanya dalam takaran kita saja. Kita harus sudah bicara dalam konteks skala pasar. Untuk itu kita mesti memetakan tentang apa yang kita miliki, serta pangsa pasar.


Setelah itu mau diapakan?. Apakah akan dibiarkan begitu saja seperti apa adanya, lalu si wisatawan akan ‘dipaksa’ (dalam tanda petik) untuk seperti kita saja yang datang ke pantai, lalu bakar ikan dan sebagainya, selanjutnya manggut-manggut dan bergumam, ‘indahnya pantai kita ini...!!!, lalu pulang. Ataukah akan kita kelolah secara profesional sesuai pola bisnis?. Lalu dibangunnya hotel-hotel dan sarana penginapan lain bagi orang-orang yang datang berkunjung yang tentu dari berbagai kawasan, termasuk dari manca negara. Singkatnya bagi para wisatan, baik domistik dan manca negara, yang nota bene mereka itu orang yang tidak punya keluarga dan  relasi dengan kita. Oleh sebab mereka yang datang dari berbagai kawasan dan kalang tentu kita harus menyiapkan juga bebagai skala, termasuk skala internasional. Konsekwensinya bisa pantai yang alamipun dipoles sedemikian rupa (-contoh kecil: dirawat. Disirami, dirapikan, dipasang irigasi untuk mengatasi banjir, dipasang tanggul untuk mengatasi keterkikisan, dan lain-lain untuk merawat alam dan keamanan wisatawan, dan seterusnya-), walau itu semua tanpa harus menghilangkan nuansa alaminya, dan sebagainya.


Demikian pula dengan gunung-gunung, air terjun, danau, dan sebagainya. Belum lagi pengembangan obyek wisata baru. Oleh sebab mereka yang datang selalu pula dalam satu keluarga, maka fasilitas untuk anak-anak mereka harus disediakan sebagai satu kesatuan paket. Dan seterusnya.


  1. Sarana dan Prasarana

Kita punya produk, namun bagaimana harus mencapai dan mendapatkan produk kita itu?.

Untuk itu tentu diperlukan sarana dan prasarana. Oleh sebab sasarannya adalah domistik dan manca negara (wisdom dan wisman),maka sarana dan prasarana itu haruslah memenuhi standard baik domistik maupun internasional. 


Sebagaimana ulasan di atas juga, dalam hal ini tentu diperlukan pihak penanam modal (investor) berskala besar, menengah, dan kecil. Adapun investor tentu akan menghitung dari aspek kelayakan dalam skala bisnis.


Tidak terkecuali dengan sarana transportasi yang tentu harus rutin dan berkelayakan (baik dalam lensa domistik maupun internasional), sebab wisatawan mesti menjangka lama perjalanan oleh sebab biasanya mereka berwisata di saat waktu luang/libur (holiday) saja. Sehingga bagi mereka waktu sangatlah diperhitungkan sedemikian rupa, apa lagi bilamna sasaran wisata mereka tidak hanya satu kawasan saja.


  1. Suatu yang Menjanjikan

Bilamana pengembangan wisata ini berjalan baik, maka kawasan kita akan dipoles sedemikian rupa. Sarana dan prasarana ataupun berbagai fasilitas umum akan dibangun dengan pola modern, maka secara ekonomis akan mampu membantu meningkatkan taraf ekonomi masyarakat, oleh sebab akan terjadi perputaran uang yang cepat.


Dengan yang demikian itu akan bermunculanlah pasar-pasar (sentra-sentra usaha) yang amat kondusif untuk pengembangan semua sektor usaha. Sebagai ilustrasi, katakan misalnya bila dalam satu minggu saja datang seribu wisatawan, dan rata-rata wisatawan mengeluarkan uang (-dalam hitungan paling sedikit-) satu juta rupiah, maka berarti tambahan uang yang beredar dari sektor itu saja sudah mencapai satu milyar. Berarti dalam satu bulan akan mengucurkan tambahan dana yang mengalir dan berputar sebesar empat milyar rupiah. Demikian seterusnya.


Hanya saja persoalan yang muncul kemudian adalah di arus mana uang itu mengalir dan berputar secara signifikan?. Berapa yang mampu diserap oleh penduduk tetap?, dan dari serapan penduduk tetap itu berapa prosenkah yang berputar di arus bawah?.


Pada konteks ini peran Pemerintah sangat diharapkan dalam mengeluarkan berbagai kebijakan (regulasi) yang bisa diharapkan dapat memberi perlindungan terhadap pemodal kecil dan menengah di arus bawah. Sehingga kalangan masyarakat kita tidak justru menjadi obyek. Demikian pula peran dari pada tokoh-tokoh masyarakat. 

Persoalannya, mungkinkah?!. Secara ideal, tentu harus!. Banyak pembelajaran yang mesti kita telaah, bila kita mau.


  1. Antisipasi

Salahsatu kelemahan kita adalah pada ketiada mampuan mengantisipasi. Sering kita melakukan pengambilan keputusan untuk jangka waktu kini (sesaat) saja. Padahal masa kini akan segera tertinggal untuk hari esok, sehingga begitu hari esok tiba kita harus menyesuaikan lagi dengan masa itu, yang dengan demikian kita akan berada dalam posisi tertinggal dari ‘mereka’.


Sering kita selalu berpikir terlalu teknis, tidak antisipatif. Berkaitan dengan daya antisipasi, saya teringat apa yang diutarakan Lukman Harun. Beliau mengutarakan suatu contoh tatkala kita memilih sekolah. Sering kita memilih yang menjadi trend masa kini, padahal untuk empat tahun ke depan (tergantung tingkatan, maksudnya di masa kita lulus kelak) bidang tersebut sudah tidak diperlukan lagi, kalaupun diperlukan sudah mencapai titik jenuh (overlouded), yaitu sudah terjadi suatu masyarakat yang berpendidikan berlebih. 


Demikian pula dalam bidang prestise dalam bidang profesi.


Adapun yang saya maksudkan dalam konteks ini, persoalannya, bila mana pulau Bawean kelak sudah menjadi kawasan wisata, sejauh mana antisipadi kita di sektor ini?. Apakah menunggu menggelindingnya bola di hadapan kita, ataukah akan menyambut bola?. Ataukah hanya akan menjadi penonton?, tentu tidak.


  1. Dampak

Segala perubahan di mana dan kapanpun juga pasti akan menumbuhkan dampak, baik positif maupun negatif. Hal tersebut merupakan konsekwensi logis.

Terhadap dampak negatif yang dapat kita lakukan adalah mengatasi dampak negatif yang terjadi dan yang mungkin terjadi. Dampak tersebut berupa dampak lingkungan (DAL) dan dampak sosial (DAS).


Dampak lingkungan misalnya bisa terjadi terhadap kesediaan air bumi mana kala telah dibangunnya hotel-hotel serta tempat-tempat penginapan lain, pemandian, tempat rekreasi buatan, dan sebagainya, sehingga berdampak terhadap menurunnya tingkat kecukupan air untuk keperluan rumah tangga dan sektor usaha kecil maupun tingkat kesuburan tanaman secara luas dan sebagainya. Sebagaimana kita tahu bahwa kalangan wisatawan pada umumnya berasal dari kalangan kelas berpunya sehingga daya pengaruhnya mungkin lebih signifikan, dan terutama bagi mereka yang sedang dalam usia pencarian patron tentu lebih kondusif, serta berbagi hal lainnya.


  1. Konstruksi

Tidak semua kawasan wisata mempunyai konstruksi yang sama. Coba perhatikan di Indonesia seperti Bali, Malang, Yogyakarta, Bandung, Jakarta, Padang, Toba, dan sebagainya. Coba perhatikan pula manca negara seperti, Singapore, Malaysia, Mesir, Australia, dan sebagainya.


Lalu kita akan menggunakan pola tersendiri?, atau bagaimana, dengan segala kemungkinannya. Dengan kata kunci pertanyaan, ‘mungkinkah?’. Atau gabungan dari berbagai pola. Kemana saja kita harus belajar?, lalu yang mungkin dicontoh?. Atau pasrahkan saja pada Pemerintah atau para pemilik modal?. Atau biarkan saja bergulir secara alami tanpa perlu akselarasi ataupun pengelolaan secara profesional?.


  1. Penutup

Adapun yang pasti, waktu akan terus bergulir, masa depan adalah keniscayaan. Perubahan terjadi karena gerak, dan gerak akan selalu dinamik. Tidak akan ada perubahan tanpa gerak. Adapun yang disebut diampun adalah gerak. Karena gerak itulah maka berubah, secara sadar gerak menuntut ke pilihan. Pilihan adalah tantangan, apapun pilihannya. Satu kata kunci: Optimis!.

(Cannington WA, 19 Juli 2020)

Edisi revisi tulisan lama saya.

No comments:

Post a Comment

MENGGAYUH MEMAHAMI EKSISTENSI TUHAN

Oleh: A. Fuad Usfa Eksistensi Tuhan Berbicara tentang Tuhan berarti berbicara suatu yang gaib, abstrak. Tidak bisa ditangkap dengan penca in...