Tuesday, August 10, 2021

MEMAKNAI SEJARAH

Oleh: A. Fuad Usfa 


Status Saya:

Mayoritas diantara kita selalu memaknai sejarah dengan membawa diri pada masa lampau, seakan konteks kini adalah konteks masa lampau, walau realitas telah menyeretnya dalam kekinian yang tak dapat terelakkan.

(Perth WA, 3 Juni 2012)


BERIKUT INI SAYA KOPI TANGGAPAN-TANGGAPAN SAYA DARI STATUS SAYA DI MEDIA BAWEAN DENGAN STATUS YANG SAMA: (--yang Saya Kopi di Sini Hanya Tanggapan Saya Saja, dengan penataan ulang pada format [paragrapnya])        


TANGGAPAN I: 

Persoalan yang muncul adalah hal obyektifitas sejarah, itu diperlukan metode yang tepat. 


Kita perhatikan, sejarah telah penuh dengan pemaknaan, kita telah turut pula terseret dalam pemaknaan itu. Suatu contoh, satu teks telah membias menjadi berbagai makna, berjubel pula yang tidak konsisten, saling bertabrakan dalam diri satu orang yang memaknai itu. 


Keyakinan serta berbagai kepentingan serta tingkat dan bentuk serta jenis dan latar belakang pengetahuan, kecermatan, tata nilai, politik dalam pengertian sempit dan luas, termasuk intimidasi, dan sebagainya yang telah turut menjadi alur sumbernya telah mempengaruhi pemaknaan itu. 


Saya utarakan di sini persoalan satu teks saja, belum belum yang lain. Saya ingin mengutarakan yang lebih banyak lagi, termasuk ilustrasi-ilustrasi, tapi sayang waktu dan spis telah menghad..., dan harus berbagi dengan yang lain dalam fesbukanku pagi ini..., mumpung ada sedikit waktu..., hehe..., cool.


TANGGAPAN II:                                                                 

Tidak ada kudeta, yang ada pengalihan kekuasaan; tidak ada penghianatan, yang ada adalah pembebasan; tidak ada penghianatan politik, yang ada adalah kiat politik; Belanda tidak menjajah, tapi memerintah sesuai jamannya, sebab penjajahan adalah dimaknai dalam konteks konsep ideologi dan politik.


Penjajahan masih berjalan hingga kini; pemberontak itu sekaligus (dalam waktu yang bersamaan) adalah sebagai pahlawan. 


Itu semua makna-makna, itu semua pemaknaan, maka bisa bermakna pula sebaliknya. 


Deskripsi berbeda dengan respon. 


NASAKOM adalah nyanyian merdu saya di masa kecil, saya diajari guru di sekolah (padahal orang tua saya masyumi yang anti PKI dengan FAKnya). 


Nasakom memperoleh rangkulan dari politisi yang berbinkai parpol Islam, walau apa nyatanya?. 


USDEK adalah hafalan saya di masa kecil, dan itu berada di luar kepala, saya juga diajari guru di sdekolah, di pulau Bawean, tapi apa nyatanya?. 


Ganyang Malaysia adalah semboyan di masa Orla, semboyan-semboyan itu masih terasa mengiang di telinga, orang tua saya (yang masyumi mendengarkan suara Malaysia sembunyi-sembunyi dengan merendahkan suara radio sekecil mungkin), juga di tulisan-tulisan, dalam teks-teks itu masih ada jelas karena kejadiannya belum seberapa lama, tapi coba cermati!!!. 


Renungkan itu..., coba rangkum..., bagaimana kita akan memahami???!!!...., saya coba merangkum secara luas, tidak satu fokus..., dengan harapan kita bisa mengembangkan dalam topik dan fukus tersendiri dalam renungan kita masing-masing.


TANGGAPAN III: 

Pak @Majid, Penjajahan yang akrab dikenalkan pada kita adalah merupakan konsep ideologi dan politik, merasuk dalam jiwa, mengalir dalam darah, senjang dengan ranah rasio, oleh sebab itu konsep ini ‘kan dapat pula dengan mudah dan leluasa menipu kita. 


Pada tahun 1987-1989 saya pernah mengajar PendidikanSejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) di suatu Universitas, saya bilang pada mahasiswa yang dari luar Jawa (tepatnya Kalimantan), saya maksudkan sebagai ilustrasi, apakah negara saudara sudah merdeka?, tentu dia tidak terima, saya katakan ke mana hasil bumi Kalimantan diangkut, hasil hutan. 


Contoh kecil, dulu orang-orang pribumi dengan leluasa bisa mengambil pucuk (pupus) rotan utk dikonsumsi, sekarang tidak lagi, harus izin pengelola hutan, siapa melanggar bisa ditangkap, berapa prosen uang hasil daerah yang dapat berputar di daerah saudara, bagaimana tingkat pemerataan telah merambah di daerah saudara dan siapa pemimpin di daerah saudara?. 


Saya hanya ingin mengatakan bahwa makna penjajahan dalam pelajaran sejarah kita, yang kita kutuk itu justru diterapkan oleh yang mengutuknya sendiri.


Tapi di Perguruan Tinggi kita bebas berbicara, sebab komunitasnya adalah komunitas akademik, kita bisa diskusi serasional mungkin. 


Ini belum lagi dikembangkan ke bidang buruh, dan sebagainya. 


Belanda secara sosiologis tidak bisa dimaknai menjajah, mereka memerintah pada masanya, sesuai konteksnya. Dari pendekatan-pendekatan itulah saya dapat memahami sikap Malaysia untuk memilih langkah-langkah diplomasi ketimbang perang yang harus mengorbankan harta, peradaban, dan sebagainya, terutama jiwa manusia. Sekali lagi, bukan mendewakan perang, dalam upaya meraih kemerdekaannya. 


Ah..., capek juga nulisnya..., nanti sambung lagi, kalau masih mungkin..., cool.


TANGGAPAN IV: 

Kiranya perlu saya utarakan hal kepanjangan daripada NASAKOM dan USDEK sebagaimana saya sebut di atas, mungkin diantara kita ada yang bertanya-tanya. NASAKOM kepanjangannya adalah NAS=Nasional, A=agama, KOM=Komonis. 


USDEK kepanjangan dari U=Undang-undang Dsar 1945, S=Sosialisme Indonesia, D=Demokrasi terpimpin, E=Ekonomi terpimpin, K=Keperibadian Indonesia. 


Nasakom adalah konsep Seokarno pada akhir tahun 20an, beliau hendak merealisasikannya di saat beliau menjadi Presiden. 


Salah-satu poros penyangga NASAKOM adalah para politisi Islam yang tergabung dalam salah-satu partai politik islam yang juga besar. 


Terhadap kalangan Islam ada orang yang berpendapat Soekarno menerapkan politik belah bambu. 


Ini fakta, persoalan pemaknaan lain lagi hal. 


Lagu NASAKOM sebagaimana yang saya utarakan di atas, yang menjadi nyanyian di mana-mana, dan diajarkan di sekolah-sekolah saat itu adalah: Nasakom bersatu; Singkirkan kepala batu, Nasakom satu cita; Sosialisme Indonesia. 


Itulah lagu yang menohok kalangan Masyumi sebagai partai Islam terbesar, sebab Masyumi menentang kehadiran Komonis yang dinilainya sebagai bertentangan dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. 


Pada pemilu 1955 PNI memperoleh suara 22,3% atau 57 kursi dan peringkat yang kedua adalah Masymi memperoleh suara sebanyak 20,9% atau 57 kursi, yang berarti jumlah perolehan kursi adalah sama dengan PNI. Maknanya jumlah wakil yang duduk di Parlemen adalah sama. 


Di atas juga saya sebut FAK, FAK kepanjangannya adalah Fron Anti Komunis, yang merupakan sayap Masyumi. 


Sorry..., lagi-lagi waktu saya harus mengerjakan sesuatu nih..., cukup sekian dulu, kalau mungkin disambung nanti deh.

Ed.rev.format (paragrap) penulisan.


*). Banyak pihak yang terseret masuk dalam kepentingannya (involved) dalam memaknai sejarah. Hal tersebut tentu included terkait dengan tingkat intensitasnya, dari yang paling cair hingga yang paling kaku.

No comments:

Post a Comment

MENGGAYUH MEMAHAMI EKSISTENSI TUHAN

Oleh: A. Fuad Usfa Eksistensi Tuhan Berbicara tentang Tuhan berarti berbicara suatu yang gaib, abstrak. Tidak bisa ditangkap dengan penca in...