Thursday, August 12, 2021

COVID-19 DAN REALIATA PENYIKAPANNYA

Oleh: A. Fuad Usfa 


Pada 11 Maret 2020 WHO telah menetapkan Covid-19 sebagai pandemi. 

Covid-19 menularkan pada manusia bermula dari suatu daerah di negara Cina, yaitu Wuhan. Diperkirakan pertama kali berjangkit pada 17 November 2019.


Dari peristiwa itu kemudian muncul berbagai reaksi. 

Terhadap realita itu saya mengkategorikan terdapat empat cara pendekatan yang dilakukan orang atau kelompok, yaitu pendekatan positif, pendekatan negatif, pendekatan abu-abu, dan pendekatan ekonomi.


1. Pendekatan Positif

Di Cina sendiri tidak tanggung-tanggung, lansung mendirikan rumah sakit yang dibangun dalam hitungan hari. Para ahli mencari jalan keluar untuk mengatasi pencegahan dan terapinya. Berbagai upaya telah dilakukan untuk itu. Pendekatan ini menggunakan standard keserba terukuran.


2. Pendekatan Negatif

Tapi di samping pendekatan positip itu terdapat pula pendekatan negatif. Dimaksud dengan pendekatan negatif adalah suatu pendekatan yang mengarah sikap yang semata-mata menyalahkan pada sesuatu atau keadaan tertentu, dan seakan di luar tanggung jawabnya. Pendekatannya adalah normatif-doktriner tanpa ada ukuran yang jelas.


3. Pendekatan Abu-abu

Kemudian dari pada itu terdapat juga reaksi abu-abu. Pada sikap ini lebih memilih berhati-hati dalam memberi sikap. Pendekatan ini lebih dekat pada pendekatan negatif, tapi sangat berhati-hati.


4. Pendekatan Ekonomi

Pendekatan ini sebetulnya tidak menyentuh upaya mengatasi penyebaran covid19, melainkan mencoba mengiringkan antara mengatasi tersebarnya covid19 dan tetap stabilnya ekonomi. Jadi titik tumpuhnya pada pemulihan stabilitas ekonomi.


Pendekatan pertama sangat aktif mencari solusi kongkrit dengan melakukan berbagai aktifitas penanganan langsung dan terukur dengan jelas, semisal pengadaan rumah sakit, penampungan, mengatasi kesediaan alat yang dibutuhkan bagi tenaga medis serta masyarakat luas, semacam kesediaan masker, vitamin, penyuluhan terkait dengan covid-19, social distancing, dan lain-lain yang serba terukur.


Adapun pendekatan kedua adalah sebaliknya dari pendekatan pertama. Pendekatan kedua ini lebih pada menyalahkan suatu atau keadaan tertentu, reaktif dan apriori. Sikap yang tampil dalam pendekatan seperti ini contohnya menyalahkan sikap penguasa, oleh sebab sikap masyarakat yang diklaimnya sebagai ingkar atau kafir, atau apalah istilah yang semacamnya. Bolehlah kiranya sikap ini disebut sikap penyandaran pada kambing hitam semata, yang tidak mungkin bisa diukur secara positif.


Dari sikap yang kedua tersebutlah munculnya klaim-klaim covid-19 adalah sebagai tentara Allah, covid-19 berjangkit ke Indonesia oleh sebab Rizik Sihab dihalang untuk kembali ke Indonesia, sikap menentang terhadap social distancing dengan dalih untuk beribadah, mengumandangkan sikap yang mengacuhkan apa yang dilakukan oleh pendekatan pertama dengan dalih hanya takut kepada Tuhan, mengumandangkan sikap bahwa covid-19 tidak akan berjangkit pada orang-orang yang berpegang pada pandangan (spiritualitas) yang dianutnya, dan sebagainya.


Sedangkan pendekatan ke tiga adalah sikap yang pada perinsipnya berpegang pada pendekatan kedua, hanya saja sangat berhati-hati. Pendekatan ini lebih memilih sikap relatif pasif, bahkan pasrah. Tapi tetap tanpa berupaya secara aktif mencari jalan keluar untuk pencegahan serta pengobatannya. Untuk upaya-upaya terbut bergantung pada di luar darinya. Jalan keluar yang ditawarkannya adalah jalan keluar yang bersifat supra natural, yang bersifat dogmatis kerohanian.


Apakah pendekatan pertama hanya bertumpu pada pendekatan yang bersifat materi (bertumpu pada pandangan [filsafat] materialisme/titik tumpu pada materi atau fisikal)?. Tentu tidak demikian yang saya maksudkan. Tapi titik tekannya pada pencarian solusi secara riil, positif, terukur. Adapun terhadap hal yang bersifat non fisik tentu bergantung pada nilai yang dianut dalam masyarakatnya. Jadi tidak serta merta terpisahkan. 


Selanjutnya, pendekatan ke-empat adalah kompromi antara mengatasi penyebaran covid19 dengan tetap stabilnya perekonomian. 


Dalam kasus di Indonesia sebetulnya hal tersebut telah diambil oleh sebagian masyarakat, yaitu dengan tetap melakukan aktifitas ekonomi di luar, walau ada ketentuan yang melarangnya. Dalam hal ini, salah satu contoh yang naik kepermukaan yaitu perlawanan yang dilakukan seorang ibu yang menjual pakaian (dalam) dengan dalih banyak tanggungan ekonomi yang harus dipenuhi. Juga adanya ungkapan-ungkapan seperti: ‘Ke luar mati kena covid, tidak ke luar mati kelaparan’, dan sejenisnya.


Belakangan ini Pemerintahpun menempuh jalan yang sama, namun dengan persyaratan harus mematuhi protokol kesehatan. 


Berkenaan dengan pematuhan terhadap protokol kesehatan tentu tidak mudah, karena keadaan tersebut tidak bisa tidak akan bersentuhan dengan tingkat berbagai kebutuhan, tingkat kesadaran masyarakat, serta tingkat kesiapan fasilitas dan aparat negara hingga pada tataran teknis.


Diantara ke-empat pendekatan itu terus berjalan, baik secara sendiri-sendiri maupun secara saling mengisi sesuai tingkat kesiapan dan tekanan-tekanan yang menindihnya.

(Cannington WA, 31 Mei 2020)

No comments:

Post a Comment

MENGGAYUH MEMAHAMI EKSISTENSI TUHAN

Oleh: A. Fuad Usfa Eksistensi Tuhan Berbicara tentang Tuhan berarti berbicara suatu yang gaib, abstrak. Tidak bisa ditangkap dengan penca in...